Senin, 30 Januari 2012

Hari Ini, Saya Membereskan Laci

*laci meja belajar yang buerrantakan*


Dari judulnya saja, rasanya tidak penting yah? Hehehe.. Tapi saya tetap ingin menuliskan ini. Tulisan yang tercetus ketika pagi ini saya memutuskan untuk membersihkan laci-laci yang ada di kamar saya. Beberapa hari kedepan, perkuliahan akan kembali dimulai. Konon, kali ini pun akan cukup berat dan menyita waktu. Maka, sebelum benar-benar sibuk, waktu lowong ini saya manfaatkan untuk membereskan hal-hal yang bisa dibereskan sebelum nanti akan kembali membuatnya berantakan saat sudah sibuk kuliah. Hehehe..

Saat membersihkan laci itu, saya menyiapkan sebuah kresek besar tempat membuang barang-barang yang sudah tidak digunakan. Menyisihkannya dari hal-hal yang masih berguna dan akan kembali menghuni laci itu dengan posisi yang lebih teratur. Saat itulah saya berpikir, membersihkan laci ini, seperti halnya sedang membersihkan hati. Ah, melankolis sekali..

Tapi, bukankah memang demikian? Kadang memang kita harus menyisihkan waktu untuk membersihkan hati kita dari hal-hal yang tidak perlu. Membuangnya ke tempat sampah agar tidak lagi mengotori hati tersebut. Ini sama halnya dengan melupakan. Yah, sebagai seorang muslim, kita tentu telah hapal betul dengan konsep memaafkan. Tapi, terkadang memaafkan tidak selalu berarti melupakan. Maka sebab itu, selalu menjadi warning bagi diri kita untuk berhati-hati agar tidak menorehkan luka pada siapa saja. Tidak sembarangan memberikan kenangan yang buruk pada seseorang. Sebab, dia mungkin bisa memaafkannya, namun belum tentu melupakannya.

Sebab, tanpa mengurangi pentingnya menghindari dosa kepada Allah, tapi kita memang lebih mudah ‘bertemu’ Allah dalam tiap shalat kita, memohon ampun dengan taubatan nasuha, maka Allah Yang Maha Pemurah insya Allah akan memaafkan. Tapi, dengan manusia? Ya, bisa saja saat kita melakukan kesalahan, itu juga adalah saat terakhir kita bertemu dengannya. Lalu kedzaliman itu akan terus menjadi kedzaliman, sebab kita tidak punya lagi kesempatan meminta maaf. Kesempatan untuk membantunya membuang ‘hal tidak berguna’ dari dalam hatinya.

Hati, layaknya laci, memang tempat kita bisa menyembunyikan banyak hal. Segala macam perasaan bisa kita kunci di dalamnya tanpa seorang benar-benar mengetahui. Suatu hari di masa SMA, seorang teman pernah curhat pada saya. Ia menceritakan tentang ujian berat yang saya pun merasa tidak akan mampu melewatinya. Sejurus kemudian, ia lalu mengucapkan kata-kata yang memang tidak secara langsung, namun bermakna bahwa betapa ia cemburu pada saya. Saya yang katanya hidup dengan mulus dan seolah bisa mendapatkan semua yang saya inginkan. Saya langsung tersenyum miris. Sambil menatap ke dalam bola matanya, saya berkata;

“Bahkan pada orang-orang yang kita anggap sangat normal, sangat bahagia, bisa saja adalah manusia yang hidupnya penuh dengan ujian pula, yang bahkan sangat tidak normal bagi kita. Hanya saja, sebab tidak semua hal harus diceritakan...”

Ia menatap saya dengan bingung bercampur tidak percaya.

Ya, begitu seringnya kita menganggap orang lain lebih bahagia. Tanpa pernah benar-benar tahu apa yang telah dan sedang ia alami. Bahkan tanpa pernah bertanya apapun, tanpa pernah menatap ke dalam laci. Eh, ke dalam hatinya yang tersembunyi. Aih, berhati-hatilah dalam menghakimi!


*setelah dibereskan, ternyata bisa jadi lebih lowong juga!*

Setelah selesai membersihkan laci, dan membuang beberapa hal yang sudah tidak lagi terpakai, saya langsung nyadar bahwa ternyata saya punya ruang yang cukup lowong untuk barang-barang saya. Ternyata masih begitu banyak tempat kosong yang masih bisa saya manfaatkan. Letak-letak barang pun menjadi lebih tertata dan tidak lagi sumpek terasa. Tapi setelah saya menutup laci-laci itu dan memandang ruangan kamar saya secara utuh, saya mendapati bahwa tidak banyak yang berubah. Sebab, saat menutup laci, semuanya kembali tersembunyi.

Maka mungkin, demikian pula saat kita memaafkan dan melupakan hal-hal yang buruk. Secara fisik, kita mungkin nampak biasa-biasa saja. Namun, rasakanlah bagaimana keadaan jiwa, insya Allah kita akan mendapati bahwa ia akan terasa lebih lapang. Lebih nyaman.

Bila hati kian bersih/ Pikiranpun akan jernih/ Semangat hidup nan gigih/ Prestasi mudah diraih/ Namun bila hati keruh/ Pikiran selalu gemuruh/ Seakan dikejar musuh/ Dengan Allah kian jauh (Aa’ Gym, Jagalah Hati)

Makassar, 31 Januari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)