Minggu, 29 Januari 2012

Pak Imam, Terima Kasih

jadilah Ulil Abshaar, jadilah orang yang mencegah kemungkaran, jadilah Ulil Albaab, dan berjihadlah di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad

batu yang konon dibawa dari Sulawesi Selatan ini diukiri dengan kata-kata diatas dan diletakkan di samping rektorat, menyambut para mahasiswa memasuki kampusnya.

Prolog

Setelah di awal pekan didera dengan flu, batuk, dan demam yang bikin saya teronggok di atas kasur, akhirnya hari Jumat tiba juga. Hari yang sudah dijadwalkan untuk saya dan bapak berangkat ke Malang. Seharusnya, Ibu yang mendampingi Bapak dalam sebuah pertemuan dinas itu. Tapi karena Ibu tidak bisa, maka sayalah yang didaulat untuk melaksanakan tugas tersebut.

Honestly, awalnya saya sangat oleh-oleh-oriented sekali –hehehe... Tapi kemudian, niatan ‘menyimpang’ itu rupanya mendapat teguran dari Gusti Allah. Karena acara yang padat, akhirnya agenda untuk jalan-jalan ke tempat wisata di kota Batu menjadi tidak terlaksana. Ya, saya tertegur. Padahal harusnya saya ikut dalam acara itu dalam rangka membantu Bapak yang mungkin karena sudah berumur, jadi suka agak keteteran jika bepergian jauh. Dompet, hape, kacamata, dan jam tangan beliau harus selalu diingatkan agar tidak tercecer kemana-mana. Walau aslinya saya juga agak-agak slebor (baru berangkat saja sudah minta balik lagi karena lupa KTP.., heu.. -__-“), tapi memang tugas saya yah itu tadi. Jadi ajudan Bapak yang mengingatkan banyak hal.

Meski sempat agak kesal perihal acara ‘senang-senang’ yang ditiadakan, toh akhirnya saya harus terima. Sudah di Malang ini, yah mau bagaimana lagi! Akhirnya saya pun ikut dalam kunjungan ke UIN Malang. Saya berlari-lari mengejar langkah bapak-bapak peserta menuju gedung rektorat selepas shalat Dhuhur. Dengan menenteng tas ransel bapak yang gemuk itu, saya sudah siap-siap untuk ‘parkir’ di lobi depan ruang rektor. Saya pikir, pasti akan sangat membosankan jika harus masuk dan bergabung dengan para bapak-bapak. Tapi, baru beberapa menit duduk manis di lobi, Bapak menghubungi saya lewat pesan singkat. Katanya, saya harus masuk juga, karena ada jamuan di dalam, dan bapak mau minta difoto-foto juga. Baiklah, selain ajudan rupanya saya juga merangkap sebagai fotografer. Nasip.

Tapi ternyata, justru langkah saya untuk masuk ke ruangan itulah yang menjadi sebab saya merasa, perjalanan ke Malang ini sangat berharga. Sesi bincang-bincang dengan Pak Rektor yang saya kira akan membosankan, ternyata bisa membuat saya menyimak dengan antusias, bahkan hingga berkaca-kaca. Lelaki berusia senja bernama Prof.Dr. Imam Prayogo itulah seseorang teristimewa yang membuat saya bersyukur ditakdirkan bertemu dengan beliau. Berikut poin-poin indah dari pemaparannya dalam pertemuan itu;

UIN Malang, Sebuah Perjalanan Panjang

Pak Imam kini berusia enam puluhan tahun. Lebih dari dua pertiga usianya dihabiskan untuk mengabdi pada pendidikan Islam. Nanti kalian akan tahu mengapa saya memilih kata ‘mengabdi’ dalam kesempatan ini. Ya, mulai dari menjadi kepala Madrasah Ibtidaiyah, kemudian menjadi pembantu rektor di dua universitas Islam Swasta dalam waktu bersamaan, hingga menjadi rektor yang bertahan dalam tiga periode berturut-turut di UIN Malang.

Awalnya, UIN Malang berbentuk STAIN. Setau saya, ada tiga jenjang dalam untuk perguruan tinggi Islam, dari STAIN, lalu menjadi IAIN, terakhir menjadi UIN. Tapi untuk Malang, di bawah kepemimpinan Pak Imam, STAIN ini langsung loncat menjadi UIN. Bagaimana caranya?

Berawal dari bangunan sederhana yang menerima 500 mahasiswa, namun hanya didaftari oleh 400 orang saja. Jika ada tamatan SMA dari kampung-kampung sekitar Malang yang datang kekota dengan membawa barang berbungkus dos indomie yang diikat tali rafia, maka calon mahasiswa seperti itulah yang akan mendaftar di STAIN Malang. Belum lagi dengan jumlah dosen yang hanya 40 orang, dalam perjalanan selanjutnya, enam diantaranya meninggal dunia. Dengan kondisi inilah Pak Imam memulai mimpinya untuk sebuah universitas. Tidak masuk akal? Ya, tapi rupanya Pak Imam punya pikiran berbeda.

Islam itu bukan hanya agama, Islam itu adalah agama dan peradaban. Islam itu Universal, maka tempat paling tepat untuk mempelajarinya adalah Universitas. Dengan itu, Islam bisa tampil gagah di hadapan dunia!” ujar Pak Imam dengan logat Jawa Timur yang khas.

Mimpi Pak Imam lalu ia lanjutkan dengan ikhtiar. Ia kemudian berkeliling ke perguruan tinggi Islam di seluruh Indonesia untuk ‘minta dosen’.

Jika saya minta dosen yang bagus-bagus, tidak mungkin di berikan. Makanya, saya minta dosen yang suka bikin masalah, yang malas, yang suka menentang, maka saya pun dapat. Prinsip saya, Rasulullah Shallalahu Alaihi Wasallam saja bisa mengubah masyarakat arab jahiliyah menjadi shahabat yang luar biasa. Nah, dosen-dosen ini bukan Arab, dan bukan pula Jahiliyah, masa’ saya tidak bisa membuat mereka menjadi baik?

Ya, dan ternyata memang bisa. Hingga akhirnya ‘sekolah’ Pak Imam terus berkembang dan mencapai mimpinya menjadi sebuah Universitas. Ya, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang (nama kampusnya saja sudah gagah, yah?) kini menjadi favorit. Bukan hanya oleh orang-orang sekitar Malang, bahkan hingga mancanegara. Belasan negara ngantri untuk mengirimkan mahasiswanya bersekolah disana. Dengan hanya menerima 8000 mahasiswa, Pak Imam konsisten dengan konsep kampus-pesantrennya. Maba sejumlah 1500 orang diwajibkan mengikuti Ma’had selama satu tahun dengan dipesantrenkan. Selain mempelajari mata kuliahnya, pelajaran bahasa Arab dan Inggris diberikan secara paripurna. Tidak tanggung-tanggung, setiap harinya dipelajari sejak jam dua siang hingga jam delapan malam.

Mereka itu harus menguasai bahasa. Bahasa itu alat. Dan tidak mungkin mereka belajar Islam tanpa tau bahasa Arab. Orang bekerja tanpa alat itu seperti tangkap ikan tanpa pancing atau jala. Kalaupun dapat ikan, ikannya pasti sakit atau sudah mati. Kan tidak baik?

Tidak hanya sampai di situ, dari 8000 mahasiswa ini, 1500 diantaranya hapal Al Qur’an! Pak Imam mengaku, awalnya ia tidak begitu mendukung program hapal Al Qur’an itu. Ia khawatir, konsentrasi mahasiswa akan terganggu. Namun, ia langsung meralat pernyataannya saat ternyata mendapati bahwa dari tujuh kali wisuda sejak jadi UIN, ketujuh wisudawan terbaik tiap tahunnya adalah para penghapal Al Qur’an itu. Mereka berasal dari jurusan bermacam-macam; fisika, psikologi, ekonomi, dll. Dan kebanyakan skripsinya pun dalam tri-bahasa; Indonesia, Inggris, dan Arab.

Untuk mengimbangi para mahasiswa yang luar biasa itu, para dosen dan karyawanpun ‘kena getahnya’. Oleh Pak Imam, dosen-dosen diwajibkan hapal minimal 1 juz, sedangkan karyawan; mulai dari kasubag hingga tukang sapu wajib hapal minimal 11 surah dalam Al Qur’an. Belum cukup sampai di situ, para dosen yang berhasil menyelesaikan doktornya, dihadiahkan paket naik haji!

Kami pesankan tiket murah saja, yang penting bisa sampai di Makkah pas musim haji, lalu dititip kepada orang-orang di sana, yang penting khan hajinya sah? Kami ingin mereka itu bukan hanya baik akal dan pikirannya, tapi juga baik hatinya.

Nah, sampai di situ, saya sudah berkaca-kaca. :’)

Pertanyaan untuk Pak Imam

Karena ketenaran kampusnya, UIN Malang sering didatangi oleh tamu dari berbagai daerah yang datang untuk studi banding. Bahkan, hingga sekolah-sekolah agama Hindu pun datang dan disambut Pak Imam dengan baik. Suatu hari, sambil mengantarkan seorang perwakilan dari sekolah Hindu untuk meninjau, si perwakilan tadi bertanya pada Pak Imam.

Pak, kampus bapak ini bersih sekali, dan orang-orangnya itu kok ramah-ramah semua yah Pak, apa rahasianya?” tanyanya.

Mereka itu,” ujar Pak Imam, “Melakukan itu semua karena mencontoh orang yang paling mereka anggap baik..

Siapa itu, Pak?

Namanya Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam, Rasul dalam agama kami. Beliau itu adalah manusia yang terbaik dan meneladankan hal-hal yang baik. Itulah yang kami contoh, dan sebab itulah kami bisa seperti sekarang ini.” pungkas Pak Imam.

Selain itu, saya juga selalu menyapa murid-murid saya, dosen-dosen dan semua pegawai dengan salam cara Islam; saat menyapa itu, maka kami sedang saling mendoakan; doa untuk keselamatannya, dilimpahkannya rahmat, dan keberkahannya. Seorang guru yang mengajar Islam itu pun harus bangun malam untuk mendoakan murid-muridnya. Nah, dengan seperti itu, kira-kira bisa tidak mereka menjadi manusia-manusia yang ramah?

Perwakilan Hindu tadi terdiam. Seharusnya ia tersenyum, saya kira.

Di momen penerimaan mahasiswa baru, setelah memberikan ceramah kepada para orangtua mahasiswa, seorang ibu yang anaknya diterima di UIN Malang tiba-tiba mendatangi Pak Imam untuk bertanya. Rupanya, ia beragama Nasrani. Entah bagaimana caranya anaknya yang juga Nasrani bisa lolos seleksi dan diterima di UIN Malang itu. Mereka juga sebenarnya mendaftar di sana atas kesadaran penuh, karena pengalaman di daerahnya dimana sekolah Islam juga dapat menerima mahasiswa dari agama lain. Tapi setelah mendengar ceramah Pak Imam, rupanya orangtua Maba ini meragu.

Bapak tadi menjelaskan bahwa lulusan kampus ini akan menjadi intelek yang ulama dan ulama yang intelek. Tapi anak saya Nasrani, Pak. Apa dia juga harus menjadi begitu?

Pak Imam tersenyum dan mengangguk. “Iya, Bu. Karena itulah visi kampus kami. Jadi, kalau anak ibu mau sekolah di sini, harus tetap ikut ma’had juga, belajar bahasa arab juga, belajar Al Qur’an juga... Ibu bicarakanlah dulu dengan keluarga yang lain, jika keputusannya tetap sekolah di sini, maka tetap kami terima, asalkan mengikuti aturan kami. Tapi jika tidak, maka semua biaya yg telah ibu keluarkan akan kami kembalikan seutuhnya!” ujar Pak Imam mantap.

Tapi kalau anak saya tidak shalat, boleh tidak Pak?” tanya si orang tua.

Iya, kan anak Ibu Nasrani, jadi tidak apa tidak shalat. Yang wajib sholat itu yang Islam, Bu..” jawab Pak Imam. Setelah berunding, akhirnya keluarga ini memutuskan untuk tetap melanjutkan pendidikan anaknya di sana. Asalkan tidak shalat, pikir mereka. Maka si anak pun tetap belajar, belajar bahasa Arab, belajar Al Qur’an. Nah, tidak lama kemudian, mahasiswa ini akhirnya meminta untuk diajarkan syahadat. Islamlah ia. J

Kisah tentang mahasiswa dari Australia pun sama. Awalnya ia sangat terganggu dengan adzan shubuh yang menjeda waktu tidurnya. Namun setelah beberapa lama berkuliah di UIN, ia pun convert to Islam. Bahkan setelah masa studi enam bulannya habis, ia kemudian memutuskan untuk menetap di Malang dan menjadi sukarelawan di UIN Malang untuk mengajar bahasa Inggris. Masya Allah... J

Request dari Aceh

Dalam sesi tanya jawab, seorang Bapak dari Aceh mengajukan permintaan pada Pak Imam. “Setelah mendengar pemaparan Bapak, saya rasa tidak bisa tidak, Bapak harus pindah ke Aceh dan membantu kami memajukan bumi Serambi Makkah!” ujarnya dengan setengah guyon.

Celoteh ringan ini kemudian ditanggapi Pak Imam dengan sangat menginspirasi,

Tidak perlu saya, Pak. Yang penting ada orang yang punya semangat yang sama. Dan dia bersedia memberi contoh. Sebab memimpin manusia itu tidak bisa seperti memandu bebek, dimana peternaknya menggiring bebek dari belakang. Kita harus seperti memandu kuda! Jika ingin kudanya mandi, kitanya dulu yang masuk ke sungai! Jika Cuma mendorong pantat kuda dari belakang, malah akan disepak! Maka memimpin manusia pun harus begitu. Kita dulu yang beri contoh!”

Islamnya Soekarno dan Renungan Fajar

dapat kenang-kenangan buku, kenapa pula pake lupa minta tanda tangan di halaman depannyaaa.. >_<

Ada yang unik dari gedung-gedung di UIN Malang. Tiap gedungnya yang indah-indah itu dinamai dengan nama-nama tokoh terkenal semisal nama-nama presiden Indonesia. Gedung rektorat sendiri dinamai Gedung Soekarno. Ada cerita yang menarik di sini. Suatu hari, seseorang (saya lupa siapa) bertanya pada Pak Imam,

Pak, lulusan seperti apa yang Bapak inginkan dari kampus Bapak? Yang Islamnya kayak bagaimana?

Saya ingin mereka Islamnya kayak Soekarno..” jawab Pak Imam. Mengapa Soekarno? Bukankah tokoh yang satu itu lekat namanya dengan aliran sosialis komunis? Bukankah ia yang dulu bermisi ingin membuat segitiga di kota Peking-Moskwa-Jakarta? Tapi rupanya, dalam sebuah kesempatan ke Rusia, Pak Imam mendapatkan cerita menarik tentang Soekarno.

Suatu hari, bapak proklamator itu datang ke Rusia. Oleh presiden Rusia saat itu, dibawanya Soekarno berkeliling melihat megaproyek Rusia yang luar biasa. Setelah selesai berkeliling, Soekarno ditanyai tentang kesannya setelah menyaksikan itu semua.

Saya tidak terkesan sama sekali...” jawab Soekarno. Presiden Rusia ini naik pitam, merasa terinjak kehormatannya. Tapi, Soekarno menjelaskan;

Bagaimana saya mau terkesan, jika saat saya bertanya; ‘kalian dari mana, akan kemana, dan kembali kemana?’ kalian tidak bisa menjawabnya.. Ya wajar saja, sebab kalian tidak memiliki apa yang kami miliki. Kami punya kitab suci dan kalian tidak! Makanya, kalian tidak akan pernah bisa menjawab pertanyaan sesederhana itu!” cetus Soekarno. Setelah kejadian itu, Presiden Rusia memerintahkan dibangun sebuah masjid megah di Rusia, lalu dinamai Masjid Soekarno.

Saya tahu ada sisi lain dari Soekarno yang mungkin bagi kita bernilai negatif, tapi untuk yang satu itu, saya ingin mahasiswa saya memiliki Islam seperti beliau; Islam yang bisa tetap berdakwah dimana saja, bahkan ditengah kaum Atheis sekalipun!

Aih, saya bergetar mendengarnya...

Lalu kekaguman saya pada sosok Pak Imam semakin bertambah saat beliau menunjukkan dua buah buku setebal bantal kepada kami. Itu adalah kumpulan ‘Renungan Fajar’, dari kebiasaan beliau menulis SETIAP HARI sehabis subuh. Teladan menulis itu pun ditularkan kepada orang disekitarnya, sehingga tidak kurang dari delapan puluh buku terbit dari UIN Malang tiap tahunnya. MasyaAllah...

Saya jadi ingat pada Jeda Sejenak saya (yang ditunggu-tunggu tak datang-datang itu..heu.. -_-“). Awalnya pun dari kebiasaan menulis seperti itu. Dari awalnya hanya nangkring di blog, atas usul beberapa orang, saya kumpulkan kembali tulisan-tulisan berserak tadi. Saya edit sana-sini supaya lebih rapi dan ‘baru’, lalu saya kelompokkan hingga menjadi tiga bagian besar dengan tiga warna yang berbeda. Lalu terbitlah satu buku sederhana itu. Meski tidak ada apa-apanya dibandingkan Renungan Fajar-nya Pak Imam, tapi semangat saya untuk terus menulis semakin terlecut dengan nasihat beliau.(promositerselubung :p)

Saya ini doktor di bidang ilmu sosial. Saya sama sekali tidak pernah nyantri dan bisa dibilang tidak tahu agama... Tapi, satu yang saya yakini adalah saya harus selalu mempelajari dan merenungkan Al Qur’an, sebab dari sanalah sumber segala macam ilmu yang kita butuhkan!

Baiklah Pak Imam, saya mahasiwa farmasi, tapi saya pun ingin punya sumbangsih untuk ummat ini. Izinkan saya pun menulis sesuatu yang sederhana tentang agama kita; Islam yang rahmat bagi segenap alam.

Saya yakin, Islam hanya akan bangkit lewat pendidikan Islam! Saya ingin, kebangkitan Islam kita mulai dari Indonesia. Dari kita! Suatu hari orang-orang dari berbagai penjuru akan datang untuk belajar Islam ke sini. Itu mimpi saya!” ucap Pak Imam dengan semangat.

Prolog

Hanya satu kekurangan Pak Imam,” ujar seorang pegawai UIN Malang yang sempat kami ajak bercakap. “Beliau itu belum punya kader yang seperti beliau...” ucapnya.

Yah, saya kira memang sulit mencari orang seperti Pak Imam..” ujar Bapak, menimpali.

Iya Pak. Pak Imam itu orangnya bersih. Beliau Cuma mengambil gaji pokoknya saja. Tunjangan dan honor-honor lainnya diinfakkan untuk para penghapal Qur’an, masjid, juga membantu biaya kuliah beberapa mahasiswa... Dan saya rasa itu sulit, Pak.. Kecuali bagi orang-orang seperti Pak Imam. Jika ditanya tentang itu, Pak Imam Cuma bilang bahwa gaji pokoknya saja sudah cukup untuk hidup dia..” cerita pegawai tadi, ada kekaguman mendalam yang terselip diantara tiap kata-katanya. Saya kembali takjub, berkaca-kacalah saya...

Dalam perjalanan setelah pertemuan itu, saya tidak henti-hentinya bersyukur untuk apa yang saya dapatkan tadi. Saya menatap bapak yang nampak terantuk-antuk diatas bus, nampaknya lelah setelah semalaman rapat.

Pak, diantara semua UIN yang ada di Indonesia, UIN mana yang paling bagus?

Bapak langsung tersadar dari kantuknya, sambil tersenyum Bapak menjawab, “Yah UIN Malang inilah yang terbaik...”

Ah, harusnya saya tidak usah bertanya lagi...

Pak Imam, terima kasih. :)


Makassar, 29 Januari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)