Siapa pula di dunia ini
yang tidak pernah menggunakan jasa angkutan umum? Mungkin ada ya, tapi
nampaknya hanya segelintir saja. Mungkin hanya orang-orang super kaya yang
sejak lahir sudah diberi makanan dengan sendok emas, misalnya *ngarang*. Ya,
sebagian besar dari kita tentu pernah punya pengalaman dengan angkutan umum,
dalam bentuk apapun itu. Saya pribadi sudah menikmati jasa ini sejak jaman SMP
hingga sekarang. Sejak jaman ongkos angkutan kota bisa beres dengan selembar
seribuan, hingga menjadi lima kali lipat seperti sekarang. Nah, betapa
sia-sianya jika dalam masa yang panjang tersebut saya sama sekali tidak
mengambil pelajaran apa-apa dari rutinitas ini, kan?
Tulisan ini saya beri judul
dengan menggunakan kata ‘cahaya’, tanpa bermaksud untuk menjadikan kata ini sebagai
trademark saya... hehehe... Tidak bisa dipungkiri bahwa –setidaknya bagi saya, ‘cahaya’
adalah kata yang istimewa. Di dalam al Qur’an, ‘Nur’ yang bermakna cahaya
digunakan untuk menggambarkan tentang hal-hal yang baik. Dari kegelapan menuju
cahaya. Cahaya di atas cahaya. Maka cahaya pun selalu saya identikkan dengan
ilmu, dengan hikmah, dan dengan berbagai macam hal yang bisa memberikan kita
pencerahan. Nah, berikut beberapa cahaya yang saya temukan di angkutan kota!
1. Toleransi
Setiap pengguna angkutan
kota pasti paham dengan hal ini. Namanya juga angkutan umum, ya...Kan bukan
kendaraan nenek moyang kita, ya... Hihihi.. Tentu saling menghargai antar
sesama penumpang sangat diperlukan. Sayang, terkadang kita menghadapi kasus di
mana ada saja orang-orang yang nampaknya kurang peka dengan hal ini. Misalnya
dengan duduk melebihi ‘kuota posisi’ yang menjadi haknya, hanya karena alasan
kenyamanan. Padahal tahukah kita bahwa saat kita merasakan kenyamanan, bisa
jadi di saat yang sama kita sedang menyengsarakan orang lain. Dan yang paling
bikin emosi adalah orang-orang semacam ini yang tetap keukeuh dengan gaya
pewe-nya, tidak ingin memberi ruang pada penumpang yang baru akan naik. Atau
yang dengan maksa menutup jendela angkot hanya karena tidak ingin rambutnya
berantakan kemana-mana, padahal penumpang yang lain sudah kepanasan. Atau –dan ini
yang juga tidak kalah bikin emosi, yang dengan penuh percaya diri tetap mengepulkan
asap rokoknya padahal jelas-jelas orang lain sudah menutup hidung, mengibaskan
tangan, atau ada bayi kecil di tempat yang sama. Maka setiap naik angkutan
kota, kita akan selalu belajar dan berlatih untuk menjadi orang-orang toleran.
Minimal, jangan lakukan hal yang jika diperlakukan kepadamu, kamu pun akan
merasa jengkel.
2. Kesabaran
Di angkutan umum, kita akan
dengan mudah bertemu dengan orang-orang yang tergolong ‘teman bukan-saudara
bukan’, maka setelah bisa membuat diri kita sendiri toleran, kita harus tetap
menerima kenyataan bahwa masih banyak orang lain yang tidak bisa melakukan hal
yang sama. So, jurus paling sakti untuk tetap waras menghadapi hal ini adalah;
sabar. Saat teguran sudah dilayangkan, tapi orang-orang yang tidak toleran
tetap betah dengan sikap buruknya, maka sabarlah. Mungkin hari itu Allah
menakdirkan kita menemukan ladang pahala di angkutan kota. Kata orang, sabar
adalah napas yang akan menentukan panjang tidaknya sebuah perjuangan –dalam hal
ini, perjuangan sebagai penumpang angkutan umum. Fight! Fight! Fight!
3. Baik Sangka
Setelah sempat beberapa
kali mengalami pengalaman tidak menyenangkan saat menjadi pengguna jasa
angkutan kota, saya menjadi sadar bahwa kehidupan jalanan memang keras *halah*.
Di luar pintu rumah kita, ada begitu banyak orang-orang dengan niat jahat, atau
orang-orang baik yang terpaksa berbuat jahat karena terdesak. Jika kita
memahami hal ini, maka begitu berat rasanya meninggalkan rumah, apalagi dengan
menggunakan angkutan kota yang mengharuskan kita berinteraksi dengan banyak
orang yang tidak kita kenal. Tapi, hidup harus tetap berjalan. Saat pilihan
untuk berkendaraan sendiri belum bisa kita wujudkan, maka kegiatan-kegiatan
baik kita tentu tidak boleh berhenti karena enggan menggunakan angkutan umum, khan?
Maka, yang membuat kita tetap melangkahkah kaki keluar rumah dengan penuh
percaya diri adalah satu hal ini; baik sangka. Baik sangka kepada Allah. Baik
sangka bahwa saat kita melafadzkan doa keluar rumah itu, kita memang tidak
punya daya dan upaya selain atas kehendak dan pertolonganNya. Betapa setiap
saat kita sebenarnya tengah terancam atas hal-hal buruk yang dapat dengan mudah
menghancurkan kita. Namun nyatanya, hingga kini kita tetap dapat tegak berdiri sebab
kita punya keyakinan bahwa Allah akan selalu menjaga kita. Demikian pula halnya
dengan baik sangka kita kepada sesama manusia. Apa yang kita tahu tentang supir
pete-pete yang sedang kita tumpangi
mobilnya, atau tentang tukang bentor yang membawa kita melaju dengan becak
motornya, atau tentang penumpang lain yang sepanjang jalan menghabiskan waktu
bersama kita? Tapi toh kita tetap berbaik sangka kepada mereka hingga berkenan
menggunakan angkutan umum untuk memudahkan aktivitas kita. Baik sangka yang
berdampingan mesra dengan tawakkal kita kepada Sang Pemilik Kehidupan adalah
satu hal yang sangat penting untuk kita maknai di setiap episode ini.
4. Bersyukur
Seberapa sering kita
berangkat dan tiba dari satu tempat ke tempat lain dalam kehidupan kita? Hal
ini mungkin sudah menjadi rutinitas yang tidak pernah lepas. Namun, pernahkah
kita benar-benar bersyukur setiap berhasil sampai ke tempat tujuan, atau saat
akhirnya bisa pulang ke rumah dengan aman sentosa? Benarlah bahwa terkadang hal
yang terus berulang-ulang bisa melemahkan kepekaan kita tentang sebuah
pemaknaan. Seperti yang sudah saya uraikan di atas, bahwa di luar rumah ada
begitu banyak kejahatan, dan dengan mudah kita bisa bertemu dengan celaka.
Siapa yang menjamin bahwa saat kita meninggalkan rumah, maka kita akan selalu
sampai ke tempat tujuan? Bukankah tak ada pula yang berjanji bahwa jika kita
kembali ke rumah kita akan benar-benar pulang dan semuanya akan baik-baik saja?
Maka setiap perjalanan, sesederhana apapun itu sudah seharusnya kita isi pula
dengan kesyukuran. Betapa di setiap langkah kita, kita telah dijaga dan
dituntun hingga bisa melangkah di muka bumi ini dengan aman. Bersyukurlah.
Nah, setidaknya inilah
cahaya-cahaya yang saya temukan saat dalam perjalanan menggunakan angkutan
umum. Semoga bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. Ini cahayaku, mana
cahayamu?
Makassar, 1 Desember 2014
Welcome, December...
Penghujung tahun dengan rencana-rencana tahun depan yang bikin semangat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)