Rabu, 15 Mei 2013

Tetangga Kecil (part 2)

"Kakak!"
Pemilik suara itu tersenyum, memperlihatkan gigi-gigi kecilnya. Matanya membulat. Telapak tangannya melambai.

Itu Baim.

Baim adalah salah seorang tetangga kecil saya. Sekilas tentang sosoknya pernah saya ceritakan dalam postingan di sini

Oh iya, sekarang aktivitas 'salim' para tetangga kecil saya sudah mengalami penurunan. *hehehe... Namun, Baim adalah salah satu yang masih tetap istiqamah dengan kebiasaan bersalim-ria itu. Jika tidak salim, saat melihat saya, minimal ia akan menyapa sambil melambaikan tangan. Atau jika sedang dalam kondisi 'ndak mood', semisal habis berkelahi dengan salah seorang temannya, atau habis menangis, Baim akan tetap melambaikan tangan saat saya sapa, bahkan meski masih dengan tampang cemberutnya. 

Nah, selain salim-salim-ria, Baim terkadang main ke rumah saya. Salah satu syarat untuk boleh-masuk-ke-rumah-Kakak adalah kalau sudah mandi. Terkadang Baim muncul diambang pagar memang sudah mandi. Tapi di waktu yang lain dia 'nekat' ingin tetap masuk walaupun belum mandi. 

"Baim sudah mandi?", tanya saya
"Sudahmi...", ujarnya, dengan nada bohong yang terasa. Hehehe..
"Aiih, Baim bohong... Itu bajunya belum diganti dari kemarin sore..." ujar saya sambil tersenyum mendapati wajah Baim yang malu-malu. Ketahuan.

Jika sudah begitu, bocah ini akan berlari menuju ke rumahnya. Kadang dia benar-benar pulang untuk mandi. Terkadang, dia punya 'jurus' lain. 

Si Baim akan muncul kembali dengan wajah berlepotan bedak. Sayangnya, Baim lupa kalau bajunya tidak ia ganti. 

"Sudahma mandi, Kakak..", ujarnya, bangga. 
"Lho? Kenapa ndak ganti bajunya, Baim?", tanya saya
"Ih, ini sudahma pake bedak...", jawabnya sambil mengelus pipinya yang berbedak. 

Baim..Baim... *geleng2 kepala*

Jika sudah 'lolos' masuk rumah dan bertemu dengan ibu, maka biasanya bocah ini akan merajuk ingin uang jajan. Oleh ibunya, Baim sebenarnya sudah dilarang melakukan kebiasaan ini. 

"Dimalaika Mama kalo minta uang (Saya dimarahi sama Mama kalau minta uang)...", ujarnya suatu hari. 

Nah, suatu waktu, saya sedang mengetik sesuatu di kamar ibu, di sebuah meja yang berada di dekat jendela yang mengarah langsung ke jalanan depan rumah. Di sanalah si Baim berdiri, di samping sebuah pohon yang ditanam berjejeran di depan rumah kami.

"Halo, Baim!", saya balik menyapanya. "Kenapa tidak pergi sekolah?", yang ini jelas pertanyaan bercanda. Wong si Baim memang belum sekolah. Hehehe...

"Libulka, kakak..", ujarnya, ada senyuman keusilan di ujung bibirnya. Anak ini membalas bercandaan saya dengan bercanda juga rupanya. Ckckck..

"Kakak...", ujarnya kemudian. Tangan kecilnya nampak memegang sehelai daun dari pohon di sampingnya. "Kakak, mauka cabut ini daun...", ia terlihat bersiap menggenggam daun itu lebih erat. 

"Eeeh..ndak boleh, Baim.. Ndak boleh cabut-cabut daun...", jawab saya.

Sejurus kemudian muncul lagi senyum usil di bibir bocah itu. "Kalau cabut daun nanti ndak dikasi uang, Kakak?", tanyanya. 

Beberapa detik saya berpikir. Wah, anak ini sedang menggunakan logika terbalik rupanya! Anak kecil memang tidak ada menyerahnya yah! :) 
 
Makassar, 15 Mei 2013
*saya berdoa semoga Baim tumbuh besar dan menjadi anak yang shaleh. Aamiin :)

2 komentar:

  1. Baim yang lucu. Aamiin. Semoga jadi anak shaleh ya. Duh maaf Dien, bukunya belum terkirim ...

    BalasHapus
  2. @kak niar: iya, ndak apa-apa kak, sesempatnya saja :)

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)