Senin, 01 Desember 2014

Ada Cahaya di Angkutan Kota

Siapa pula di dunia ini yang tidak pernah menggunakan jasa angkutan umum? Mungkin ada ya, tapi nampaknya hanya segelintir saja. Mungkin hanya orang-orang super kaya yang sejak lahir sudah diberi makanan dengan sendok emas, misalnya *ngarang*. Ya, sebagian besar dari kita tentu pernah punya pengalaman dengan angkutan umum, dalam bentuk apapun itu. Saya pribadi sudah menikmati jasa ini sejak jaman SMP hingga sekarang. Sejak jaman ongkos angkutan kota bisa beres dengan selembar seribuan, hingga menjadi lima kali lipat seperti sekarang. Nah, betapa sia-sianya jika dalam masa yang panjang tersebut saya sama sekali tidak mengambil pelajaran apa-apa dari rutinitas ini, kan?

Tulisan ini saya beri judul dengan menggunakan kata ‘cahaya’, tanpa bermaksud untuk menjadikan kata ini sebagai trademark saya... hehehe... Tidak bisa dipungkiri bahwa –setidaknya bagi saya, ‘cahaya’ adalah kata yang istimewa. Di dalam al Qur’an, ‘Nur’ yang bermakna cahaya digunakan untuk menggambarkan tentang hal-hal yang baik. Dari kegelapan menuju cahaya. Cahaya di atas cahaya. Maka cahaya pun selalu saya identikkan dengan ilmu, dengan hikmah, dan dengan berbagai macam hal yang bisa memberikan kita pencerahan. Nah, berikut beberapa cahaya yang saya temukan di angkutan kota!

1. Toleransi
Setiap pengguna angkutan kota pasti paham dengan hal ini. Namanya juga angkutan umum, ya...Kan bukan kendaraan nenek moyang kita, ya... Hihihi.. Tentu saling menghargai antar sesama penumpang sangat diperlukan. Sayang, terkadang kita menghadapi kasus di mana ada saja orang-orang yang nampaknya kurang peka dengan hal ini. Misalnya dengan duduk melebihi ‘kuota posisi’ yang menjadi haknya, hanya karena alasan kenyamanan. Padahal tahukah kita bahwa saat kita merasakan kenyamanan, bisa jadi di saat yang sama kita sedang menyengsarakan orang lain. Dan yang paling bikin emosi adalah orang-orang semacam ini yang tetap keukeuh dengan gaya pewe-nya, tidak ingin memberi ruang pada penumpang yang baru akan naik. Atau yang dengan maksa menutup jendela angkot hanya karena tidak ingin rambutnya berantakan kemana-mana, padahal penumpang yang lain sudah kepanasan. Atau –dan ini yang juga tidak kalah bikin emosi, yang dengan penuh percaya diri tetap mengepulkan asap rokoknya padahal jelas-jelas orang lain sudah menutup hidung, mengibaskan tangan, atau ada bayi kecil di tempat yang sama. Maka setiap naik angkutan kota, kita akan selalu belajar dan berlatih untuk menjadi orang-orang toleran. Minimal, jangan lakukan hal yang jika diperlakukan kepadamu, kamu pun akan merasa jengkel.

2. Kesabaran
Di angkutan umum, kita akan dengan mudah bertemu dengan orang-orang yang tergolong ‘teman bukan-saudara bukan’, maka setelah bisa membuat diri kita sendiri toleran, kita harus tetap menerima kenyataan bahwa masih banyak orang lain yang tidak bisa melakukan hal yang sama. So, jurus paling sakti untuk tetap waras menghadapi hal ini adalah; sabar. Saat teguran sudah dilayangkan, tapi orang-orang yang tidak toleran tetap betah dengan sikap buruknya, maka sabarlah. Mungkin hari itu Allah menakdirkan kita menemukan ladang pahala di angkutan kota. Kata orang, sabar adalah napas yang akan menentukan panjang tidaknya sebuah perjuangan –dalam hal ini, perjuangan sebagai penumpang angkutan umum. Fight! Fight! Fight!

3. Baik Sangka
Setelah sempat beberapa kali mengalami pengalaman tidak menyenangkan saat menjadi pengguna jasa angkutan kota, saya menjadi sadar bahwa kehidupan jalanan memang keras *halah*. Di luar pintu rumah kita, ada begitu banyak orang-orang dengan niat jahat, atau orang-orang baik yang terpaksa berbuat jahat karena terdesak. Jika kita memahami hal ini, maka begitu berat rasanya meninggalkan rumah, apalagi dengan menggunakan angkutan kota yang mengharuskan kita berinteraksi dengan banyak orang yang tidak kita kenal. Tapi, hidup harus tetap berjalan. Saat pilihan untuk berkendaraan sendiri belum bisa kita wujudkan, maka kegiatan-kegiatan baik kita tentu tidak boleh berhenti karena enggan menggunakan angkutan umum, khan? Maka, yang membuat kita tetap melangkahkah kaki keluar rumah dengan penuh percaya diri adalah satu hal ini; baik sangka. Baik sangka kepada Allah. Baik sangka bahwa saat kita melafadzkan doa keluar rumah itu, kita memang tidak punya daya dan upaya selain atas kehendak dan pertolonganNya. Betapa setiap saat kita sebenarnya tengah terancam atas hal-hal buruk yang dapat dengan mudah menghancurkan kita. Namun nyatanya, hingga kini kita tetap dapat tegak berdiri sebab kita punya keyakinan bahwa Allah akan selalu menjaga kita. Demikian pula halnya dengan baik sangka kita kepada sesama manusia. Apa yang kita tahu tentang supir pete-pete yang sedang kita tumpangi mobilnya, atau tentang tukang bentor yang membawa kita melaju dengan becak motornya, atau tentang penumpang lain yang sepanjang jalan menghabiskan waktu bersama kita? Tapi toh kita tetap berbaik sangka kepada mereka hingga berkenan menggunakan angkutan umum untuk memudahkan aktivitas kita. Baik sangka yang berdampingan mesra dengan tawakkal kita kepada Sang Pemilik Kehidupan adalah satu hal yang sangat penting untuk kita maknai di setiap episode ini.

4. Bersyukur
Seberapa sering kita berangkat dan tiba dari satu tempat ke tempat lain dalam kehidupan kita? Hal ini mungkin sudah menjadi rutinitas yang tidak pernah lepas. Namun, pernahkah kita benar-benar bersyukur setiap berhasil sampai ke tempat tujuan, atau saat akhirnya bisa pulang ke rumah dengan aman sentosa? Benarlah bahwa terkadang hal yang terus berulang-ulang bisa melemahkan kepekaan kita tentang sebuah pemaknaan. Seperti yang sudah saya uraikan di atas, bahwa di luar rumah ada begitu banyak kejahatan, dan dengan mudah kita bisa bertemu dengan celaka. Siapa yang menjamin bahwa saat kita meninggalkan rumah, maka kita akan selalu sampai ke tempat tujuan? Bukankah tak ada pula yang berjanji bahwa jika kita kembali ke rumah kita akan benar-benar pulang dan semuanya akan baik-baik saja? Maka setiap perjalanan, sesederhana apapun itu sudah seharusnya kita isi pula dengan kesyukuran. Betapa di setiap langkah kita, kita telah dijaga dan dituntun hingga bisa melangkah di muka bumi ini dengan aman. Bersyukurlah.

Nah, setidaknya inilah cahaya-cahaya yang saya temukan saat dalam perjalanan menggunakan angkutan umum. Semoga bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. Ini cahayaku, mana cahayamu?


Makassar, 1 Desember 2014
Welcome, December... 
Penghujung tahun dengan rencana-rencana tahun depan yang bikin semangat!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)