Minggu, 22 November 2015

Curah Rasa di Sosial Media

[dimuat di rubrik Opini, Harian Amanah, 28 Oktober 2015]



Kabar duka nampak berseliweran di beranda salah satu sosial media hari itu. Luasnya jejaring yang sanggup dicakup oleh dunia maya memang kadangkala membuat kita mendapatkan kabar dari orang-orang yang mungkin tidak begitu kita kenal. Sama halnya dengan kasus tersebut, saat seorang muslimah dikabarkan meninggal dalam sebuah kecelakaan, dan beritanya menjadi masif disiarkan oleh banyak media. Satu hal yang menarik untuk diperhatikan adalah, beberapa orang kemudian memberikan fokus kepada ‘jejak’ yang ditinggalkan muslimah tersebut di sosial media yang ia punya, sebelum ia kemudian ditakdirkan untuk meninggal dunia. 

Capture status terakhirnya tersebar di mana-mana. Tidak sedikit orang yang memberikan tanggapan positif dengan nada haru pada deretan kata penuh manfaat dan hikmah dalam status tersebut. Hal ini kemudian dikaitkan dengan pribadi pemilik status yang semasa hidupnya memang dikenal sebagai seseorang yang sangat baik. Lihatlah, betapa kemajuan teknologi saat ini bahkan turut memberikan warna pada cara kita menilai seseorang sepeninggal dirinya. 

Ada pepatah yang mengatakan, “Mulutmu, harimaumu.”. Nah, di zaman di mana sosial media seolah telah menjadi bukti eksistensi seseorang seperti saat ini, tidak berlebihan rasanya jika kita meng-‘qiyas’-kan pepatah ini menjadi, “Statusmu, harimaumu”. Ya, sebab telah banyak kasus yang kita saksikan, di mana ternyata selentingan kalimat yang di-upload di media sosial, yang notabene mungkin hanya dibuat dalam tempo yang begitu singkat, dan dengan tenaga yang tidak banyak, ternyata bisa memberikan dampak yang besar kepada pemiliknya, baik itu dalam arti positif, maupun dalam nuansa yang negatif. 

Contoh yang diangkat di awal tadi, mungkin adalah bukti bagaimana status-status positif dapat memberikan imej positif pula bagi seseorang. Contoh negatifnya? Ternyata tak kalah banyak. Sudah berapa banyak kasus yang kita saksikan, di mana seseorang mendapatkan sanksi, mulai dari tahap sanksi sosial hingga bahkan yang sudah menyentuh ranah hukum, hanya karena postingan yang ia buat di sosial media. Parahnya lagi, terkadang orang-orang ini awalnya hanya bermaksud iseng dan tidak menyangka bahwa apa yang ia unggah itu ternyata bisa menjadi viral dan menuai hujatan secara massal di tengah masyarakat. Biasanya hal ini terjadi karena adanya ketidaktahuan, atau mungkin tidak adanya keinginan untuk peduli alias menganggap enteng perkara kata-kata atau hal-hal yang ia lemparkan ke masyarakat via sosial media yang ia punya. Maksud hati hanya ingin mencurahkan perasaan atau sekadar iseng memperlihatkan aktivitas, namun ternyata hasilnya malah memberikan dampak yang tidak sederhana. 

Sama halnya dengan orang-orang yang kemudian menuliskan hal-hal yang tidak benar-benar ia pahami di sosial media yang ia punya. Kemudahan akses dan adanya perasaan ‘terlalu memiliki’ terhadap akun sosial medianya membuat seseorang terkadang bersikap ‘semau gue’ dalam mengunggah sesuatu. Dampaknya bisa fatal, apalagi jika kemudian ia termasuk orang-orang yang memang banyak diperhatikan oleh khalayak di sekitarnya, sehingga apapun yang ia tuliskan memberikan pengaruh. Maka, sedikit saja ia tergelincir, akan begitu banyak orang lain yang turut tergelincir bersamanya. Hal yang sama juga berlaku untuk kasus komentar-komentar yang terkadang tidak didasari dengan ilmu. Jika hal macam ini sudah terjadi, tidak heran jika kemudian pemikiran-pemikiran aneh yang tidak berdasar menjadi dengan mudah merebak di masyarakat. Dan semua itu bisa saja hanya bermula dari sepenggal atau dua penggal kalimat yang mengudara lewat sosial media. Nah, ini baru kita lihat dari sudut pandang hubungan antar sesama manusia. 

Sementara itu, bagaimana sebenarnya agama kita mengatur tentang hal ini? Mari kita simak ayat berikut: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al Isra:36). 

Ibnu Katsir menjelaskan kepada kita, bahwa ayat di atas mengandung larangan untuk berkata-kata tanpa ilmu. Ya, sebab segala hal akan dimintai pertanggungjawabannya. Dan mengucapkan sesuatu tanpa didasari dengan ilmu memang akan mengundang mudharat yang beruntun, yang bukan hanya akan menyulitkan diri pribadi, namun juga orang lain. Bukan hanya memberi dampak di dunia, namun akan pula kita hadapi pertanggungjawabannya di akhirat kelak! 

Terlebih lagi saat kemudian untaian kata-kata itu ‘mengabadi’ dalam bentuk tulisan yang bisa diakses oleh siapa saja, kapan saja, dan akan terus nangkring di dunia maya bahkan mungkin melebihi usia kita sendiri! Maka efek yang akan timbul tentu akan lebih besar lagi, dan otomatis akan semakin besar pula pertanggungjawabannya di akhirat.

Mari kita seksamai pula sebuah nasihat yang indah dari seorang ulama yang tentu tidak kita pertanyakan lagi kadar keilmuannya. Seorang imam mahdzab yang senantiasa kita sebut namanya dan begitu sering muncul dalam perjalanan kita menuntut ilmu agama. Beliaulah Imam Syafi’i, yang meski begitu dalam ilmunya, namun begitu berhati-hati dalam berkata-kata. Beliau telah menasihatkan; “Jika engkau hendak berkata, maka berpikirlah terlebih dahulu. Jika yang nampak adalah kebaikan maka ucapkanlah perkataan tersebut, namun jika yang nampak adalah keburukan atau bahkan engkau ragu-ragu, maka tahanlah dirimu (dari mengucapkan perkataan tersebut).” (Asy Syahrul Kabir ‘alal Arba’in An Nawawiyah).

 Maka mari kita perhatikan ke mana arah jemari kita bergerak menyusun kata-kata. Sebab bisa jadi, penggalan kata-kata yang kita curahkan lewat sosial media kita hari ini, menjadi cara orang-orang sepeninggal kita mengenali dan menilai diri kita, serta menjadi satu catatan perbuatan yang kelak harus kita pertanggungjawabkan di hadapanNya. Pertanyaannya; sebagai sosok seperti apa kita ingin dikenang, dan telah siapkah kita dengan hujjah di hadapan Allah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)