Jumat, 09 Maret 2012

Catatan Perjanalan


Potret Pagi

Bocah melambaikan tangan pada bunda, hendak ke sekolah. Tas punggungnya menyembul, berat, sebesar batang tubuhnya. Saat motor melaju, hembusan angin merayunya untuk kembali melanjutkan tidur. Maka terantuk-antuklah kepalanya pada punggung sang ayah. Matanya redup, sesekali mengerjap. Ah, bunda tadi m'bangunkan terlampau cepat. Kedua tangan gemuknya melingkar pada perut ayah. Saat lingkarannya mengendur, ayah menggoyangkan diri agar ia kembali terjaga. Dilewatinya polisi lalu lintas yg sibuk mengurai macet. 'Berpegang,nak! Jangan sampai jatuh dan celaka' seru pak polisi saat menyaksikannya

Para lelaki berdesakan di jalan dgn kendara. Entah sejak kapan mobil dan motor melahirkan layaknya kucing. Banyak sekali. Mencipta macet di ruas-ruas jalan. Para lelaki menyelip, melambung, mengebut. Diantaranya ada pula yg bersabar, mendahulukan m'beri jalan. Mungkin ia ingat, demikian agama mengajarkan.

Para wanita berdesak di angkutan kota. Ada yg memilih pojoknya, agar tidur dapat berlanjut dari jeda. Ada yg menelepon kawan di seberang, mungkin telah lama mereka tidak saling memandang. Ada yg menekuri buku, membaca. Siapa tahu dosen pagi ini kembali bertanya dalam kuis yg diambil nilainya. Ada pula yg setengah mati memekik 'KIRI PAK!',mungkin sebab suaranya terlalu lembut, hingga harus didukung koor seantero angkot. Ada yg sesekali melihat keluar jendela, lalu sesekali mengetik di hapenya. Bukan sms ria, ia sedang belajar membuat cerita.

15/2/12
dlm perjalanan rumah-kampus


Mari Pulang!

Pucuk malam ditingkahi rintik hujan yg awet sejak pagi tadi. Hujan awal hari yg tiba-tiba, mengagetkan para wanita yg tdk mengamalkan 'sedia payung sebelum hujan'. Saya pun akhirnya menjadikan jas krem apoteker sbg payung dadakan sebab payung saya ternyata hanya tahan semusim saja.


Dalam perjalanan ini, saya mengamati wajah2 lelah dlm angkot. Mencoba menebak pikiran mereka yg menatap kosong ke luar jendela. Entah mengapa saya tiba2 teringat bapak. Yah, lelaki pertama itu. Lelaki yg menceritakan kisah nabi musa dan khidir di masa kanak saya. Lelaki yg berinisiatif merekam hapalan shalat dan surah pendek yg saya rapal dikala 3 tahun.. Haha, selalu terkikik kami saat mendengarnya kembali. Bapak suatu waktu menemani begadang sambil mengelus lembut kulit saya yg bentol dan gatal akibat cacar , perih hingga tak mampu tertidur. Waktu itu jaman SD, dan waktu itu, bapak ada di sana.

Meski kini intensitas jumpa kami jarang, sebab sibuknya ia dan sibuknya saya, tapi diri ini selalu sadar; apapun khilaf yg ia torehkan, tetaplah tak mengubah fakta, lewat wasilah dirinya, saya ada.

Ah,bagaimana bisa diriku membencimu,bapak. Jika setiap memandang cermin, kudapati wajahmu pada wajahku.

9/3/12

*dalam perjalanan panjang pulang ke rumah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)