Rabu, 22 Juli 2009

Hmm..., Afwan! Rambutnya Kelihatan..


Saya terkenang dengan cerita Ibu tentang keadaan muslimah masa lalu. Saat jilbab merupakan sesuatu yang asing dan sangat aneh di mata bangsa dengan penduduk Islam terbesar di dunia ini, kala itu. Maka saat itu, bermunculanlah para ‘pejuang-pejuang’ jilbab yang berusaha berdiri kokoh ditengah keterasingan mereka. Dalam sebuah komunitas besar mungkin mereka hanya bersendirian dan tak punya teman. Namun mereka tetap bertahan.

Konon, sempat santer berita tentang jilbab beracun, para ‘jilbaber’ dituduh ikut andil dalam menyebarkan racun pada makanan melalu selang yang disembunyikan di balik jilbabnya pada masa itu. Di masa lalu pula, begitu sulit untuk menggunakan jilbab di sekolah, bahkan ada sekolah yang katanya sampai melarang siswinya menggunakan jilbab, padahal mayoritas dari mereka adalah muslimah ! Betapa sulitnya menggunakan foto berjilbab untuk KTP atau SIM. Para jilbaber sekolah bahkan harus menandatangani surat pernyataan jika tetap keukeuh untuk berjilbab pada penjepretan untuk ijazah mereka. Belum lagi kejar-kejaran dengan guru untuk mempertahankan sehelai kain lambing supremasi keislaman mereka, atau rela mendapat nilai minus karena disensi oleh guru yang tak senang. Namun mereka tetap bertahan.

Kini…
Kita rupanya harus banyak mengucap syukur untuk begitu banyak kemudahan yang kita dapatkan. Tak dapat dipungkiri, menjamurnya jilbaber saat ini tak lepas dari andil para pejuang jilbab yang dulu terus bertahan dari segala kesulitan yang ada. Dan lihatlah ! Di kota kita, Makassar, dengan mudah kita melihat warna-warni jilbab dimana-mana, ia tumbuh seolah jamur di musim penghujan. Bahkan toko-toko yang khusus menjual jilbab juga bermunculan. Kita dengan mudah menunjukkan jati diri kita sebagai muslimah dengan jilbab-jilbab kita. Dan jilbabpun terus menjadi pesona di mana saja. Tanpa melihat status, mulai selebriti ibukota sampai dengan Mbak-Mbak jamu dengan beras kencurnya. Masya Allah !

Bahkan jangankan ‘jilbab-jilbab sederhana’ yang lazim ditemui, para pejilbab lebar bahkan yang lengkap dengan cadarnya pun bukan menjadi sesuatu yang asing, malah mulai menyentuh layer TV, meskipun dengan penggambaran yang kadang membuat kita miris sendiri. Seorang akhwat bercadar bahkan berkomentar bahwa mengapa seolah-olah syari’at tersebut dipermainkan dan katanya ada yang sampai dijadikan bahan komedi dan lawakan, digambarkan dengan tidak semestinya dan membuat para akhwat tersebut yang tadinya sering ‘dijahili’ dengan panggilan semisal ‘ninja’ atau dengan ucapan salam, kini berubah disapa menjadi ‘Aisyah….’ Dan kadang itu justru lebih memiriskan jiwa-jiwa mereka, wong Aisyah itu khan nama Ummahatul Mu’minin, istri dari Baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kok malah dijadikan bahan bercandaan ?

Maka, seiring dengan perkembangan jaman, jilbabpun rupanya juga ikut berkembang. Mulai dari yang dulunya berupa kain segiempat yang dilipat segitiga lalu disematkan dengan sebiji peniti, lalu berkembang dengan jilbab kaos yang praktis, terus berkembang dengan bordiran di sana-sini, ditambah aksesoris nan cantik, dengan berbagai motif dan ukuran !
Kita dapat melihat jilbab hitam kelam yang menutup rapat dari ujung kepala hingga nyaris ujung kaki, juga bersanding dengan jilbab imut berwarna ngejreng dengan ornament berkilap di sana-sini.

Yang sering saya perhatikan dari para jilbaber masa kini adalah dengan model jilbab-jilbab mini macam itu. Kadang, sang jilbab sebenarnya tidak mini-mini amat, tapi karena dipentul sana-sini, dijepit atau dipasangi bros sedemikian rupa, jadinya seperti membentuk kepala dengan jelas dan juga membentuk konde-konde sang jilbaber. Belum lagi dipadukan dengan baju-baju yang memang menutup aurat tapi dalam waktu bersamaan juga menampakkan lekuk-lekuknya karena saking ketatnya. Bawahannyapun tak mau kalah dengan perkembangan mode celana ‘botol’ yang menjadi kiblat gaya saat ini. Yang paling miris lagi kalau jilbab mini itu kemudian dimeriahkan dengan kemunculan beberapa lembar poni miring yang seolah tak mau kalah menampilkan diri. Lalu sebenarnya apa yang ingin ditutupi ? Jika ternyata leherpun tercetak, pun demikian dengan ikatan rambutnya yang terlihat, belum lagi dengan kainnya yang tidak cukup bahkan hanya untuk sekedar menjuntai menutupi dada, bukankah jilbab ini adalah syari’at atas dalil :
“…Dan hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya…” (QS. An Nur[24]31)

Si jilbab mini ini malah muncul dengan ‘kekurangan kain’ yang boro-boro menutupi seluruh tubuh, bahkan hanya menutup kepala sang pemakainya. Tidakkah kita ingin menengok salah satu lagi dalil jilbab ini :
“…Hendaklah mereka menutupi jilbabnya ke seluruh tubuh mereka…” (QS. Al Ahzab[33]:59)

Sangat sering saya jumpai pejilbab-pejilbab dengan jilbab rapi dari atas kepala hingga leher, tapi eh…, malah ujung rambutnya nongol dari baik si jilbab mini yang ternyata lebih pendek dari rambutnya sendiri. Tak jarang saya berlari-lari kecil mengejar mereka, mencolek bahunya dari belakang, lalu berkata dengan miris, “Hmm…afwan, rambutnya kelihatan…”


Untuk semua sudariku karena Allah,
Syari’at inilah yang memuliakan kita…
Seiring doa untuk kita semua,
Moga mendapatkan hidayah Allah,
Moga kita terus nasehat-menasehati dalam menetapi kebenaran
Dan nesehat-menasehati dalam menetapi kesabaran

Makassar, 29 Nov 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)