Jumat, 16 Agustus 2013

Jebakan Angka

Apa yang ada dalam pikiran kita saat mengetahui bahwa penderita penyakit Lupus di Indonesia sebesar 1,5 juta jiwa, penyakit Thallasemia diderita oleh 5.365 penduduk Indonesia, dan yang terjangkit Multiple Sclerosis sebanyak 2,5 juta orang di dunia? Jumlah ini mungkin tidak begitu 'ngaruh' jika dibandingkan jumlah penduduk total Indonesia maupun dunia. Namun, pernahkah kita berpikir, bahwa jangankan jumlah ribuan orang, satu orang saja yang menderita sebuah penyakit, maka hal itu akan sangat berpengaruh pada kehidupan orang-orang di sekitarnya. Satu orang di dunia ini adalah anak dari seseorang, atau ayah seseorang, atau ibu seseorang, atau seseorang yang memiliki begitu banyak orang lain yang dikasihinya. Dan penderitaannya, sedikit banyak akan turut dirasakan oleh orang-orang tersebut. 

Maka bagaimana pula, jika angka-angka lain menunjukkan jumlah orang-orang yang meninggal dunia? Oleh kecelakaan, bencana alam, atau pembantaian? Maka tentu hal ini akan lebih besar lagi dampaknya. Sebab, kehilangan satu orang di dunia ini berarti kehilangan yang akan dirasakan oleh begitu banyak manusia lain yang bersinggungan dengannya. Saat kita masih saja menganggap sebuah nominal angka sebagai sesuatu yang kecil jika dibandingkan dengan jumlah keseluruhannya, maka mungkin memang kita masih menganggap bahwa; kehilangan itu hanya tentang kita. Saat sesuatu yang hilang itu tidak ada hubungannya dengan kita, maka kita tidak lagi memiliki kepekaan untuk turut merasakan kepedihannya. Kita terperangkap dengan jebakan angka.

Hari ini, pemberitaan di berbagai media didominasi oleh berbagai kabar duka. Yang paling anyar datang dari negeri Mesir yang baru-baru ini membawa berita mengenaskan tentang konflik berdarah di negara tersebut. Kita belum lagi menyebut tentang Palestina yang sudah mengalaminya sekian lama, juga Suriah yang kini masih terus bergejolak, atau tentang kelompok Rohingya di Myanmar, dan negara-negara kaum muslimin lainnya yang saat ini tidak sedang berada dalam kondisi aman. Dari tempat-tempat tersebut, tercuat pula angka-angka. Beberapa diantaranya menjadi simpang siur dan terjadi perbedaan berdasarkan apa dan siapa yang merilisnya. Namun sadarkah kita, bahwa sekali lagi, kita tidak perlu menunggu munculnya angka ratusan atau ribuan, sebab satu jiwa saja yang hilang, maka itu bercerita tentang hilangnya nyawa anak dari seseorang, atau ayah dari seseorang, atau ibu dari seseorang, atau kerabat dari seseorang. Seseorang yang disayangi oleh orang-orang yang bersinggungan dengannya.

Oleh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam, setiap kita disifatkan layaknya satu tubuh bagi satu sama lainnya. Saat satu bagian sakit, maka seharusnya bagian yang lain turut merasakannya. Jadi tidak salah jika kemudian duka yang menyelimuti saudara-saudara kita di sana, juga adalah duka kita. Jadi tidak salah, jika satu nyawa yang hilang dari kaum muslimin itu, maka dia adalah anak kita, ayah kita, ibu kita, saudari kita, kerabat kita, seseorang yang sudah seharusnya turut kita cintai dalam iman. 

Besok, negeri kita yang indah permai nan aman sentausa ini akan mengadakan hajatan mengenang kemerdekaan. Maka semoga kita tidak menjadi bangsa yang egois dalam memaknai kata merdeka. Semoga kita telah menjadi anak-anak Indonesia yang memerdekakan dirinya untuk turut peduli pada saudara-saudara kita, bendera apapun yang mereka kibarkan di negerinya, tanpa tersekat oleh batas-batas teritorial. Bukankah kepedulian juga perlu dimerdekakan?

Sebab, ditengah hiruk pikuk pemberitaan dunia internasional ini, saat ada yang menggaungkan himbauan untuk peduli, maka terkadang muncul pula pemikiran-pemikiran yang menganggap; 'Negeri kita sendiri saja masih harus diurusi, kenapa sibuk mengurus negara lain?'.

Maka dengarkanlah, sungguh, tidak ada yang melarang kita untuk terus berikhtiar membesarkan bangsa ini. Tidak ada yang menyuruh kita untuk berhenti berbuat sesuatu untuk memajukan Indonesia. Pun, tidak ada yang meminta kita untuk jangan berdoa bagi negeri ini. Tapi sungguh, jangan sampai kesibukan kita untuk tanah ini justru membuat kita tidak lagi peduli, bahkan tidak punya doa untuk mereka.

Kurang malu apalagi kita saat mendengar berita tentang orang-orang Gaza yang patungan untuk sumbangan saat bangsa kita dilanca bencana. Di saat yang sama, mereka masih dijajah oleh Israel. Kini, saat Mesir bergejolak, tidak henti pula mereka memberikan kepeduliannya meski mereka pun masih sangat layak untuk mendapatkan perhatian yang besar. Lalu kita? 

Saya bergidik membayangkan apa yang nanti akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah, perihal kondisi saudara-saudara kita dimanapun mereka berada. Mari kita mencermati kicauan dari Ustadz Salim A.Fillah; Mereka di Mesir, Suriah, Rohingya, Nigeria, Palestina; sama sekali tak perlukan kita. Mereka punya Allah. Tapi Allah kan bertanya pada kita.

Ya, tentang mereka, kita akan ditanya.

Lalu jika kita hanya diam, tidak peduli, bahkan; ah, berkata macam-macam tentang korban tanpa punya pengetahuan dan ilmu yang dalam tentang keadaan yang sebenarnya, apa yang akan kita jawab di hadapan Allah nanti?

Mereka yang diam, tidak ada bedanya dengan mereka yang membantai - Tayyip Erdogan.

Maka jangan diam. Berdoalah. Itu senjata kita. 

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau  kami  tersalah.  Ya  Tuhan  kami,  janganlah  Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau  bebankan  kepada  orang-orang  sebelum  kami.  Ya Tuhan  kami,  janganlah  Engkau  pikulkan  kepada  kami  apa yang  tak  sanggup  kami  memikulnya.  Beri  maaflah  kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”. (QS. Al Baqarah: 286)

Makassar, 16 Agustus 2013

8 komentar:

  1. Pada akhirnya kita semua terlambat menyadari keadaan dunia.Terlambat menyadari keadaan saudara2 muslim didunia lain. Ketika Suriah sdh tdk merayakan Id selama 3 tahun, ketika Mesir telah melakukan protes mereka selama 2 tahun, tentang Rohingya yg sdh terusir sejak tahun 1964, tenag Nigeria yang telah perang Saudara sejak 2010.
    Kita selalu tersadar ketika jumlah sudah berbicara. Kita baru tersadar ketika sdh ada gerakan terspora atau tersadar ketika sdh ada 'fatwa' untuk demo besar2an.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekali lagi, jebakan angka dalam bentuk berbeda. Dalam kesempatan yang sama kita tidak sadar pada jumlah angka untuk masa penderitaan mereka yang terus bertambah. Semoga Allah ampuni kita. T_T

      Hapus
    2. Sejujurnya saya tidak mengerti dengan tanggapanmu ini,
      Tapi saya cuma mau ungkapkan apa yg ada dipikiranku.
      Hadits tentang Muslim satu tubuh itu mungkin sudah terhapal mati diluar kepala oleh para pelaku 'pergerakan' sekarang. Namun tdk dipungkiri angkalah yg menggerakkan itu semua. Orang tercengang kaget ketika mendengar kabar 6000 jiwa, namun hanya tersenyum kecut ketika mendengar kabar 100an org mati di Nigeria.
      karena angkalah gerakan TwitStorm terjadi, karena angkalah gerakan demo sehabis jumatan terjadi.
      Namun dibalik Angka ada juga 'fanatik buta' terhadap suatu ormas/pergerakan/harakah/hizby apapun namanya, teringat status yg menyakitkan dari seorang relawan Suriah yg juga menjadi relawan mesir "Suriah telah bergolak 3 tahun 200 rb penduduk telah mati namun,pergerakan *M baru mengeluarkan fatwanya 3 bulan lalu, sedangkan sebuah demo (yg notabene salah dalam islam) sang Mufti langsung mengeluarkan fatwanya dalam hitungan jam"
      Maka jebakan angka tidak selalu berdiri sendiri dalam tragedi kemanusiaan namun juga 'Jebakan Fanatik Buta'.

      Hapus
    3. Benar, angka juga menjadi penggerak. Masalahnya, kita seolah baru tergerak saat jumlah angka itu beribu banyaknya, lalu (seperti yg qt bilang), tidak begitu peduli jika angka itu hanya ratusan. Padahal bukankah satu jiwa saja yang melayang sudah cukup berpengaruh sebenarnya?
      Tentang fanatik, tanggapan seperti ini mungkin memang agak susah untuk kita hindari, sebab jika masalah di Mesir kita tarik benangnya, maka memang akan kita dapati 'cerita' tentang harakah tertentu di dalamnya. Makanya, memang agak sulit memandang masalah ini sebagai masalah ummat jika kita masih saja mengait-ngaitkannya dengan masalah ormas. Tapi menurut saya pribadi (tolong dikoreksi jika salah), sungguh bukan saatnya kita meributkan tentang itu. Jiwa-jiwa kaum muslimin telah jatuh di sana. Bagi saya, apapun ceritanya, tetap kita harus tergerak dan mendoakan mereka agar kondisi di sana bisa kembali kondusif. Membanding-bandingkan perlakuan kita (atau sekelompok orang) antara satu wilayah konflik dengan wilayah konflik yang lain rasanya tidak memberikan manfaat yang signifikan. Permasalahan masalah ini mungkin memang perlu kita bahas, tapi tidak sekarang. Jika memang ingin suriah turut diperhatikan, maka serukanlah hal itu, tanpa harus membandingkannya dengan permasalahan Mesir yang juga menuntut perhatian kita dalam waktu bersamaan. Membandingkannya seperti itu bisa jadi hanya membuat saudara-saudara kita di Mesir bisa saja tersakiti hatinya. Wallahu a'lam. Duh, mohon pecerahannya kak, kita tentu lebih paham masalah ini daripada saya. Tanggapan diatas hanya berdasar ilmu saya yang sangat sedikit.

      Hapus
    4. Kita mungkin tdk membandingkan (karena komen diatas berasal dr status seorang ikhwa,bukan pendapat saya), luka rakyat Suriah dan Luka rakyat Mesir itu sama. Mereka sama2 muslim. Tp pada fakta lapangan sangat berbeda. Status yg sy tulis diatas merupakan unek2 dr seorang relawan, dia yg turun langsung pada medan jihad suriah (dan skrg sdh akan turun ke mesir) dan mendapati perlakuan berbeda muslim(atau harakah tertentu yah) indonesia pada Suriah dan Mesir.
      Ketika kita menyerukan mendoakan Mesir, bahkan ada yg mengelarkan maklumat Qunut 'para pejuang demo' malah mencibir 'kalian hanya berdoa? kok tdk mengirim bantuan ke Mesir sm seperti Suriah' 'Mengapa Saudi tdk mengeluarkan bantuan ke Mesir sm seperti Suriah' 'mengapa ulama saudi tdk bersuara' bahkan sdh ada yg mengeluarkan kata2 'Saudi kan mendukung pembantaian rakyat Mesir'.
      Maka kami harus berlaku bagaimana kepada Mesir?
      Mengenai kalimat "Jika Suriah ingin diperhatikan,maka serukanlah hal itu' Maka Suriah harus diserukan dengan bagaimana? APabila korbannya sudah tembus hingga sejuta orang? Seruan, fatwa ulama, bahkan dan sudah bgt banyak, dana digelontorkan oleh para ikhwan di Jawa bahkan sdh sampai berjihad,mereka sdh melakukan banyak gerakan di FB dan twitter. Saya ingat perkataan ikhwan tersebut ketika bertemu rakyat Suriah "Kalian dr Indonesia yah? Barakalahu fiik. Tp mengapa kalian baru datang? tdk terdengarkah kabar kami di negara kalian?"
      Ini bukan sebuah asumsi tp memang bgt yang terjadi dilapangan.
      Mau berdoa dianggap salah, tidak turun demo dianggap salah, membela saudi dianggap salah.

      Hapus
    5. Makanya dalam tulisan ini saya bukan hanya membahas Mesir, tapi secara umum mengajak kita semua untuk peduli pada kaum muslimin dimanapun berada sekarang. Ya, peduli ttg Suriah pun sudah diserukan dari kemarin-kemarin saya rasa, tidak ada yang mau menunggu hingga korba sampai berjuta. Masalah perbedaan perlakukan, maka semoga Allah mengampuni saudara2 kita yang bersikap demikian. Jangan sampai kita masih membicarakan hal ini, padahal Allah ternyata sudah mengampuni mereka. Ini kembali kepada pribadi2 masing2. Tapi saya tetap pada posisi merasa bahwa fakta2 semacam ini bukan sesuatu yang penting untuk dibahas saat ini. Tidak ada manfaat, pun justru bisa menyebabkan mudharat. Seolah kita sibuk saling menyalahkan, sementara saudara2 kita di sana terus menerus di bantai. Kita tidak bisa berbuat banyak, sementara bisa jadi berdebat akan melalaikan kita dari doa kepada saudara2 kita. Semoga Allah ampuni kita. Wallahu a'lam. Tabe' kak, perbincangan tentang ini saya akhiri. Salam hormatku. Uhibbukifillah :)

      Hapus
  2. Utk sesama muslim yang masih ada kalimah tauhid di dadanya, sebaiknya kita do'akan ya. Saya note poinnya, Dien. Terimakasih telah mengingatkan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama, Kak. Ya, saya setuju dengan Kak Niar.

      Hapus

Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)