dimuat di rubrik Mimbar
Kita, Harian Amanah, 3 November 2015
Terik seperti belum juga ingin beranjak. Bahkan meski matahari telah
terbenam, ia masih saja menyisakan hawa gerah yang membuat lisan-lisan kita
menjadi begitu mudah mengeluhkan peluh yang tidak juga mau berhenti menetes.
Kita pun mulai membandingkan antara daerah kita dengan daerah lainnya; yang
mana yang terasa lebih panas? Selebihnya, mungkin masih ada yang merasa lebih
patut bersyukur atas kondisinya, saat kemudian menengok pada bagian Sumatera
dan Kalimantan Indonesia yang bukan hanya disengat panas, namun juga dikepung
oleh kabut asap yang membuat kita seolah baru sadar; betapa berharganya tiap
hirup oksigen yang selama ini diberikan Allah secara cuma-cuma.
Manusia dengan segala kesempurnaan penciptaannya juga tidak lepas dari
fitrahnya yang seringkali salah dan lupa. Seberapa cerdasnya kita, terkadang
justru kecerdasan itulah yang membuat kita terlena. Membuat kita merasa mampu
melakukan apa saja. Hitung-hitungan pada keuntungan duniawi yang bisa
didapatkan membuat beberapa orang terkadang menjadi mudah untuk khilaf demi
memenuhi pundi-pundinya sendiri. Maka terjadilah, kerusakan di langit dan di
bumi akibat ulah tangan manusia sendiri.
Lalu saat alam ini tidak lagi menganggap kita sebagai sahabat yang baik,
kita baru sadar; sejatinya, kita bukan siapa-siapa, kita bukan apa-apa.
Buktinya, hanya untuk mengharapkan hujan saja, kita tahu bahwa kita butuh
teknologi yang rumit dengan budget
yang tidak sedikit untuk merekayasanya. Hanya demi memadamkan api, para orang
relawan yang baik hatinya itu yang harus meninggalkan keluarganya dan
mengerahkan segenap kekuatan yang ia punya. Demi menuntaskan gerah, kita tak
tahu lagi harus meminta hujan kepada siapa, selain hanya padaNya saja.
“Dan
Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan
rahmat-Nya (hujan)” (QS. Al A’raf:57)
Hujan yang kita rindukan itu, adalah rahmat yang
diturunkan Allah. Sebuah bentuk kasih sayang Allah atas hamba-hambaNya. Tapi,
jika nanti ia telah datang dan membuat kita basah, setidaknya berjanjilah,
jangan membuat keluhan yang baru, ya?
Inspiratif kak :). bagaimana caranya krim tulisan di rubrik Mimbar Kita, Harian Amanah kak ?
BalasHapusKirim ke mozaikamanah@gmail.com
Hapussubject: Mimbar Kita
syukron kak, ada tulisanku yang terinspirasi dari tulisanta hehe.
BalasHapus