Selasa, 21 Juli 2009

Aku Masih Sangat Ingat (Catatan SMAGA Masa Lampau)


Aku masih sangat ingat...

Saat pertama kuinjak tempat itu sebagai salah satu dari ratusan siswinya yang lain. Waktu bahkan belum sampai pada pukul tujuh saat kami, para siswa baru, berkumpul di lapangan dalam sebuah acara Penyambutan Siswa Baru.

Angin mendesir sejuk, masih menyisakan dingin malam pada ujungnya. Memainkan rerimbun daun pohon besar yang berdiri kokoh, memayungi sebuah tepat duduk dari semen yang mengitarinya. Sebuah ruang dengan segala kesederhanaannya. Tak ada kendaraan mewah yang terparkir di sana. Bahkan beberapa teman pada perjalanan waktu selanjutnya tidak perduli masih mengendarai sepeda dengan seragam putih abu-abu mereka.

Segerombolan siswa baru dengan baju olah raga biru yang lumayan nyentrik berkumpul mendengarkan pengarahan. Kakak-kakak dengan seragam yang berbeda nampak mulai ’beraksi’ di depan para pendatang baru. Salah seorang dari mereka kemudian berkata, kira-kira begini ; ”Selamat datang di masa SMA, Masa-Masa yang paling indah !” ujarnya dengan bangga. Dan kebenaran pernyataan itu baru benar-benar saya akui sekarang. Saat kebersamaan dengan masa-masa itu tak lagi ada.

SMA Negeri 3 Makassar, dalam kurun waktu saya tercatat sebagai siswinya (kira-kira tahun 2004-2007) di mata saya adalah sebuah sekolah yang tidak begitu istimewa. Menengok fasilitas, penampakan luar, dan penampilan murid-muridnya, mungkin banyak orang yang akan sependapat dengan saya. Namun pemikiran saya sedikit demi sedikit mulai bergeser setelah melihat sekolah ini dari sudut yang berbeda. Menyaksikan tiap hari senin yang jarang sekali alpa dari riuh rendah tepukan bangga saat piala-piala kembali lagi disumbangkan. Melihat betapa beberapa ekskulnya lumayan disegani oleh sekolah-sekolah lainnya. Melihat prestasi akademik muridnya yang juga cukup untuk menimbulkan decak kekaguman. Di sisi itulah, saya melihat SMAGA yang berbega. SMAGA yang bisa saya banggakan.

Terlepas dari itu, SMAGA tetaplah SMAGA, yang entah mengapa berjalan bak siput jika kita membicarakan tentang sarana dan prasarana yang ada di dalamnya. Jangan tanyakan tentang aktifitas di lab yang kadang terkendala dengan alat dan bahan, atau paling minimal kami harus cukup puas menggunakan peralatan dengan debu tebal atau usia peralatan yang telah cukup uzur. Atau tentang salah satu ruangan di lantai dua yang dengan ajaibnya bisa ’tenggelam’ di musim hujan. Atau bagaimana kami bisa menemukan WC dengan menutup mata, yang penting punya penciuman yang sempurna. Ya, WC dengan bau ’semerbak’.

Namun, itulah SMAGA, dengan segala plus minusnya, dengan plusnya yang tak jarang disanjung oleh banyak orang. Atau minusnya yang tak jarang dimuat di buletin Jenius’03, yang sempat membuat angkatan saya geger karena pemanggilan-pemanggilan dari beberapa pihak. Sebuah gambaran bahwa kadang kita tak bisa bijak dalam menuai kritik, ataukah karena semangat idealisme masa remaja yang membuat pena kami terlalu tajam dan juga kurang pandai memilih kata yang ’cukup sopan’, entahlah..., yang jelas, semua pihak harus banyak berbenah.

Dalam perjalanan selanjutnya, dengan pergantian kepemimpinan, SMAGA juga mengalami beberapa perubahan. Mulai dari perbaikan tempat parkir dan pagar sekolah yang menyebabkan ditebangnya beberapa pohon (waktu masih jadi pengurus Jenius, saya pernah menuliskan hal ini dalam ’Pagar Makan Tanaman’), pemasangan ’Pagar Ari’, sebutan kami untuk pagar SMAGA yang berlapis-lapis, dan juga peremajaan tampilan SMAGA dari luar lainnya. Namun, perubahan itu, rupanya tak juga merubah beberapa hal yang masih saja mendarah daging di SMAGA. Beberapa hal yang seharusnya lebih dahulu kita ubah. Beberapa hal tentang kejujuran dan kehormatan kita sebagai insan pendidikan.

Aku masih sangat ingat...
Saat kebersamaan dengan SMAGA telah sampai pada ujungnya. Menatap pohon besar yang masih beridiri dengan kokoh di sana. Menemani perjalanan panjang sebuah sekolah dengan segala suka-dukanya. Semilir angin mamainkan ujung jilbab saya, masih terasa sama dengan hembusan halus yang pertama sekali saya rasakan. Melihat tiap pintu kelas yang menunggu penghuninya masuk dan memulai hari dengan semangat perjuangan. Juga lapangan dengan luas sederhana yang digunakan untuk berbagai macam keperluan. Dan saya masih memandang bangunan sekolah tempat banyak orang telah memulai kisahnya. Memandang dengan banyak harap, semoga kelak ia akan benar-benar berubah.

Untuk SMAGA tercinta,
Kenangan tentangmu tak akan terlupa..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)