Jumat, 13 April 2012

Untukmu dengan Penuh Cinta; Pelanjut Estafet Ikramal'03


Makassar, 13 April 2012

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu alaikum warahmatullahi Wabarakatuh

Apa kabar, adikku? Semoga hati kalian senantiasa lapang, sebagaimana lapangnya masjid baru yang menjadi ‘rumah’ kalian sekarang. Ah ya, juga dengan tempat wudhu dan kamar kecilnya yang bagus itu, membuatku rasanya ingin kembali menjadi siswa SMA lagi. Hahaha…

Adikku penerus estafet Ikramal’03, kutuliskan surat ini dengan begitu banyak harapan dan juga begitu banyak cinta atas kesamaan diantara kita; memilih jalan cahaya ini untuk mengisi masa muda. Kau pun mungkin masih sempat merasakan, sebelum masjid yang nyaman itu selesai dibangun, saat semua kegiatan sederhana rohis itu bermula dari sana; sebuah mushala kecil di salah satu sudut sekolah kita. Tembok-temboknya yang hijau adalah saksi dari banyak hal. Kau tahu, bahkan salah satu kusennya yang tanpa kaca itu, telah menyaksikan bagaimana terkadang kami melewatinya dan menjadikannya selayaknya ‘pintu’. Ah, mungkin hanya kami saja yang mengerti pembicaraan ini. :')


Telah bertahun waktu yang terlewati dari masa itu. Kami pun kini satu sama lain tidak dapat saling memandang wajah sesering yang dulu. Banyak hal yang telah berubah, Dik. Kecuali tentang satu hal, kecuali tentang satu keyakinan. Bahwa insyaAllah, kami masih akan terus fasih untuk saling mengucap nama, dalam doa kebaikan dalam setiap sujud, dalam hening.

Kala itu, mungkin telah tiada Rasulullah Shallalahu alaihi wasallam yang dahulu mempersaudarakan para muhajirin dan anshar. Tapi oleh lingkaran penuh berkah itu, hati kami telah berpaut. Meski tak kami elakkan, bahwa dikala keimanan berada di titik yang rendah, maka hari-hari terkadang tidak selalu cerah, begitupun dengan ukhuwah. Sebab kita paham, bahwa ukhuwah itu selalu berbanding lurus dengan keimanan dalam dada kita.

Tidak perlu risau. Jalan ini memang tidak pernah menjanjikan kenyamanan dan buaian kekaguman, tapi kita susuri saja. Sebab yakinlah, bahwa kau bukanlah yang pertama. Tiap senyumanmu, dulu juga pernah disunggingkan oleh yang lainnya. Mungkin nanti, saat kau rasa perih, maka hal yang lebih berat bisa jadi telah dilalui oleh orang sebelummu. Maka cukuplah yakin, dan mulai langkahmu dari sana. Masing-masing dari kita tidak pernah akan tahu seberapa kuat kita menjalaninya, sebelum benar-benar memulai tapak yang pertama, bukan?

Maka, adikku. Kecaplah tiap rasa yang akan kau lalui di sana. Segalanya kelak akan menjadi kenangan yang kepadanya kau akan banyak berkaca. Kepadanya kau bisa memandang betapa memulainya bukanlah suatu yang sederhana. Ada rangkaian takdir yang saling bertaut, bahkan yang kadang dengan tergesa kita sebut sebagai kebetulan. Ada pikiran-pikiran panjang yang mungkin bahkan dalam mimpinya turut menghadirkanmu sebab betapa ingin kebaikan untukmu dunia dan akhirat. Tiap pencapaianmu adalah atas izinNya dan  mungkin adalah buah dari doa-doa panjang dari lisan yang tidak kau sangka. Dari saudari yang selama ini kau jumpa, atau dari kakanda yang kau tatap wajahnya sekali sepekan.

Langkah kami mungkin telah jauh, Adikku. Banyak hal telah berubah. Tapi kami pun paham, bahwa terlalu banyak pula kenangan di sana. Terlalu banyak hal yang tidak mungkin kami lupa. Majelis perdana, sebutan ‘ukhti’ untuk pertamakalinya, jabat tangan yang erat, semburat senyum bahkan meski dari wajah lelah, air mata yang saling kita seka, cinta pertama, dekap selimut saat tubuh tidak sesehat biasanya, bahkan tentang suapan penganan kecil yang kita bagi sama rata. Terlalu banyak, bukan? Dan bukankah masa lalu tidak akan pernah bisa kita ubah?

Maka kini kami masih dapat dengan jelas mengenang semuanya. Kami melihat semangat masa lalu itu dalam semangatmu. Kami melihat senyum kami yang dulu pada senyummu. Kami melihat diri kami pada dirimu. Tidak ada yang berbeda diantara kita. Sebab kita sama, memilih jalan cahaya dan menyusurinya. Kita mulai dia dari sana. Maka estafet ini, berlanjut padamu. Tidak ada yang ingin menghentikannya, saat tongkat perjuangan berada pada genggamnya. Tidak peduli seberat apapun kita harus memulai. Tidak peduli sejauh apapun kita telah tertinggal. Siapa yang peduli seterpuruk apapun kita saat ini?!

Sebab, tidak ada yang berbeda diantara kita. Sebab kita sama. Memilih jalan cahaya dan menyusurinya. Dialah saksinya: Allah.

Kakak yang memandang kalian dari jauh,

Diena Rifa’ah Amaliah

4 komentar:

  1. menetes air mata ku baca ini T_T ingin rasanya kembali ke masa ituuuu .... mushollah itu.. ukhuwah, senang sedih tawa canda... semuanya... T_T
    indiira

    BalasHapus
  2. kunjungan gan.,.
    bagi" motivasi.,.
    fikiran yang positif bisa menghasilkan keuntungan yang positif pula.,..
    di tunggu kunjungan balik.na gan.,.,

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)