Kamis, 24 April 2014

Membebaskan Pengekangan

Banyak orang yang beranggapan, bahwa hari ini kita hidup di masa kebebasan. Semuanya ingin bebas. Pikiran. Perbuatan. Tulisan. Karya seni. Media. Pokoknya, segala hal tidak ingin lagi diatur-atur dalam kekangan yang dianggap saklek dan hanya menghambat laju perkembangan zaman. Bagaikan seekor burung, setiap orang ingin lepas dari kandanganya masing-masing. Tidak ada yang ingin ditawan oleh siapa-siapa, bahkan oleh dirinya sendiri. Menahan kebebasan dianggap sama saja dengan menahan langkah dan menahan kehidupan. Tapi, benarkah?

Apa hal lain yang lahir dari kebebasan ini? Adalah standar yang bermacam-macam. Setiap orang dianggap berhak untuk membuat standarnya sendiri dan tidak ada yang boleh protes akan hal itu. Jika ada yang menganggap suatu hal mengganggu, maka itu belum tentu berlaku umum. Jika masih ada orang yang merasa aman-aman saja, maka bukan berarti hal itu benar-benar salah, bahkan meski kesalahannya sudah teramat sangat nyata. Bahkan, orang yang menganggapnya salah dianggap sebagai manusia yang terlalu mengekang. Dianggap punya pikiran sempit nan saklek yang hanya akan menebarkan kebencian dan anti perdamaian. Orang-orang seperti itu dicap sebagai kaum terbelakang yang terlalu konservatif. Akhirnya, mereka dikucilkan. Diasingkan. Terasing dalam keramaian. Lalu dicitrakan sebagai kaum yang memang pantas untuk memeroleh akibat tersebut. 

Orang-orang yang sedang memperjuangkan kebebasannya mungkin lupa, meski mereka selalu merasa sedang berjuang untuk melawan lupa. Bahwa saat mereka mengekspresikan sesuatu yang mereka anggap sebagai kebebasan, di saat yang bersamaan, sejatinya mereka sedang mengebiri kebebasan orang lain. Tanpa sadar mereka sedang menjilat ludah mereka sendiri dan justru sedang melakukan sesuatu yang saklek dengan menuhankan kebebasan yang mereka usung. Mereka mengekang orang lain, dalam kebebasan mereka. 

Mereka menganggap orang-orang tertentu hanya bersifat taklid buta terhadap apa yang mereka anggap benar. Mereka menganggap orang-orang tertentu tidak bersedia menerima pendapat lain, padahal pada waktu tersebut, mereka pun sejatinya sedang menutup pintu untuk menerima pendapat siapapun, kecuali menerima apa yang mereka sebut sebagai kebebasan. Mereka mengekang orang lain, dalam kebebasan mereka. 

Dengan atau tanpa sadar, mereka sedang membebaskan pengekangan terjadi oleh ulah mereka sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)