Jumat, 04 Januari 2013

My Hero is Me!


Saya: We Indy, hari ini toh, kayaknya merasa perjalananku itu heroik sekali..
Indy: Heroik kenapa? Siapa yang kau bantu?
Saya: Err..., ndak ada ji iya.. Tapi kubantu diriku sendiri!
Indy: Kau tauji apa artinya itu heroik ka?”
Saya: ....

Baiklah. Terlepas dari betapa sarkasnya si Indy dalam menanggapi cerita saya yang bahkan belum di mulai. Saya tetap menganggap beberapa hari ini, saya sudah melakukan beberapa hal yang heroik dalam hidup saya *maksa*. Ya.. heroik untuk diri sendiri sih sebenarnya.. Hehehe.. Ini. Kisah. Saya

1 Januari 2013 ~tahun baru yang kelabu
Ya, kelabu. Sebab pasca para peraya tahun baru itu menembakkan kembang api ke langit,esoknya pagi hingga malam, langit balas dendam dengan menembakkan hujannya ke bumi. Nyak nyok nyang! Dan hari itu, setelah beberapa jam tidur pagi untuk menuntaskan ngantuk sepulang dari tempat pengungsian-tahun-baru, saya terjadwal untuk sebuah keperluan di ba’da dhuhur. Maka, qabla dhuhur pun saya siap-siap untuk berangkat. Hujan masih turun, meski hanya rerintik. Setelah ready, saya pun segera menyebrang ke rumah tetangga saya yang tidak lain dan tidak bukan adalah tante ojek yang setia. Hehehe..

Si tante ojek sampai kaget waktu saya memanggilnya dari depan pagar. Lututnya bergetar, katanya. Rupanya dia baru bangun setelah semalaman pun terganggu dengan suara petasan. Saya pun menunggu tante ojek siap-siap; pakai jaket, ambil helm, ambil mantel. Ternyata, dalam masa penantian itu, curah hujan makin deras. Makin deras. Makin deras. Ya ampyun, haruskah saya tetap berangkat? Tapi, bismillah saja. Saya pun melaju sambil berlindung di balik ekor mantel tante ojek. Setengah perjalanan menuju tempat ambil angkot, hujan bukannya tambah reda, malah makin keras. Setengah badan saya basah kuyup dibuatnya. Sempat terpikir lagi untuk balik arah: pulang! Tapi terlanjur basah, ah. Bismillah lagi deh.. Lanjuuut...

Naik di angkot, saya sudah sangat-sangat-basah. Harus ganti angkot 2 kali pula. Alhamdulillah sampai tujuan dengan selamat sentosa di daerah Antang. Nah, pas pulang.. Hujan masih awet aja. Rata pula di seluruh kota sampai ke rumah saya yang pelosok itu. Di jalan, atas nama penghematan, saya sengaja ambil rute yang agak panjang. Lama pula. Hampir agak-agak keliling kota sebenarnya. Pas harus ganti angkot, saya masih PD berteduh di bawa payung sendiri. Mandiri gitu lo.. Tapi angkot berikutnya yang harus saya tumpangi tak muncul juga. Yang dinantikan tak kunjung datang *kok kayak jodoh yah.. #eh*. Akhirnya saya putuskan untuk pindah berteduh di sebuah teras rumah semi ruko yang pagarnya terbuka lebar. Sebelumnya, ada beberapa orang yang berteduh di sana juga. Tapi karena saya kelamaan, akhirnya tersisalah saya seorang. Sampai lampu teras itu menyala, sampai si empunya rumah keluar, sampai bapak-bapak sipit-putih-tampang sangar itu menunjuk keluar pagar, saya diusir dengan cara yang lumayan halus tapi agak kasar juga, sih. Saya ngeloyor saja keluar, sampai lupa bilang makasih. Yuk, mari.

Akhirnya saya putuskan naik angkot rute lain. Berharap di tengah jalan nanti ketemu sama angkot yang seharusnya saya tumpangi. Di angkot itu, ada pula anak kecil yang berisik sekali. Tambah puyenglah kepala ini. Alhamdulillah, angkot yang saya harapkan muncul juga. Berlarilah saya menujunya.. Lalu hari itupun selesai. Heroik khan? Hehehe..

2 Januari 2013~ Kampus ini Sepi tanpa Angkot, Pak Rektor
Entah apa yang saya lakukan dari pagi sampai jelang Dhuhur *lupa*. Yang pasti, saya baru cabut dari rumah setelah siang tiba. Tapi matahari tidak muncul juga, hujan masih setia mengguyur. Dari twitter, saya sudah dengar selentingan bahwa hari ini angkot jurusan kampus kembali dilarang masuk kampus. Halte di workshop dan bus kampus mulai difungsikan. Saya pikir; ihhiy...akhirnya bisa merasakan naik bus kampus juga *iya, saya memang katro, kodong. Tapi alih-alih naik bus kampus, ini angkot menuju kampus kok tidak muncul-muncul yak? Awalnya saya pikir karena jalanan di Pettarani hari itu agak macet. Setelah nunggu...nunggu... Saya pikir: YA GAK GINI JUGA KALE... Akhirnya saya putuskan naik angkot dengan kode E, menuju Urip, dengan asumsi, kali aja di sana nemu angkot kode 02 atau 05 yang menuju kampus. 

Ternyata tidak juga. Jadilah saya naik yang rute ke Daya, dengan resiko hanya bisa sampai pintu 1 unhas, tidak sampai halte tempat bus berada, singkat cerita; mimpi untuk naik bus kampus tinggal mimpi belaka...

Akhirnya saya turun di pintu 1. Berjingkat-jingkat melewati kubangan air, lalu masuk kampus. Perjalanan masih jauh, anak baik! Ujar saya pada diri sendiri. Tapi, saya kemudian menemukan sesosok bus merah yang berdiri gagah. Sayangnya, bus itu tidak bertuan. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Saya pun patah hati. Akhirnya lanjut jalan lagi, sambil terus melirik malu-malu ke arah bus.

Eh, pucuk dicinta ulam pun tiba! Seorang bapak-bapak setengah baya mendapati lirikan saya, lalu dengan penuh harapan diapun berujar setengah teriak kepada saya yang diseberang jalan. “Mauki masuk dek? Naik ini mi saja!” ujarnya sambil menunjuk pada bus merah. Uhhuy! Alhamdulillah.. Akhirnya jadi naik bus juga...! Maka naiklah saya, di kursi terdepan di derat kiri. Lalu turun dengan sukacita di bundaran dekat rektorat. Tiba dengan selamat demi mengumpulkan laporan magang, mengurus berkas sidang, dan sadar; ternyata saya lupa bawa kwitansi pembayaran SPP yang dibutuhkan.. Jadilah saya dipelototi mbak Tina. Hehehe.. Maap ya...

3 Januari 2013~Bersenang-senang Dahulu Bersakit Hati, Sakit Betis, Sakit Punggung Kemudian
Hari kedua setelah isu angkot-kampus-dilarang-masuk mengemuka. Saya berangkat agak pagi kali ini. Ingin melanjutkan mengurus berkas lagi. Sayang, laporan saya yang targetnya harus saya kumpul hari itu, ternyata tidak juga rampung hingga injury time tiba. Saya pun berangkat dengan tangan dan hati yang hampa. Sebenarnya, saya sudah cukup menyiapkan mental, kalau-kalau harus kembali mengulang rute yang kemarin. Tapi ternyata, adaji tawwa lewat mobil biru berkode 07 itu. Alhamdulillah, tidak jadi nyambung-nyambung angkot lagi dong! Senang dan riang sih awalnya. 

Tapi petaka itu baru muncul ketika gerombol supir angkot nampak menghentikan teman-temannya sebelum pintu 1 menjelang. Urusan mereka belum selesai, dan mereka tetap tak sudi mengantar hanya sampai halte bus. Kami masuk kampus, atau kami turunkan mahasiswa di luar kampus! Kira-kira itu prinsip mereka. Sayangnya, kejadian manis dengan bus kampus di pintu 1 kemarin hanyalah masa lalu, tidak terulang lagi. Saya pun harus berjalan kaki menuju fakultas. Sesekali menengok kebelakang, berharap ada bus yang lewat atau seseorang yang sudi memberi tumpangan. Betis mulai nyut-nyut menopang badan saya yang jadi lebih berat akibat setumpuk buku Jeda Sejenak yang sedianya hari itu saya stok ke toko buku Graha Media Mtos (kelengkapan penjelasan ini dalam rangka promosi.. Hayo...siapa yang belum beli..

Akhirnya sampai di kampus dengan bersimbah peluh, padahal udara lagi dingin-dingin-empuk gara-gara hujan rintik. Sebelumnya, saya melewati genangan air, dan danau unhas yang hampir menyambung menjadi satu karena meluap, dan pemilik kendaraan pribadi yang mau sekaliki’ naserempet. Punggung sakit pula menenteng buku-buku. Tapi perjuangan baru saja dimulai. Hilir mudiklah saya mengurus berkas-berkas dari fakultas-rektorat-fakulast-tempat fotocopy-fakultas. Lalu, melirik ke ruangan Prof tempat kemarin saya mengumpul laporan, dan ternyata belum diperiksa. Huhuhu.. Sa'bara'ki' di'

Siangnya hujan turun dengan semangat; deras. Masih ada pantulan laporan kelompok yang harus dibahas dengan teman-teman, dan harus saya bawa pulang untuk diperbaiki. Sorenya, seseorang yang baik hati datang menjemput dengan estilo sejuknya –membuat saya bingung pas dia bilang parkir di depan himpunan teknik. Dimana pula itu.. Tapi akhirnya ketemu, lalu kami bersama ke GrahaMedia untuk mengurus kontrak kerjasama dan menyetok buku. Uhhuy! Alhamdulillah...

4 Januari 2013 –Perkenalkan, Ibu-Ibu Rempong Wanna Be
Polemik angkot kampus masih berlanjut. Kali ini pengalaman yang disuguhkan lain lagi. Si angkot tetap muncul di jalan Pettarani yang macetnya minta ampyun karena ada perhelatan para calon gubernur di depan KPU. Perjalanan pun memanjang menjadi satu setengah jam, yang sedianya hanya sekitar 45 menit! Syukurnya, kali ini si angkot bisa masuk kampus. Di dalam perjalanan, saya sempat terima sms yang mengabarkan bahwa laporan yang saya kumpul kemarin dulu, sudah ACC; alhamdulillah... Alhamdulillah juga, laporan yang kemarin belum rampung itu sudah berhasil saya rampungkan karena semalaman begadang.Ya, ini begadang yang ada artinya kok, Bang Oma.

Sampai kampus, ambil laporan yang ACC, kumpul laporan yang baru selesai diperbaiki, lalu menyusul teman-teman yang sedang mengumpul laporan lainnya. Laporan yang ketiga ini ternyata masih harus saya perbaiki lagi, saya putuskan memperbaikinya dulu sebelum menghadap pembimbing. Maka saya pulang agak cepat hari ini. Nah, mumpung pulang tidak sore dan hujannya agak-agak kalem, saya putuskan untuk singgah ke sebuah toko penjual alat-alat rumah tangga; demi menuntaskan misi membeli kado pernikahan untuk seorang kakak. Berteman seorang sahabat yang sedang hamil, saya pun melangkah dengan optimis ke toko itu. 

Setelah liat-liat, ngomong ke SPGnya, nunggu cukup lama, akhirnya belanjaan selesai. Terdiri atas dus sebesar kardus mie, dan kantong plastik dengan besar yang hampir sama dengan dus itu. Awalnya saya sempat berpikir untuk menitipkan sebagian barang itu di kamar sahabat yang menemani saya, mumpung lokasinya cukup dekat dari toko itu. Tapi tidak jadi karena kamarnya sepertinya sudah cukup ramai dengan beberapa anggota keluarganya yang datang. Maka bismillah, saya memutuskan membawa seabrek barang itu pulang. Memilih angkot yang agak-agak sepi. lalu duduk di pojokan sambil mengusahakan agar barang itu tidak mengganggu kenyamanan penumpang lain. Persis ibu-ibu yang biasanya nampak rempong selepas belanja panci dan kawan-kawannya! Hitung-hitung buat latihan.. #bukankode

Menjelang turun, hujan yang tadinya kalem, tiba-tiba beringas. Dalam keadaan seperti itu, saya tidak punya tangan ekstra untuk memegang payung. Akhirnya saya pun menerobos hujan menuju daeng bentor. Alhamdulillah... Akhirnya saya bisa tiba dengan selamat di rumah meski agak-agak basah.

---------------------------------
Hehehe... Itulah serangkaian hari-hari yang menurut saya heroik. Ya, saya merasa jadi pahlawan untuk diri sendiri karena bisa melawan rasa malas dan kondisi tidak nyaman untuk hal-hal yang memang saya butuhkan, sih.. Jadi entah bisa disebut heroik atau tidak sebenarnya.Hehehe...

Pesan moralnya adalah; kadangkala, kita memang butuh untuk memaksakan diri kita sendiri, keluar dari zona nyaman, jika memang kita ingin memenuhi tiap target yang sudah kita rencanakan. Untuk itu kita butuh sosok hero, dan tidak usah jauh-jauh, sebab ia ada dalam dirimu sendiri. Salam super! 

*setelah serangkaian kepahlawanan ini, rasanya saya perlu me-reward diri saya dengan seloyang pizza, deh.. #alasan

Makassar, 4 Januari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)