Sabtu, 13 Desember 2014

Menjenguk Masa Lalu

Manusia-manusia yang tidak pernah mengerti kesunyian,
hanyalah mereka yang tidak pernah sadar dengan kerayaan

Selamat datang, masa lalu. Selamat berlalu, masa datang
(Fitrawan Umar, Roman Semesta pg. 69)

Terkadang, memang menjadi penting bagi kita untuk sesekali menjenguk masa lalu. Sebab kita sangat pelupa. Bahkan mungkin untuk hal-hal yang sangat penting untuk kita ingat. Semua laku orang lain yang hari ini terasa tidak menyenangkan, nyatanya di masa lalu adalah seseorang yang pernah begitu berjasa bagi kita. Hanya saja kita tidak mengingatnya, hanya saja kita selalu lupa.

Suatu hari seseorang telah datang dengan membawa pertanyaan yang besar di dalam kepalanya. Ia merasa telah melalui masa yang panjang dalam hidupnya, namun hingga hari ini kerap mendapati dirinya nampak tak utuh.

Ada yang kosong dari hidup saya. Ada bagian yang tidak lengkap, ibarat mozaik yang hilang, yang seharusnya sudah berada di tempatnya. Namun saya tidak. Tidak utuh.” ujarnya.

Maka ia mencoba menjenguk masa lalu. Kemudian mendapati bahwa, memang ada yang berbeda dari hidupnya. Bukan, bukan tidak lengkap. Bukan pula kosong. Tapi ada satu rentetan masa yang mungkin ia isi dengan hal lain, yang tidak sama dengan orang lainnya. Maka ia tetap ‘terisi’ dengan sesuatu, meski berbeda. Dan hal itulah yang kemudian membentuknya menjadi seperti apa ia sekarang.

Seberapa penting kita peduli perihal perbedaan itu, jika nyatanya hari ini kita dapat tegak berdiri. Dengan cara kita sendiri. Dengan pengertian kita yang paling utuh tentang hidup ini.

Ya. Pengertian yang utuh. Bukan dalam rangka membandingkan hidup yang kita punya dengan orang lain. Bukan melulu menatap rumput yang hijau berseri di seberang sana. Siapa yang peduli jika tanah kita kering dan meranggas, mungkin gundul dan berlubang, atau justru ditumbuhi kaktus atau hanya ada pasir sejauh mata memandang? Jika, memang seperti itulah seharusnya kita menjalaninya. Jika nyatanya, kita hanya perlu menyedia oase di tengah gurun itu, lalu menikmatinya dengan cara kita sendiri.

Seberapa penting kita peduli perihal hidup kita yang tidak sama dengan hidup orang lain, jika kita masih terus yakin bahwa rencanaNya adalah yang terbaik?”, ucapnya. Menjawab pertanyaannya sendiri. 

Makassar, 13 Desember 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)