Jumat, 27 September 2013

sederhana?

Sebab setiap sungai akan kembali pulang kepada laut

Ingatkah kita waktu masih berumur beberapa bulan? Saat itu, satu-satunya 'sumber kehidupan' kita adalah apa yang kita dapatkan dari ibu. Sesuatu yang tidak perlu dibeli, namun ternyata begitu mahal harganya. Sederhana sekali kita waktu itu. Begitu pasrah pada apa saja yang diberikan oleh orang tua kita. Tubuh kita sedemikian mungil, dan telah puas dengan pakaian-pakaian yang kecil pula. Tapi, semuanya berubah, seiring dengan berjalannya waktu. 


Semakin kita tumbuh besar, semakian banyak hal yang kita butuhkan. Terlebih lagi yang kita inginkan. Kita sudah menjadi pemakan segala. Kita menginginkan lidah ini mengecap berbagai macam rasa. Berbagai macam hal kita lakukan untuk bisa mewujudkannya. Kita tidak lagi merasa cukup dengan pakaian yang sederhana. Kita mulai pintar untuk memilih berbagai macam warna dan model yang rupa-rupa. 

Kita mulai merasa terlalu besar untuk rumah kita. Kita menjadi selalu ingin melangkah dengan langkah-langkah yang panjang. Tapak-tapak kaki kecil yang sudah lelah hanya dengan mengitari dapur itu, kini sudah tidak lagi demikian. Kita kemana-mana. Menyusuri laut. Mengarungi langit. Berlari. Tidak lagi merasa cukup dengan sesuatu yang berjalan lambat, yang berputar lambat. Kita ingin segalanya dilakukan dengan serba cepat. Serba instant. 

Kita menjadi jauh dari sederhana. Surat yang ditulis dengan tinta pulpen, yang bisa kita rasakan wangi kertasnya, yang menempuh waktu berhari-hari untuk tiba di alamat tujuan, tidak lagi menjadi cocok dengan kita. Buku-buku konvensional yang lembarannya dapat sobek dan lusuh, yang dapat kita baca hingga tertidur, atau dapat kita peluk, tidak lagi menjadi istimewa. Ada berbagai macam perangkat canggih yang bisa menggantikannya. Kita tidak perlu lagi merasai rindu yang buncah untuk bertemu. Kita tidak perlu menunggu hari berlalu untuk berjumpa dan bertukar kata. Kita dapat mengetahui kabar dari orang-orang yang jauh, hanya lewat menggerakkan ujung-ujung jari saja. 

Kita menjadi begitu banyak keinginan. Kita menginginkan banyak hal, bahkan meski tidak pernah benar-benar kita butuhkan. Kita tidak lagi merasa cukup (bahkan mungkin bosan?) hanya dengan memandang wajah ibu,ayah, dan saudara-saudara kita. Kita ingin, bahkan bermimpi bertemu dengan banyak orang lainnya. Kita tidak lagi bisa merasakan bahagia, hanya dengan memandang langit, merasai angin yang berhembus perlahan, menikmati senja, atau mendengarkan bunyi hujan dari beranda rumah. Kita ingin melakukan banyak hal, merasai banyak hal, memiliki pengalaman tentang banyak hal, bahkan yang sama sekali tidak kita mengerti untuk apa. Kita bahkan menjadi sedih, kesulitan, gamang, dan gundah karena keinginan-keinginan tidak tercapai, yang kita buat-buat sendiri itu. Kita begitu senang menginginkan sesuatu meski itu diluar kendali kita. 

Kita ingin terus lebih dan lebih. Lebih dari orang lain. Lebih dari siapapun. Bahkan lebih dari diri kita sendiri, diri kita yang sebenarnya. Kita menjelajah kemana-mana, lalu lupa pulang ke tempat dimana kita sebenarnya berada; hati kita sendiri. 

Kita terlalu banyak mengetahui hal-hal yang sama sekali tidak perlu kita tahu. Kita terlalu banyak bertanya, untuk sebuah jawaban yang tidak akan pernah mengubah apapun. 

Mungkin itu semua sama sekali tidak salah. Tapi, perlahan tapi pasti, kita tidak lagi menjadi sederhana. That's it. 

Makassar, 27 September 2013

2 komentar:

Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)