Rabu, 17 Agustus 2011

Kuliah Kerja Nyata yang Tidak Nyata



Dua hari lagi. Ya, dua hari lagi menjelang masa penarikan. Rasanya berat untuk mengatakan bahwa masa dua bulan KKN adalah tidak terasa. Namun sejujurnya, ini memang terasa lebih cepat dari yang saya duga sebelumnya.

Saya masih ingat bagaimana saat pertama kali menyaksikan nama saya ter-verifikasi untuk dapat mengikuti KKN. Juga saat melewati proses pengurusan berkasnya, pembekalannya, persiapannya, hingga hari pemberangkatannya. Lalu di penghujung sore, saya sampai di sebuah rumah bercat hijau yang selanjutnya saya tinggali dengan tiga belas kawan lainnya selama dua bulan ini.

Di awal-awal dulu, tiap saya merasakan ketidaknyamanan di sini, saya selalu berusaha untuk menguat-nguatkan hati dan menguatkan diri. Namun, sisi manusiawi saya (jika tidak disebut sebagai sisi lemah) selalu saja nyeletuk.. “Bersabar? Tapi untuk dua bulan…?”.

Seperti perkataan seorang kawan, terlalu banyak hal yang telah terjadi di tempat ini. Hal-hal yang menyenangkan, hingga yang paling menyebalkan. Semuanya itu, pada akhirnya terlewati dengan caranya masing-masing.

Melewati rutinitas yang sama sekali berbeda dengan di luar masa KKN. Tidak ada lagi sapaan anggota keluarga di pagi hari. Tidak ada lagi perjalanan panjang menuju kampus dan perjalanan yang tidak kalah panjangnya sepulang dari itu. Berbagai macam kegiatan-kegiatan harian, pekanan, ataupun bulanan yang biasanya terjadwal dengan (cukup) rapi, juga deretan tugas yang harus segera ditunaikan. Serta, bayangan suasana laboratorium tempat penelitian saya yang menunggu penuntasannya. Semua itu tidak ada. Hingga, KKN ini serasa seperti ‘dunia lain’ yang tidak nyata. Tempat dimana saya menghadapi kehidupan yang sedikit banyak berbeda dengan alur hidup diluar masa KKN ini.

Namun, di tempat ini, saya belajar tentang banyak hal. Tentang bagaimana terlebih dahulu berusaha untuk menjadi orang yang ‘menerima’ sebelum memaksakan diri untuk diterima. Tentang bagaimana bersikap pertengahan dalam memandang sesuatu. Pun saat harus menegaskan suatu hal yang mungkin dianggap remeh, atau bahkan dianggap aneh oleh orang lain. Dan saya pun pada akhirnya menjadi setuju, bahwa inilah masa dimana ilmu dan konsistensi dipertaruhkan, dan membutuhkan pembuktian. Dalam beberapa titik, saya terkadang merasa gagal. Mungkin, di titik yang lain ada pula yang dapat saya lalui dengan cukup baik. Setidaknya, saya tidak terlalu menjadi dinosaurus di tempat ini! Hehehe…

Kami, dalam keadaan jauh dari orang tua masing-masing, terasing dari berbagai rutinitas yang selalu kami lakukan sebelumnya, terkadang dalam keadaan melarat karena kekurangan uang, dan beberapa diantara kami benar-benar tidak mengerti dengan bahasa bugis- bahasa sehari-hari yang digunakan di tempat ini. Maka, perhatian sekecil apapun; kiriman kue, undangan aqiqah dan buka puasa, bahkan segelas air putih saat kami kehausan saat mendata dari rumah ke rumah, semua itu terasa sangat menenangkan. :)

Di tempat ini, kami menyaksikan senyuman hangat yang tulus. Di tempat ini, kami menyaksikan sinar mata penuh harapan dari Indo’ Angka, seorang balita yang kurang beruntung namun sangat ceria itu. Di tempat ini, kami merasakan bagaimana jabat tangan erat dari mereka yang telah banyak memakan asam garam kehidupan; para kakek dan nenek yang seolah terus menyemangatkan kami untuk menjadi manusia yang lebih bermanfaat lagi di masa depan. Juga hamparan sawah dengan bulir embun di pagi hari yang mengajarkan semangat perjuangan para petani yang tidak kenal lelah. Juga saat malam ditutup dengan hamburan bintang gemintang di langit dan bulan yang purnama; seolah menyelimuti dengan ketenangan istirahat untuk kembali mengumpulkan tenaga agar esok dapat kembali menebar manfaat. Semua itu, mungkin hanya dapat saya saksikan di sini.

Maka atas setiap tanya sebelumnya; mengapa Allah menakdirkan ibu saya untuk sakit di saat tahun lalu seharusnya saya dapat mengikuti KKN bersama teman-teman seangkatan? Mengapa Allah begitu mempersulit pengurusan KKN semester panjang di dua semester sebelumnya; KKN yang tidak mengharuskan saya meninggalkan rumah karena dapat dilakukan di dalam kota? Mengapa Allah justru mempermudah saat saya mendaftarkan diri di KKN saat ini, sementara beberapa kawan saya yang lain justru bermasalah?

Kini, sepertinya saya dapat menemukan jawab atas deret pertanyaan itu. Dengan ditempatkannya saya di sini. Atas dipertemukannya saya dengan teman-teman seposko yang bukan hanya saja telah begitu banyak membantu saya, tapi juga telah mengajarkan banyak hal kepada saya. Ditengah diri saya yang -yah, kau tahu, mungkin tidak begitu menyenangkan untuk diajak bercakap, dan mungkin akan memulai pembicaraan dengan sesuatu yang tidak menarik. Tapi, mereka setidaknya telah memberikan saya ruang yang cukup untuk dapat banyak mendengar dan memperhatikan, untuk kemudian menemukan bahwa; setiap manusia memiliki keindahannya masing-masing. Bahwa seperti apa yang seorang guru tuliskan; kita hanya perlu menarik kebaikan dari diri seseorang (positive thinking) untuk kemudian menyaksikan bagaimana tiap manusia berhak untuk berbuat baik dan memiliki kesempatan itu kapan saja dan dimana saja, sepanjang ia ingin.

Saya tidak tahu apakan tulisan ini akan dibaca oleh mereka; orang-orang yang sangat saya inginkan kebaikan atas dirinya. Teman-teman seposko, nenek tetangga di samping rumah yang teramat sangat ramah dan membuat saya nyaman dengan sorot mata hangatnya, Pak Cokke yang mengajarkan kami keikhlasan, Pak Yusuf yang selalu ramah, Kak Mastang yang membuat kami semangat hanya dengan melihat sosoknya, drg. Ana yang amat-sangat baik sekali kepada kami, Bapak dan Ibu Lurah yang membimbing kami hingga dapat survive, dan semua warga Batu-Batu yang telah rela untuk hadir dalam setiap acara yang kami helat, atau dengan segala prasangka baiknya telah membukakan kami pintu rumah dan mengijinkan kami masuk-dan-duduk untuk mendata, mungkin juga pada anjing-anjing yang tidak menyalak saat berpapasan dengan kami, dan juga kepada anjing-anjing yang menyalak yang setidaknya mengajarkan kami untuk lebih berani lagi di kemudian hari. ^_^

Kepada mereka semua; betapa saya memohon maaf untuk setiap kelemahan diri. Kepada mereka semua; betapa saya berterima kasih. ^_^

(Soppeng, 16 Agustus 2011) *tulisan terakhir selama masa KKN

Batu-Batu Crew; Uncover

Ini rumah kami!


Berikut adalah catatan profile subjektif dari saya tentang kawan-kawan seposko sepenanggungan. Hmm..., agak kurang fresh rasanya menuliskan ini setelah terpaut jarak waktu yang cukup jauh dari masa KKN dulu. Tapi, mari kita mencoba mengingat-ingatnya kembali. 


Kepala Suku, Bapak Koordinator Kelurahan; Agus Sukahat
Agus adalah seorang mahasiswa keperawatan yang didaulat sejak masa pembekalan untuk menjadi pemimpin kami. Meski demikian, jabatan tersebut tidak membuatnya merasa gengsi untuk dimintai tolong semisal mencolok air di kamar laki-laki, atau untuk mengupas nenas saat membuat es buah. Hehehe... Jika ditanya kepada siapa saya harus meminta maaf paling pertama pada teman posko, maka saya akan mengucap nama Agus. Maaf karena kadang tidak cukup menempatkan Agus pada posisi yang 'pas' sebagai pemimpin. Agus bisa menjadi lebih baik lagi jika ia bisa lebih tegas, termasuk pada dirinya sendiri. Bahwa Agus bisa sangat begitu akrab dengan para bocah-bocah Batu-Batu, saya rasa adalah sebuah parameter bahwa dia adalah orang baik. Tetaplah begitu, Gus! 


Sekretaris Cantik; A. Pratiwi Purnamasuci
Pintar! Itu yang pertamakali muncul di benak saya saat melihat Tia bicara dalam breafing pertama kami. Pembawaannya yang ceria dan sangat-sangat supel adalah sebuah gift yang berharga yang Allah berikan kepada gadis ini. Tia selalu punya pendirian, dan selalu punya pula alasan atas keputusan yang ia ambil. Tia akan lebih cemerlang lagi jika mungkin sesekali bisa memberi ruang pada dirinya untuk lebih tenang; dalam ketenangan ada kesempatan yang lebih besar untuk mendengarkan. Dan dengan mendengarkan kita dapat lebih memahami. Bukan hanya memahami diri sendiri, tapi juga orang lain. Dengan itu, saya yakin, Tia bisa menjadi bunga yang mampu mekar dimanapun ia ditanam. Sukses selalu, Ibu Dokter Gigi!


Mantapnya Bendahara Kami; Mutia Reski Amalia
Melihat Muti dalam balutan busana formal -mungkin seperti yang sehari-hari ia kenakan dalam kegiatan kuliah di jurusan Gizi,  membuat saya menyangkanya sebagai sosok yang serius dan pendiam. Tapi siapa sangka, dalam perputaran waktu menjalani masa KKN, Muti adalah personel yang selalu membuat saya gemas ingin mencubit pipinya! Riang, cerah, lucu, namun dalam beberapa kesempatan, saya sadar bahwa sosok serius dan tegas itu juga kadangkala muncul. Namun Muti dapat menempatkan karakter-karakter itu pada timing yang tepat, dan ya, saya harus banyak belajar darinya. Muti, saya kangen sama senyuman kamu!


Partner in Crime? Fatimah
Teman seposko lainnya mungkin mengira saya sudah kenal lama dengan mahasiswi keperawatan ini. Tapi honestly, saya bertemu dengannya juga baru pada hari pertama pembekalan KKN. Fatimah adalah sosok konseptor dan manajer dimata saya. Dia telah terbiasa untuk mengorganisir banyak hal. Selama dua bulan sekamar dengannya, berbincang dengannya, menghabiskan waktu di dapur, di kegiatan KKN, dan juga di arena bola pimpong (hehehehe...Fatimah pasti trauma dengan part yang ini), membuat saya seringkali sadar, lebih cocok menjadi adik daripada menjadi kakaknya. Ya, Fatimah sosok yang dewasa. Namun, kepadanya saya berpesan; ada masa dimana terkadang kita perlu untuk menarik diri, bukan untuk meredupkan cahaya, tapi justru memberi kesempatan pada binar-binar yang lain untuk menampakkan dirinya. Saya kira, demikianlah pemimpin yang baik memberi ruang kepada mereka yang dipimpinnya. Ya, saya memang lebih cocok menjadi adiknya Fatimah, tuh.. dia selalu selangkah lebih maju, khan? Selamat menempuh hidup baru, Khalah! Kapan-kapan traktir sate lagi yah! :)


Selamat Pagi Cik Gu; Nurfadhilah Aswan
Senang rasanya ditakdirkan untuk mengenal gadis dari negeri jiran ini. Calon dokter yang jauh-jauh datang dari Malaysia ini adalah pribadi yang cool dan easygoing. Saya juga banyak belajar dari Awin. Suatu hari, saya berharap bisa kembali bertemu dengan Awin dan ia telah menjadi seorang dokter yang awesome! Tetaplah demikian, Awin. Tetaplah menjadi orang yang 'cuek dengan keren'. Hadapilah setiap masalah dengan tenang, dan tetap akan selalu ada ruang untuk belajar agar lebih baik lagi di masa depan. Miss you, Cik Gu!


Yang Polos Yang Lugu; Nurfaisyah
Sebagai sesama calon farmasis, saya nampaknya bisa tenang karena masih ada sosok seperti Icha. Terkadang, cara bicaranya terdengar agak nyelekit, tapi demikianlah Icha; tanpa kepura-puraan, polos dan penuh dengan kejujuran. Berinteraksi dengan orang seperti Icha membuat kita tidak perlu sibuk menerka apa yang ada di pikirannya. Nyaman. Dan nampaknya itulah yang membuatnya selalu fun menghadapi hidup ini. Dari bincang-bincang dengannya, kadang pula bahkan dari pertanyaan-pernyaannya, saya tahu bahwa Icha adalah kawan yang baik dan memberikan saya banyak pelajaran. Tetaplah berjuang, Icha. Suatu hari, farmasi akan kamu taklukkan, insyaAllah!


Ini Ibu Aji; Ria Hastuti
Mahasiswi FKM ini adalah soulmate-nya Icha. Nampaknya saja mereka kadang bertengkar, tapi di dalam hati, kami semua tahu bahwa mereka akan selalu saling merindukan. Ria di mata saya adalah sosok yang dewasa. Seperti Icha, Ria juga bisa dengan mudah mengeluarkan apa yang ada dalam gagasannya. Saya tahu, dia adalah sosok yang spesial, terlebih saat Icha sesunggukan saat harus berpisah lebih awal darinya. Ibu Aji, kapan kita bertemu lagi?


The Beauty; Sucy Rustiaty
Pria mana yang tidak akan menengok saat Sucy lewat? Hehehe... Wajahnya yang cantik memang menjadi salah satu daya tarik kawan sefakultas Muti ini. Cara bicaranya cadel dan kadang terdengar manja. Maklumlah, dia anak tunggal. Namun, saat mendapatinya bisa menjadi anak yang dengan sekuat tenaga begitu peduli dengan kesehatan ibunya, saya yakin suatu hari Sucy bisa menjadi sosok yang lebih mandiri. Ucy, kangen kamu deh!

Kawan Kami yang Lincah; Nurmaya Dewi
Seperti Tia, Maya juga calon Ibu Dokter Gigi. Di mata saya, Maya sosok yang cerdas. Dia juga begitu gampang bergaul dengan banyak orang. Awal melihatnya, saya pikir juga dia anak yang pendiam. Ternyata tidak! Maya dengan lincahnya berkolaborasi dengan Tia membuat pisang goreng di pagi pertama kami di posko. Oiya, Maya juga adalah seorang enterpreunership yang jago bisnis, lho... Maya, ajari saya dagang, dong!


Pemilik Senyum yang Imut; Indriani
Indri ini orangnya cool. Kadang, hanya dengan beberapa kata yang ia ucapkan, ia bisa langsung menancap pada banyak perasaan. Hehehe... Indri itu orangnya tenang. Ia selalu bisa berpikir dengan kepala dingin di saat yang tepat. Saya suka dengan pribadi Indri. Kita ngumpul-ngumpul lagi yuk, Indri!


Kamu tidak Teruk; Shalini Ramasamy
Entah bagaimana boringnya posko batu-batu tanpa sosok yang satu ini. Sama-sama belajar di FK Internasional bersama Awin, Shalini adalah sosok dokter masa depan yang menggemaskan. Ya, saya bahkan menyesal tidak sempat merekam suara Shalini yang khas itu, khan lumayan buat dijadikan ringtone alarm... Hehehe... Kidding! Shalini adalah orang yang super baik! Buktinya, dia tetap bertahan di posko meski hampir tiada hari tanpa dibully oleh anak-anak posko lainnya, termasuk saya! Saya beruntung, hingga penarikan tiba, tidak sempat mendapat predikat nomor urut 'teruk' dari Shalini. Shalini... buatkan kami nasi lemak lagi!


Kordes Sementara Kita; Hidayat Tri Saputra
Mengenal mukanya sejak jaman SMA, siapa sangka saya justru ditakdirkan kembali berjumpa sama Dayat di tanah Soppeng. Mahasiswa asal Fakultas FKM ini adalah sama lincahnya dengan Maya, sama supelnya dengan Tia, dan tentu tidaklah imut seperti Muti dan Indri. Untungnya, Dayat bisa diandalkan untuk menjadi kordes sementara jika Agus tidak ada. Dia juga yang menjadi pemprakarsa kelambu yang didirikannya di ruang tengah. Saya pikir, Dayat telah mengetahui banyak hal, ia hanya perlu lebih banyak lagi mengaplikasikannya. Dayat, semoga kamu dapat hidayah. Hehehe...


Sang Pencerah; Kadaruddin
Mahasiswa yang satu ini juga tergabung dalam geng PBL bersama Ria, Indri, dan Dayat. Itu berarti, dia pun adalah orang FKM sejati layaknya ketiga anggota geng PBL lainnya. Lelaki subuh ini sangat rajin buang sampah, ya.. saya rasa memang itulah yang diajarkan di fakultas kita semua, khan? Ya, sesuatu tentang menjaga kebersihan. Gagasan-gagasannya selalu bisa mengurai benang kusut di beberapa kesempatan briefing, hal ini membuat dia jadi diidolakan oleh cewek-cewek sebelah kamar saya; Muti, Ria, dan Icha. Tetaplah begitu, dan lebih tegaslah lagi terhadap apa yang kau yakini. Itu saja saran dari saya, Kadar. 


Dan demikianlah pandangan saya tentang kawan-kawan seposko. Tentunya, ini hanyalah sebuah tulisan iseng dan pendapat pribadi saya yang tidak bisa dijadikan acuan yang mutlak tentang mereka. Selebihnya, hanya Allah, lalu kemudian diri mereka pribadi yang paling mengetahui tentang pribadinya masing-masing. Tulisan ini saya buat, hanya untuk kembali menyapa mereka, dan meyakinkan mereka; bahwa saya tidak akan pernah bisa melupakan kalian. 

Hey, tahukah... Bahwa tiap mengingat kalian, saya bisa kembali membaui wangi pagi saat memutuskan berjalan sendiri di pematang sawah; menatap sinar pertama matahari menyapa pucuk-pucuk padi. Bersapa dengan para pak tani. Lalu dengan berat berkata kepada mereka, "Beberapa hari lagi, kami akan pulang, Pak...".