Senin, 02 September 2013

Sarung Biru dalam Lipatan

 Ini cerita tentang sehelai sarung.


Ya, sarung. 

Alkisah, pada sebuah Ahad yang cerah sebelum Ramadhan tiba, seseorang yang baik hatinya menghadiahkan selembar sarung kepada saya. Actually, dia menghadiahkan sarung itu kepada beberapa orang. Walhamdulillah, sebuah sarung di dalam kotaknya telah saya terima dengan senyum sumringah. Namun, senyum itu seketika agak tersamarkan ketika saya melihat kawan saya yang lain juga turut menerima sarung. Sarung yang sama sebenarnya, namun dengan warna yang berbeda. Warna sarung kawan saya itu kotak-kotak biru yang cantik. Mata saya berbinar, kalau di film kartun mungkin bola mata saya juga ikut berubah menjadi biru 0_0. Naksir berat pada sehelai kain dalam kotak yang kini ditimang-timang oleh kawan saya itu. 

Sarung dalam kotak

Dengan senyum-senyum yang pastinya nampak mencurigakan (hehehe..), saya pun menghampiri kawan itu. Sejurus kemudian memandang sarung di tangan saya. Bagian transparan dari kotaknya memperlihatkan corak sarung saya adalah kombinasi warna kekuningan dan hijau. Cantik juga, sih. Tapi apalah saya ini, terlanjur punya hati yang terpikat pada apapun berwarna langit pagi. 

"Kak..", ujar saya kepada kawan yang memang lebih tua setahun dari saya itu. Ia menoleh pada saya sambil memasukkan sarungnya ke dalam tas. "Boleh tukar, ndak?", lanjut saya sambil cengengesan. Mengansurkan kotak sarung kuning-hijau saya kepadanya. Setahu saya, kakak ini suka semua warna. Jadi semoga dia pun tidak masalah dengan tukar menukar ini. 

Tapi nyatanya, alisnya berkerut. Tanpa menganggap penting memandang wajah saya yang sudah memasang muka-pengen, ia kemudian mengatakan, "Sarung ini sudah takdir saya.", ujarnya datar. Lalu melanjutkan memasukkan sarungnya ke dalam tas. 

Senyum di wajah saya berusaha saya tahan. Walaupun pasti semakin nampak menyedihkan. Saya cuma bisa tertawa-tertawa garing, seolah penolakan itu adalah sesuatu yang lucu. Agak kecele juga sih. Tapi, kalau hanya karena masalah warna sarung saja saya sampai sakit hati, apa kabar ukhuwah? Maka saya pun berusaha menyabarkan diri. Benar juga sih, kata dia. Sarung itu memang sudah jadi takdirnya. Dan sarung kuning-hijau ini pun adalah takdir saya. Meski, itu bisa saja berubah sekiranya kawan saya itu berkenan untuk tukaran. Tapi, sudahlah. Cuma masalah sarung juga... (padahal rasanya pengen nangis, garuk-garuk tembok, lalu loncat ke jurang #lebaymodeON). 

Akhirnya sarung hadiah dari seseorang-yang-tidak-ingin-disebut-namanya itu, saya bawa pulang ke rumah. Si sarung tergeletak dengan manis di rak buku saya dalam tempo yang cukup lama. Bukan. Bukan karena saya belum ridha dengan warnanya. Hanya saja saat itu saya merasa belum butuh dengan sarung baru. Hingga di suatu hari saat Ramadhan sudah berlalu, saya memutuskan untuk mengeluarkan si sarung dari kotaknya. Dan aha! Saya terkaget-kaget setelah itu. 

Setelah membuka lipatan

Ternyata, sarung itu terdiri dari beberapa warna. Bukan hanya warna hijau-kuning seperti yang nampak dari bagian luarnya yang transparan. Ternyata ada warna lain di sana. Ada pula warna birunya! Warna biru dengan porsi yang cukup banyak, berpadu dengan warna-warna lain yang membuat Ibu saya merasa perlu untuk berujar:

"Itu sarung darimana? Cantik sekali..." Nah, kalau ibu saya sudah memuji, itu artinya sudah jaminan mutu ^_^ 

Setidaknya hingga saat ini, setiap saya melihat sarung itu, saya suka malu sendiri. Ya, betapa cepatnya saya menilai sesuatu hanya dari bagian kecilnya saja. Betapa mudahnya saya membandingkan apa yang Allah berikan pada saya, dengan apa yang diberikan pada orang lain, lalu mulai menganggap diri ini tidak seberuntung dirinya. Betapa saya tidak bisa langsung qana'ah saja, merasa cukup atas apa yang menjadi rezeki saya sendiri. 

Maka, ini hanya tentang bagian kecil dari kejadian dalam hidup kita. Dalam hal-hal yang lain, saya percaya, kita harus selalu memberi waktu untuk melihat segalanya dengan lebih dekat, membuka lipatan-lipatan kejadian dan peristiwa dengan lebih cermat. Untuk kemudian menemukan bahwa -bahkan untuk sesuatu yang bukan merupakan pilihan kita, namun kemudian menjadi takdir kita, Allah selalu punya cara untuk menyelipkan keindahan padanya. Ya, selama kita mau untuk menjadi kaum yang berpikir. 

Setidaknya hingga saat ini, setiap saya melihat sarung itu, saya belajar lagi. 
Wallahu a'lam. 

Makassar, hari kedua September yang semoga ceria ^_^
2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)