Kamis, 14 Februari 2013

Mata Kamera

Pagi yang bagus untuk memulai dengan sebuah tulisan!

Saya dapat amanah baru. Kali ini bukan berhubungan dengan kegiatan menyusun kata-kata seperti kemarin-kemarin. Tapi, menyusun objek-objek, gambar-gambar, sehingga menjadi komposisi yang menarik untuk memperindah bacaan. Sebenarnya, saya cukup merasa sedang melakukan sesuatu yang disebut 'sibuk lain-lain'. Ya, saya menduga teman-teman kuliah saya sekarang sedang sibuk mengkhatamkan -bahkan mungkin menghapalkan isi laporan PKPA (Praktek Kerja Profesi Apoteker, red) mereka untuk keperluan sidang apoteker  yang belum jelas tanggalnya itu. Tenang, nanti saya juga akan memulai belajar, kok. Iya, saya akan mulai belajar juga *mensugesti diri* :p

Menjalani amanah baru ini, terus terang membuat saya harus mengakui, bahwa secara teknik, saya tentu tertinggal jauh. Saya hanya memanfaatkan, sambil melakukan try-and-error, saat mengutak-atik objek dengan program seadanya, yang ilmunya saya dapatkan di lab komputer jaman SMA dulu. Saya sadar, terkadang harus melakukan beberapa langkah yang ribet, karena keterbatasan pengetahuan akan teknik-teknik itu. Tapi, pada akhirnya saya bisa cukup lega, saat memperlihatkan hasilnya pada mata lain selain mata saya. Terutama saat pengakuan itu datang dari bibir raja-sarkas-sedunia; Indy. Cewek tomboy itu berujar dengan ringan, "Bagus, kok. Lucu.". Ya, saya bisa lega. 

Bagi saya, aktivitas desain-desain seperti ini hampir sama dengan dunia menulis. Kita perlu angel-angel yang fresh untuk menghasilkan sebuah karya yang bagus. Masalah sudut pandang itu, bagi saya secara pribadi tidak melulu ditentukan oleh teknik dan teori yang diterima secara formal, tapi lebih ke masalah 'rasa'. Ya, setiap orang punya 'rasa' yang berbeda setiap membuat karya. Saya menganggap itu adalah sebuah bagian yang tidak terpisahkan saat kita menggarap sebuah karya seni. Desain grafis adalah seni. Menulis adalah seni. Ah, bahkan meracik obat pun ada seninya, bukan?

Dua hal yang pertama itu, alhamdulillah dapat saya kerjakan dengan tidak terlalu mengecewakan. Setidaknya, kedua hal tersebut membuat saya dapat tersenyum -meski senyuman paling miris sekalipun, saat saya seringkali kecewa kepada diri sendiri karena tidak bisa melakukan beberapa hal dengan baik. Minimal, adaji gunanya saya hidup, karena bisa melakukan hal-hal tertentu.

Maka saya terkadang menjadi sangat ingin; ingin sekali kedua bola mata saya ini menjelma menjadi kamera. Kamera dengan resolusi yang baik dalam menangkap gambar dan dalam merekam sebuah peristiwa. Saya kadang menatap keluar jendela angkot, menggeser-geser pandangan saat melihat baliho, orang yang duduk di halte MTos, poster-poster reklame, segerombolan bapak-bapak yang memadati kanal untuk menonton orang memancing, dan menara masjid dengan latar belakang langit senja yang menguning. Saya menemukan ada sisi artistik di sana. Hal-hal yang, sekali lagi, hanya bisa ditangkap oleh 'rasa'. 

Saya ingin sekali jika suatu waktu mata saya berubah menjadi kamera. Kamera yang bisa menangkap senyuman seorang bocah penjual koran yang tersenyum pada saya tanpa pernah saya minta. Atau merekam jejak dua orang kakek bermata buta yang saling menuntun langkah sambil menenteng jualan keripik mereka. Ah, saya khan pelupa, maka tentu akan lebih mudah jika ada alat yang dapat membantu untuk merekamkannya.

Rifa'ahWritingZone, 15 Februari 2013
Dengan perut kriyuk-kriyuk dan ingatan tentang mimpi aneh tadi malam 

2 komentar:

  1. Yang Diena kerjakan berhubungan dengan komputer? Hmm, apa hubungannya dengan Farmasi?

    Oya, saya suka berkhayal, cobanya ada alat yang bisa segera mentransfer pikiran ke dalam bentuk file (tulisan), supaya ide tidak cepat hilang :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. memang tidak ada hubungannya dengan farmasi kak.. hehehe.

      wow, kalau ada alat itu saya juga mau! :D

      Hapus

Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)