Selasa, 11 Mei 2010

It's Life!


Lama rasanya tidak meluangkan waktu untuk kembali menyapa lewat kata. Dan diantara waktu itu ternyata telah berbagai macam hal yang terjadi dalam hidup saya. Yeah, rasanya tidak semuanya bisa dituliskan di sini. Sebab memang terkadang tidak semua hal harus diceritakan, tidak semua cerita harus dipermasalahkan.

Semakin waktu berlalu, semakin bertambah hari dan usia, rasanya masa depan semakin nampak, setidaknya gurat-gurat prediksinya, sebab hidup memang sanga-sangat-sangat unpredictable bagi saya. Akhir-akhir ini banyak hal yang terjadi yang rasanya selalu mengundang gumam, “Kok bisa, yah?”. Baik itu tentang hal-hal yang bisa mengembangkan senyum, maupun yang membuat mata berkaca karena haru atau amarah.


Ala kulli hal, pada beberapa titik yang saya lalui, saya sempat mengalami ‘down’, mungkin ini hal yang wajar, tapi terkadang konsep tentang kewajaran dan ke-manusiawi-an menjadi sangat tipis jaraknya dengan sikap melemahkan diri sendiri, meski telah jelas dikatakan betapa fluktuatifnya kondisi keimanan seseorang. Beberapa penyebabnya mungkin karena tenggelamnya saya dengan aktivitas dunia yang padat dan cukup menumpulkan nurani, intensitas berkumpul dengan akhwat yang jarang, dan beberapa masalah di rumah yang tidak sedang ingin saya bagi di sini.

Hingga saya yang pernah berikrar untuk tetap bertahan dalam hempasan apapun, pada suatu sore, di tengah carut marut pikiran dan jiwa, serta badan yang loyo oleh aktivitas fisik, memperlihatkan betapa lemahnya saya sebagai manusia, hingga kemudian berujar dalam hati, “Belum cukupkah, ya Allah?”. Astaghfirullah…

Dan ditengah kekalutan itu, rupanya Allah menjawab dengan Maha Pemurahnya pada hamba nista yang sangat kurang ajar ini. Bukan dengan hempasan masalah bertubi yang membuat saya makin terpuruk. Tidak juga dengan takdir baik yang menerbitkan senyum lebar. Tapi lewat lisan hambanya yang lain yang membuat saya dapat menangkap sebuah pelajaran hidup, dan mengetuk nurani saya sendiri, “Hey…, kurang apa lagi yang Allah berikan?


Itu terjadi saat seseorang menceritakan perihal seorang nenek pengemis yang rutin dating ke rumah saya tiap hari Jum’at. Nenek tua dengan kantong lusuh yang selalu ia bawa kemana-mana. Suatu hari, setelah mengambil haknya, beliau berkisah tentang anaknya yang cacat. Yah, nenek tua renta yang fakir itu punya seorang, tapi cacat! Bayangan sorot matanya yang penuh syukur saat menerima sedekah langsung hadir di pelupuk saya. Dan sontak membuat saya memandang diri ini, betapa saya begitu kufur dengan nikmat yang banyak ini, dan betapa ujian sedikit saja membuat saya langsung lupa dan seolah tak pernah diberi kesenangan sedikitpun! Astaghfirullah…


Belum selesai saya menekuri pelajaran dari sang nenek pengemis, saya kembali diingatkan lewat lisan seorang kawan yang dating pada saya. Beliau bercerita tentang hidupnya yang seolah terus menerus dirundung duka. Tentang masalah yang datang bertubi-tubi yang seolah tak mampu lagi ia jalani dengan jiwa tabah. Ia merasa telah berada di batasan tertinggi kesanggupannya.
Dan saya, hanya dapat berkata-kata dengan nasihat yang saya comot dari ayatNya. Juga tentang konsep ikhlas, syukur, dan sabar. Ya, saya berkata-kata untuknya, tapi sebenarnya kata-kata saya itu lebih untuk diri saya sendiri. Untuk diri yang lemah dan alpa ini.

Saya kembali diingatkan.

Betapa hidup memang adalah sebuah perjalanan panjang tempat belajar banyak hal. Tiap episodenya adalah susunan yang utuh dan penuh kesempurnaan. Kadang bukan segelas air sejuk yang tersaji saat kita kehausan. Kadang bukan cahaya terang yang langsung bersinar saat kita dalam gelap. Tapi pada akhirnya kita akan meraihnya juga. Dengan cara-cara yang kadang tidak kita duga. Jika kita masih bisa menyediakan hati untuk merenungi. Dan percaya bahwa selalu ada pilihan untuk lebih baik. Semoga. (11/05/10)

Teruntuk; diri saya sendiri… Se-ma-ngat! Allahu akbar!