Sabtu, 05 Januari 2013

Prinsip di Dunia Maya


Mungkin sejak zaman SMA saya mengenal dunia maya. Saat itu, internet belum semurah sekarang. Dengan telkomn*t instan, waktu itu tarifnya Rp 9.000 perjamnya. Dari seorang teman yang saya kenal dalam sebuah lomba, saya diajari membuat blog. Blog di blogspot yang sangat sederhana dan tidak ada pengunjungnya selain saya.

Selanjutnya, lewat seorang kenalan pula dalam sebuah lomba lainnya, saya membuat blog di Multiply (MP). Nasibnya sama.Sepi. Hingga kemudian suatu saat, saya tidak benar-benar ingat, saya menemukan keasyikan di dunia MP. Saya pun mulai meng-add sejumlah kawan yang benar-benar saya kenal di dunia maya saja. 

Beberapa orang pun meng-add saya, hingga jumlah contact saya ratusan. Oiya, bersamaan dengan itu, saya juga punya akun Friendster yang sekarang sudah tinggal kenangan itu.

Memasuki masa FB, saya sempat bersikukuh untuk tidak ingin membuat akun di socmed yang satu ini. Terlanjur nyaman dengan dunia MP. Hingga MP pun kemudian berinovasi dengan fasilitas postingan singkatnya (Quotes) yang jadi mirip dengan update status-nya FB. Waktu itu saya sempat buat FB juga pada akhirnya, karena harus ikut dalam sebuah grup untuk sebuah mata kuliah. Tapi saat mata kuliah itu selesai,  FB itupun saya hapus seketika. Sekali lagi, tidak nyaman.

Bagi saya waktu itu –bahkan mungkin hingga kini, FB terkesan sangat vulgar. Semua aktivitas kita di sana akan terbaca rekam jejaknya di wall dan bisa diakses oleh siapa saja. Waktu itu, saya tidak tahu saja bahwa ada settingan tertentu yang bisa membatasi hal-hal semacam itu. Maka saya tetap setiap pada MP. Hingga kemudian seorang kawan mengeluh, bahwa untuk membuka akun MP saya, membaca tulisan saya di sana, ternyata harus mengeluarkan banyak kuota internetannya. Akun MP itu ‘berat’, katanya.

Maka demi dia *hehehe...*, saya kembali membuat akun duplikasi di Blogspot (BS) yang memang lebih sederhana dan lebih ringan untuk dibuka. Sejak saat itu, si teman tadi sering mengcopas tulisan-tulisan saya di BS dan mempostingnya di note Fbnya. Saya masih terus berkesetiaan sebagai ‘blogger  aja’, bahkan meski teman saya itu bilang, bahwa tiap memposting tulisan saya, selalu banyak ‘like’ yang berdatangan, sambil terus memotivasi saya ber-FB ria, dengan niat yang benar tentunya.

Akhirnya, suatu waktu, entah di semester berapa perkuliahan, saya bismillah; membuka akun FB dengan maksud untuk menjadi salah satu media untuk sampaikan kebaikan. Maka fasilitas yang paling saya minati adalah ‘note’ dimana kita bisa men-tag contact kita dalam tulisan itu –sesuatu yang tidak ada di dunia blogging.

Saya sadar betul akan luasnya jurang fitnah yang menganga di dunia maya, pada fasilitas apapun yang kita gunakan. Namun tentu ada yang saya rasa berbeda antara dunia blog dengan FB ini. Meski ada berbagai macam fasilitas dan settingan, bagi saya, FB tetaplah vulgar dan teramat sangat dinamis. Cepat pula koneksinya, hingga begitu menggoda untuk mengupdate setiap saat. Maka untuk meminimalisir hal itu, saya punya satu prinsip kala itu; tidak akan berteman di FB dengan laki-laki yang tidak saya kenal di dunia nyata (pengecualian untuk mengadd panitia lomba misalnya, tapi itupun harus segera diremove kalau sudah tidak ada lagi urusan). Dengan asumsi, orang-orang yang saya kenal di dunia nyata lebih mungkin untuk memiliki ‘urusan yang jelas’ dengan saya. Sedangkan yang tidak, tentu akan lebih besar fitnahnya. Itu pemikiran saya saat itu. Maka friendlist saya di FB pun heterogen, ada kawan-kawan perempuan, ada pula kawan lelaki.

Untuk blog sendiri, saya anggap tidak bisa membatasinya demikian. Bagaimanapun, saya ingin apa yang saya sampaikan lewat tulisan itu mudah untuk diakses oleh siapa saja. Maka beberapa kawan di blog, bahkan yang sangat saya sukai tulisan-tulisannya, dan kadang pun berkunjung di blog saya, tetap tidak akan saya confirm saat meng-add saya di FB. Prinsipnya jelas; hanya berteman di FB dengan laki-laki yang saya kenal di dunia nyata!

Dalam perkembangan selanjutnya, saya menemukan bahwa apa yang selama ini saya jalani di FB tetap saja tidak bisa membuat saya berada pada posisi aman. Ternyata tetap saja ada celah fitnah di sana. Maka memang yang lebih menenangkan adalah dengan meninggalkan keraguan itu, ber-wara’ untuk menghindari syubhat. Setelah baca-baca, tanya-tanya, dan beberapa pertimbangan; akhirnya saya memutuskan; menghapus nama-nama lelaki yang bukan mahram dari friendlist FB. Salah satu pertimbangan lainnya adalah, bahwa di FB sudah ada fasilitas Grup-Grup tertentu, misalnya grup kawan-kawan kuliah, alumni sekolah, dll yang memungkinkan untuk tetap menjalin silaturahim dan membicaran urusan penting, dengan kawan lelaki yang saya kenal di dunia nyata itu –yang saya remove itu. Dan komunikasi di Grup ini tentu lebih terjaga, karena dapat dibaca oleh semua member grup.

Pada akhirnya saya menyadari, bahwa FB bukan hanya sekadar fasilitas yang digunakan saat ingin dipakai saja. Tapi, kadang meski tidak ingin dipakai sekalipun, godaan untuk memakainya meski tak butuh, dapat begitu kuat. Dan hal seperti itu yang terkadang bisa menimbulkan fitnah, sebab penggunaannya jadi asal-asalan. Ah, sungguh.. Kita saja yang mungkin tidak sadar betapa lemahnya perasaan kita sendiri saat dihadapkan pada jempol-jempol yang menyukai atau komentar dengan sanjung puji, dengan cepat bisa merasuklah penyakit hati. Jika bukan pada diri kita, maka mungkin pada orang lain yang berprasangka. Maka, hanya Allah saja sebaik-baik penjaga. 

Sebagian orang mungkin merasa aman dari hal yang saya khawatirkan itu. Bisa jadi. Ya, bisa jadi karena mungkin keimanannya lebih tebal daripada saya yang lemah ini. Sungguh, ini kembali pada masing-masing pribadi.

Dengan kasus yang sama dengan FB dulu, saat ini trend twitter mulai membahana dimana-mana. Seorang teman mengajak saya membuat akun berkicau ini. Tidak sama dengan alasan dahulu enggan ber-FB, saya justru dulu malas membuat Twitter justru karena merasa terlalu terbatasi.

Ya, pembatasan 160 karakter untuk orang yang terbiasa berpanjang kata seperti saya ini tentu akan sangat menyiksa. Tapi, ada pesona yang lain di sana. Pesona lautan ilmu. Saat ternyata Twitland diisi oleh orang-orang terkenal, orang-orang berilmu, orang-orang pintar, dan akun-akun bermanfaat yang kicauannya menyimpan makna. Apalagi, kita yang bukan siapa-siapa ternyata bisa merasa begitu dekat dengan mereka, bertanya, berinteraksi, juga mungkin, belajar adab. Ditambah lagi dengan teman yang ternyata biasa memotong-motong status panjang saya di FB dan mengkonversinya dalam kultwit yang konon banyak juga peminatnya.

Maka kembali, saya bismillah, membuat akun twitter juga. Seperti akun lainnya, niatan harus kembali diperjelas. Belajar dan berbagi (termasuk di dalamnya promosi, hehehe...)  Lalu aturan bagi diri sendiri pun harus jelas pula; hanya akan memfollow akun yang kiranya memang benar-benar manfaat, menghindari fitnah. Jika pun memfollow untuk alasan menyambung silaturahim (baca: gaul) dengan beberapa kawan yang sudah kenal di dunia nyata, maka hanya boleh yang wanita saja. Untuk followers sendiri, sebab twitter adalah mikroblog, maka perlakuan yang sama seperti di BS dan MP pun saya berlakukan. Siapa saja, monggo, jika memang ingin memfollow dan merasa bisa mengambil manfaat, asal tidak mempersyaratkan follback. Kemudian mention-mentionan itu, betul-betul diupayakan untuk yang aman-aman saja. Sekali lagi, semoga Allah akan terus menjaga.

Bagi sebagian orang, mungkin menganggap ini terlalu berlebihan, kikuk, tidak santai, dan kaku. Tapi bagi saya pribadi, dunia maya memang harus diperlakukan seperti itu. Sebab meski memang tidak benar-benar nyata, toh pada akhirnya harus dipertanggungjawabkan pula. Terlebih lagi, terkadang kita merasa agak kelepasan dalam menggunakannya, justru karena ia bersifat maya. Aih, di dunia nyata saja ada banyak aib yang bisa disembunyikan, apalagi di tempat yang maya, bukan?

Sebagian yang lain mungkin menganggap saya masih cukup ‘berani’ dalam hal ini. Apalagi dengan ‘muncul’ dengan nama pribadi, sama sekali tidak menutup diri. Belum lagi dengan kebiasaan yang sulit berhenti hingga kini; membicarakan diri sendiri. Ah, Allah.. Cukuplah Engkau saja yang menilai niat kami. Beberapa saudari saya kenal benar-benar berhati-hati. Hanya berteman dengan murni perempuan di FB, plus memprotect akun Twitternya. Kepada mereka, saya salut dengan upayanya menjaga diri, tentu ini bukanlah pertanda bahwa keimanan mereka tipis, sehingga harus begitu membatasi diri, bahkan mungkin bisa jadi sebaliknya. Tetap saja, tiap orang punya alasan masing-masing. Dan tiap kita beramal dengan keilmuan dan pemahaman kita masing-masing. Sumbernya jelas; Al Qur’an dan Sunnah. Semoga Allah mengistiqamahkan mereka yang terjaga, dan memberikan kita semua hidayah untuk mengikuti jejaknya.

Maka, semua aturan yang saya buat untuk akun-akun saya itu, tentu tidak mutlak. Besok-besok, mungkin akan ada yang berubah. Semoga, perubahannya ke arah yang lebih baik.

Mungkin ada orang yang menganggap, berdakwah lewat dunia maya itu tidak begitu bernilai, tidak nyata, dan hanya buang waktu saja. Tapi saya selalu ingat sebuah tulisan ustadz Fauzil Adhim tentang da’i pelosok yang rela berjauh-jauh dari keramaian untuk sampaikan dakwah. lalu mengapa kita, yang telah terfasilitasi dengan media, begitu malas meski hanya sampaikan kebenaran lewat sosial media? Wallahu a’lam. 

Makassar, 6 Januari 2013

6 komentar:

  1. saya malah ketinggalan..

    saya baru punya fs pas orang udah ramai pindah ke fb...hehe

    baru punya twiter setelah orang udah puya banyak falower #tapi belum sekalipun bercuap-cuap di tuiter..

    Blog..uhm baru seteahun ini..tgl 4 kemarin tepat setahun..

    FB..ini yg aktif...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tak apalah kak.. Keaktifan di dunia maya tidak menunjukkan apa-apa kok :)

      Hapus
  2. Bismillah

    Setuju...
    ^_^
    Sesama penghuni twitland, saya pun menemukan org2 berilmu lebih mudah di twitland berharap kecipratan kebaikannya,, Insya Allah

    BalasHapus
  3. Betul mba, berbuat baik tidak mengenal waktu dan tempat, tapi kudu mengenal juga situasi dan kondisi :)

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)