Saya: We Indy, hari ini toh,
kayaknya merasa perjalananku itu heroik sekali..
Indy: Heroik kenapa? Siapa yang
kau bantu?
Saya: Err..., ndak ada ji iya..
Tapi kubantu diriku sendiri!
Indy: Kau tauji apa artinya itu
heroik ka?”
Saya: ....
Baiklah. Terlepas dari betapa
sarkasnya si Indy dalam menanggapi cerita saya yang bahkan belum di mulai. Saya
tetap menganggap beberapa hari ini, saya sudah melakukan beberapa hal yang
heroik dalam hidup saya *maksa*. Ya.. heroik untuk diri sendiri sih sebenarnya..
Hehehe.. Ini. Kisah. Saya
1 Januari 2013 ~tahun baru yang kelabu
Ya, kelabu. Sebab pasca para
peraya tahun baru itu menembakkan kembang api ke langit,esoknya pagi hingga
malam, langit balas dendam dengan menembakkan hujannya ke bumi. Nyak nyok nyang! Dan hari itu, setelah
beberapa jam tidur pagi untuk menuntaskan ngantuk sepulang dari tempat
pengungsian-tahun-baru, saya terjadwal untuk sebuah keperluan di ba’da dhuhur.
Maka, qabla dhuhur pun saya siap-siap untuk berangkat. Hujan masih turun, meski
hanya rerintik. Setelah ready, saya
pun segera menyebrang ke rumah tetangga saya yang tidak lain dan tidak bukan
adalah tante ojek yang setia. Hehehe..
Si tante ojek sampai kaget waktu
saya memanggilnya dari depan pagar. Lututnya bergetar, katanya. Rupanya dia
baru bangun setelah semalaman pun terganggu dengan suara petasan. Saya pun
menunggu tante ojek siap-siap; pakai jaket, ambil helm, ambil mantel. Ternyata,
dalam masa penantian itu, curah hujan makin deras. Makin deras. Makin deras. Ya ampyun, haruskah saya tetap
berangkat? Tapi, bismillah saja. Saya pun melaju sambil berlindung di balik
ekor mantel tante ojek. Setengah perjalanan menuju tempat ambil angkot, hujan
bukannya tambah reda, malah makin keras. Setengah badan saya basah kuyup
dibuatnya. Sempat terpikir lagi untuk balik arah: pulang! Tapi terlanjur basah,
ah. Bismillah lagi deh.. Lanjuuut...
Naik di angkot, saya sudah
sangat-sangat-basah. Harus ganti angkot 2 kali pula. Alhamdulillah sampai
tujuan dengan selamat sentosa di daerah Antang. Nah, pas pulang.. Hujan masih awet aja. Rata
pula di seluruh kota sampai ke rumah saya yang pelosok itu. Di jalan, atas nama
penghematan, saya sengaja ambil rute yang agak panjang. Lama pula. Hampir
agak-agak keliling kota sebenarnya. Pas harus ganti angkot, saya masih PD
berteduh di bawa payung sendiri. Mandiri
gitu lo.. Tapi angkot berikutnya yang harus saya tumpangi tak muncul juga.
Yang dinantikan tak kunjung datang *kok
kayak jodoh yah.. #eh*. Akhirnya saya putuskan untuk pindah berteduh di
sebuah teras rumah semi ruko yang pagarnya terbuka lebar. Sebelumnya, ada
beberapa orang yang berteduh di sana juga. Tapi karena saya kelamaan, akhirnya
tersisalah saya seorang. Sampai lampu teras itu menyala, sampai si empunya
rumah keluar, sampai bapak-bapak sipit-putih-tampang sangar itu menunjuk keluar
pagar, saya diusir dengan cara yang lumayan halus tapi agak kasar juga, sih.
Saya ngeloyor saja keluar, sampai lupa bilang makasih. Yuk, mari.
Akhirnya saya putuskan naik
angkot rute lain. Berharap di tengah jalan nanti ketemu sama angkot yang seharusnya
saya tumpangi. Di angkot itu, ada pula anak kecil yang berisik sekali. Tambah
puyenglah kepala ini. Alhamdulillah, angkot yang saya harapkan muncul juga.
Berlarilah saya menujunya.. Lalu hari itupun selesai. Heroik khan? Hehehe..
2 Januari 2013~ Kampus ini Sepi tanpa Angkot, Pak Rektor
Entah apa yang saya lakukan dari
pagi sampai jelang Dhuhur *lupa*. Yang pasti, saya baru cabut dari rumah
setelah siang tiba. Tapi matahari tidak muncul juga, hujan masih setia
mengguyur. Dari twitter, saya sudah
dengar selentingan bahwa hari ini angkot jurusan kampus kembali dilarang masuk
kampus. Halte di workshop dan bus kampus mulai difungsikan. Saya pikir; ihhiy...akhirnya bisa merasakan naik bus
kampus juga *iya, saya memang katro, kodong.
Tapi alih-alih naik bus kampus, ini angkot menuju kampus kok tidak
muncul-muncul yak? Awalnya saya pikir karena jalanan di Pettarani hari itu agak
macet. Setelah nunggu...nunggu... Saya pikir: YA GAK GINI JUGA KALE... Akhirnya
saya putuskan naik angkot dengan kode E, menuju Urip, dengan asumsi, kali aja
di sana nemu angkot kode 02 atau 05 yang menuju kampus.
Ternyata tidak juga.
Jadilah saya naik yang rute ke Daya, dengan resiko hanya bisa sampai pintu 1
unhas, tidak sampai halte tempat bus berada, singkat cerita; mimpi untuk naik
bus kampus tinggal mimpi belaka...
Akhirnya saya turun di pintu 1.
Berjingkat-jingkat melewati kubangan air, lalu masuk kampus. Perjalanan masih jauh, anak baik! Ujar
saya pada diri sendiri. Tapi, saya kemudian menemukan sesosok bus merah yang
berdiri gagah. Sayangnya, bus itu tidak bertuan. Tidak ada tanda-tanda
kehidupan. Saya pun patah hati. Akhirnya lanjut jalan lagi, sambil terus
melirik malu-malu ke arah bus.
Eh, pucuk dicinta ulam pun tiba! Seorang
bapak-bapak setengah baya mendapati lirikan saya, lalu dengan penuh harapan
diapun berujar setengah teriak kepada saya yang diseberang jalan. “Mauki masuk dek? Naik ini mi saja!” ujarnya
sambil menunjuk pada bus merah. Uhhuy! Alhamdulillah.. Akhirnya jadi naik bus
juga...! Maka naiklah saya, di kursi terdepan di derat kiri. Lalu turun dengan
sukacita di bundaran dekat rektorat. Tiba dengan selamat demi mengumpulkan
laporan magang, mengurus berkas sidang, dan sadar; ternyata saya lupa bawa
kwitansi pembayaran SPP yang dibutuhkan.. Jadilah saya dipelototi mbak Tina.
Hehehe.. Maap ya...
3 Januari 2013~Bersenang-senang Dahulu Bersakit Hati, Sakit Betis,
Sakit Punggung Kemudian
Hari kedua setelah isu
angkot-kampus-dilarang-masuk mengemuka. Saya berangkat agak pagi kali ini.
Ingin melanjutkan mengurus berkas lagi. Sayang, laporan saya yang targetnya
harus saya kumpul hari itu, ternyata tidak juga rampung hingga injury time tiba. Saya pun berangkat
dengan tangan dan hati yang hampa. Sebenarnya, saya sudah cukup menyiapkan
mental, kalau-kalau harus kembali mengulang rute yang kemarin. Tapi ternyata,
adaji tawwa lewat mobil biru berkode
07 itu. Alhamdulillah, tidak jadi nyambung-nyambung angkot lagi dong! Senang
dan riang sih awalnya.
Tapi petaka itu baru muncul
ketika gerombol supir angkot nampak menghentikan teman-temannya sebelum pintu 1
menjelang. Urusan mereka belum selesai, dan mereka tetap tak sudi mengantar
hanya sampai halte bus. Kami masuk
kampus, atau kami turunkan mahasiswa di luar kampus! Kira-kira itu prinsip
mereka. Sayangnya, kejadian manis dengan bus kampus di pintu 1 kemarin hanyalah
masa lalu, tidak terulang lagi. Saya pun harus berjalan kaki menuju fakultas.
Sesekali menengok kebelakang, berharap ada bus yang lewat atau seseorang yang
sudi memberi tumpangan. Betis mulai nyut-nyut menopang badan saya yang jadi
lebih berat akibat setumpuk buku Jeda
Sejenak yang sedianya hari itu saya stok ke toko buku Graha Media Mtos (kelengkapan penjelasan ini dalam rangka
promosi.. Hayo...siapa yang belum beli..)
Akhirnya sampai di kampus dengan
bersimbah peluh, padahal udara lagi dingin-dingin-empuk gara-gara hujan rintik. Sebelumnya, saya melewati genangan air, dan danau unhas yang hampir
menyambung menjadi satu karena meluap, dan pemilik kendaraan pribadi yang mau sekaliki’ naserempet. Punggung sakit
pula menenteng buku-buku. Tapi perjuangan baru saja dimulai. Hilir mudiklah saya
mengurus berkas-berkas dari fakultas-rektorat-fakulast-tempat
fotocopy-fakultas. Lalu, melirik ke ruangan Prof tempat kemarin saya mengumpul
laporan, dan ternyata belum diperiksa. Huhuhu.. Sa'bara'ki' di'
Siangnya hujan turun dengan
semangat; deras. Masih ada pantulan laporan kelompok yang harus dibahas dengan
teman-teman, dan harus saya bawa pulang untuk diperbaiki. Sorenya, seseorang
yang baik hati datang menjemput dengan estilo sejuknya –membuat saya bingung
pas dia bilang parkir di depan himpunan teknik. Dimana pula itu.. Tapi akhirnya ketemu, lalu kami bersama ke
GrahaMedia untuk mengurus kontrak kerjasama dan menyetok buku. Uhhuy!
Alhamdulillah...
4 Januari 2013 –Perkenalkan, Ibu-Ibu Rempong Wanna Be
Polemik angkot kampus masih
berlanjut. Kali ini pengalaman yang disuguhkan lain lagi. Si angkot tetap
muncul di jalan Pettarani yang macetnya minta ampyun karena ada perhelatan para
calon gubernur di depan KPU. Perjalanan pun memanjang menjadi satu setengah
jam, yang sedianya hanya sekitar 45 menit! Syukurnya, kali ini si angkot bisa masuk kampus. Di dalam perjalanan, saya
sempat terima sms yang mengabarkan bahwa laporan yang saya kumpul kemarin dulu,
sudah ACC; alhamdulillah... Alhamdulillah juga, laporan yang kemarin belum
rampung itu sudah berhasil saya rampungkan karena semalaman begadang.Ya, ini begadang yang ada artinya kok, Bang Oma.
Sampai kampus, ambil laporan yang
ACC, kumpul laporan yang baru selesai diperbaiki, lalu menyusul teman-teman
yang sedang mengumpul laporan lainnya. Laporan yang ketiga ini ternyata masih
harus saya perbaiki lagi, saya putuskan memperbaikinya dulu sebelum menghadap
pembimbing. Maka saya pulang agak cepat hari ini. Nah, mumpung pulang tidak
sore dan hujannya agak-agak kalem, saya putuskan untuk singgah ke sebuah toko
penjual alat-alat rumah tangga; demi menuntaskan misi membeli kado pernikahan
untuk seorang kakak. Berteman seorang sahabat yang sedang hamil, saya pun
melangkah dengan optimis ke toko itu.
Setelah liat-liat, ngomong ke
SPGnya, nunggu cukup lama, akhirnya belanjaan selesai. Terdiri atas dus sebesar
kardus mie, dan kantong plastik dengan besar yang hampir sama dengan dus itu.
Awalnya saya sempat berpikir untuk menitipkan sebagian barang itu di kamar
sahabat yang menemani saya, mumpung lokasinya cukup dekat dari toko itu. Tapi
tidak jadi karena kamarnya sepertinya sudah cukup ramai dengan beberapa anggota
keluarganya yang datang. Maka bismillah, saya memutuskan membawa seabrek barang
itu pulang. Memilih angkot yang agak-agak sepi. lalu duduk di pojokan sambil
mengusahakan agar barang itu tidak mengganggu kenyamanan penumpang lain. Persis
ibu-ibu yang biasanya nampak rempong selepas belanja panci dan
kawan-kawannya! Hitung-hitung buat latihan.. #bukankode
Menjelang turun, hujan yang
tadinya kalem, tiba-tiba beringas. Dalam keadaan seperti itu, saya tidak punya
tangan ekstra untuk memegang payung. Akhirnya saya pun menerobos hujan menuju daeng bentor. Alhamdulillah... Akhirnya
saya bisa tiba dengan selamat di rumah meski agak-agak basah.
---------------------------------
Hehehe... Itulah serangkaian
hari-hari yang menurut saya heroik. Ya, saya merasa jadi pahlawan untuk diri
sendiri karena bisa melawan rasa malas dan kondisi tidak nyaman untuk hal-hal
yang memang saya butuhkan, sih.. Jadi entah bisa disebut heroik atau tidak
sebenarnya.Hehehe...
Pesan moralnya adalah;
kadangkala, kita memang butuh untuk memaksakan diri kita sendiri, keluar dari
zona nyaman, jika memang kita ingin memenuhi tiap target yang sudah kita
rencanakan. Untuk itu kita butuh sosok hero,
dan tidak usah jauh-jauh, sebab ia ada dalam dirimu sendiri. Salam super!
*setelah serangkaian kepahlawanan ini, rasanya saya perlu me-reward
diri saya dengan seloyang pizza, deh.. #alasan
Makassar, 4 Januari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)