“Waktu itu mama
dibilang ekstrem dan garis keras… Padahal jilbabnya biasa-biasa saja lho!”
ucap Ibu saat mengenang kejadian di masa KKNnya yang lampau. Tahun 70an,
mungkin. Saat jilbab tidak semeriah sekarang. Saat hanya segelintir wanita yang
rela mengganti sanggulnya dengan helaian kain untuk menutup aurat. Ibu, bagian
dari yang segelintir itu. Tapi Ibu, hanya seorang dari para ‘pendekar jilbab’
yang di masa itu berusaha menerobos keterasingan, hingga kini kita dapat
menikmati aura kebebasan itu. Ya, kebebasan untuk mengenakan pakaian takwa
tanpa sorot mata aneh orang-orang di sekeliling.
Di lain kesempatan, saat seperti biasa akan menempuh
perjalanan menuju kampus, saya menumpang sebuah angkot yang nampak sudah cukup
penuh dengan para mahasiswi lainnya. Saya pun kebagian tempat di pojok, dengan
akses luas kepada seluruh penumpang. Saat itulah saya tersadar, bahwa seluruh
penumpang wanita di angkot itu berjilbab, dan dengan gaya jilbab yang sama. Ya,
sama! Kejadian serupa pernah pula saya alami. Tapi, waktu itu gaya jilbabnya
berbeda dengan kali ini. Persamaannya adalah, gaya-gaya itu adalah trend pada
masanya. Jilbab pun punya tren, ternyata.
Sungguh, saya sangat mengapresiasi ‘semangat jilbab’ yang
saat ini nampak bagai jamur di musim penghujan. Bahkan, konon para muslimah
berjilbab membuat komunitasnya sendiri, dengan kegiatan-kegiatan rutin, bahkan
dengan video tutorial cara mengkreasikan jilbab model ini dan itu. Jika semua
itu berangkat dari kesadaran keberagamaan dan wujud kepatuhan pada perintah
Allah dalam An Nur:31 dan Al Ahzab:59, maka sekali lagi: sungguh, saya sangat
berbahagia!
Tapi begini, para wanita yang dicemburui bidadari. Jilbab
sebagai sebuah bentuk ibadah, ternyata juga punya beberapa syarat yang patut
kita perhatikan. Ah, mungkin kalian pun lebih hapal tentang hal itu daripada
saya. Tapi izinkanlah kita mengulang pelajaran ini bersama, yah. Mungkin kata ‘syarat’
dan ‘aturan’ membuatnya terdengar tidak begitu nyaman, namun bukankah dalam
hidup kita telah terbiasa menghadapinya? Ah ya, jika dengan aturan sekolah,
kampus, ataupun kantor yang jelas-jelas hanya dibuat oleh manusia, kita bisa
dengan sangat loyal menaatinya, maka apalagi dengan aturan Allah. Tentu lebih
tunduk kita kepadaNya, bukan? Baik, mari kita mulai!
Pertama, jilbab
itu menutup seluruh badan. Yap, perintah ini jelas sekali dalam ayat yang bersama
kita jadikan acuan. Kita pun paham, bahwa makna menutup jelas berbeda dengan
membungkus, bukan? Menutup berarti tidak membiarkan adanya celah untuk
menampakkan segala macam lekuk. Jelas.
“Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kerudung
kedadanya..” (QS. An Nur:31)
“Hendaklah mereka mengulurkan jilbab keseluruh tubuh mereka” (QS. Al Ahzab:59)
Kedua, tidak
tipis, maka tidak transparan. Apa yang kita inginkan dari menutup sesuatu namun
tetap terlihat bayangannya? Tentu tidak ada gunanya! Maka jika tidak nyaman
dengan kain yang tebal, menggunakan kain ekstra yang rangkap (dua lapis,
misalnya), bisa jadi salah satu solusi. Itu
konsekuensi.
Ketiga, tidak
mencolok, tidak berwangi-wangi. Baiklah, semua wanita ingin tampil cantik. Tapi
bagi kita, minimal tidak mengganggu pandangan mata saja, seharusnya sudah
cukup. Tidak harus berwarna hitam! Tapi tidak pula berarti nge-jreng. Pakaian takwa itu bukan untuk menjadi perhiasan yang
membuat setiap mata betah memandang. Pakaian takwa itu justru untuk menjaga
kita, bukan mengungkung. Dengannya, kita memilih siapa saja yang berhak untuk
memandang keindahan itu, bukankah itulah kebebasan?
Keempat, tidak
sempit dan ketat. Kembali kepada makna menutup, sekali lagi, kita tidak sedang
ingin membungkus. Takutlah kita kepada kabar Rasulullah Shallalahu alaihi
wasallam sejak ratusan tahun lalu;
“Ada dua golongan dari
penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki
cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti
itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya
tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)
Hmm… kita masih ingin masuk surga, khan ya?
Kelima, tidak
menyerupai laki-laki. Tiap gender memiliki ciri khasnya tersendiri. Sebab kita
memang berbeda dari laki-laki, maka tidak perlu bersusah payah berusaha
menyamai mereka. Be your self, itu
anjurannya!
“Allah melaknat
laki-laki yang bergaya perempuan, dan perempuan yang bergaya laki-laki”
(HR. Abu Daud dan Nasa’i)
Yah, lima poin ini saja sudah cukup untuk menjadi acun dan
evaluasi bagi cara berbusana kita. Muslimah sejati konsisten pada keyakinannya,
tidak peduli tren mengarah kemana, ia tetap akan teguh dengan gaya yang
dipilihkan Allah. Kalian semua, para saudari yang diberkahi Allah dengan hati
yang mudah tersentuh pada kebenaran, saya yakin adalah bagian dari muslimah
sejati itu. Demikianlah Allah menjaga kita dalam syari’atnya yang indah.
Bersamaan dengan itu Allah menjaga para muslim untuk lebih mudah menundukkan
pandang mereka. Selalu masih ada waktu untuk menjadi lebih baik, bukan?
Jilbab bukan sekadar kain berwarna-warni yang bercokol di atas kepala. Jilbab memang bukan pertanda mutlak kadar keimanan. Tapi ia bisa menjadi rem untuk maksiat, dan gas untuk ketaatan. Ia setidaknya adalah bukti bahwa kita sedang berusaha untuk berjuang dalam kebaikan. Jilbab adalah identitas; dengannya kita menunjukkan diri sebagai muslimah, dengannya kita menjadi terjaga. Wallahu a'lam.
Jilbab bukan sekadar kain berwarna-warni yang bercokol di atas kepala. Jilbab memang bukan pertanda mutlak kadar keimanan. Tapi ia bisa menjadi rem untuk maksiat, dan gas untuk ketaatan. Ia setidaknya adalah bukti bahwa kita sedang berusaha untuk berjuang dalam kebaikan. Jilbab adalah identitas; dengannya kita menunjukkan diri sebagai muslimah, dengannya kita menjadi terjaga. Wallahu a'lam.
boleh tukeran Link kak??
BalasHapushehehee
Jilbab yg baik bukan sekedar musiman benar, tapi jilbab syar'i yg memenuhi standar ketetepan Al-qur'an hehehe....
memang miris klo liat komunitas hijaber sih krna terkdang mereka lupa... lupa cara menjaga aurat yg baik.
Jilbab dan pakaian merupakan satu kesatuan yg tak bisa terpisahkan...
dgn corak carik warna warni keindahannya namun jgn berlebihan atw bisa jadi pakaian ternilai tabaruj... spti layaknya dandanan yg menor hehhee....
salam ukhuwah...
yup, salam ukhuwah juga :)
Hapus