Selasa, 17 November 2009

Isteri Buya HAMKA, Atap Bocor, dan Perahu Kertas

Kisah ini saya dengarkan dalam sebuah ceramah di radio hp saat mati lampu
menyapa rumah saya. Disebuah senja yang jingga, saya kembali belajar tentang
kehidupan lewat untai kisah sederhana penuh hikmah…


Kisah ini bercerita tentang isteri seorang Buya HAMKA dimasa saat mereka masih tinggal di gubuk kecil. Saat itu, keluarga dengan anak-anak yang masih kecil-kecil ini sedang berkumpul dalam rumah mereka. Sementara di luar, hujan turun ke membasahi bumi Allah. Sementara, gubuk mereka yang teramat sederhana itu, ternyata atapnya tidak mampu menerima guyuran air hujan, maka terjadilah kebocoran dimana-mana. Maka dengan sigap, sang isteri mengambil baskom dan wadah lain yang dapat digunakan agar air bocoran itu tidak membasahi lantai gubuk mereka.

Sejenak, suasana terasa begitu pilu. Dinatara gemericik air hujan yang masuk di rumah, sebuah keluarga menatap satu demi satu tetes hujan yang tertampung di baskom yang bukan hanya menunjukkan bocornya atap mereka, namun juga menunjukkan ketidak berdayaan mereka untuk dapat hidup lebih layak. Tapi apakah yang dilakukan oleh sang isteri? Apakah ia merajuk pada suaminya agar dibelikan hunian yang lebih nyaman? Ataukah ia menyesali takdir atas apa yang terjadi pada dirinya? Atau mengangis tersedu-sedukah ia karena betapa menyedihkannya hidup yang ia rasa?

Ternyata tidak.

Yang ia lakukan adalah mengambil kertas, dan melipatnya membentuk kapal-kapalan. Selanjutnya kapal-kapal kertas itu ia layarkan pada air hujan yang tertampung pada baskom tadi. Selanjutnya, disuruhnya anak-anaknya untuk bermain kapal-kapalan dengan lipatan kertas tersebut.

Maka suasana pilu yang penuh dengan nuansa kesedihan tadi serta merta berubah menjadi ceria ditengah rintik hujan. Atap rumah mereka boleh bocor, tapi justru itulah yang saat itu dapat menerbitkan senyum pada bibir anak-anaknya yang tengah asyik dengan mainan barunya. Atap rumah mereka boleh bocor, tapi tidak membuat jiwa mereka bocor dengan ratapan dan penyesalan atas apa yang telah Allah takdirkan untuk mereka hari itu. Subhanallah…!

Maka hal paling pahitpun dapat berubah menjadi begitu manis saat kita mencoba sedikit menggeser langkah dan memandang dari sudut yang berbeda. Bahwa di setiap duka, pasti ada akhir dengan senyuman pada setiap jenaknya. Wallahu a’lam.