Minggu, 27 November 2011

Bisakah Kau Berhenti Bertanya “Kenapa?”



Pada masa yang lampau, pernah salah seorang ukhti tiba-tiba menjauh dari kami. Saat itu, kami menduga-duga bahwa beliau sedang ada masalah di rumah atau dengan anggota keluarganya. Hal ini membuatnya lebih sering diam dan tidak bergabung seperti biasanya. Maka, kami pun mulai bertanya-tanya; ada apa gerangan? Satu per satu kami berusaha untuk mendekatinya. Mencoba membuat pergerakan sehalus mungkin, mengingat ia sepertinya akan menjadi sensitif jika kami melakukan sesuatu yang frontal terhadapnya. Maka layaknya cara memperlakukan seseorang yang mungkin membutuhkan bantuan, kami mulai sedikit demi sedikit berusaha mendekatinya secara personal. Nah, pada saat giliran saya belum tiba, saya mencoba bertanya pada seorang ukhti yang sudah lebih dahulu mencoba ‘mengorek’ inti permasalahannya, dan saat itulah, ukhti tersebut memberitahukan kepada saya informasi yang ia dapatkan.

“ Saya sudah berusaha mendekatinya, lalu bertanya padanya, ukh...Tapi beliau justru mengatakan kepada saya; Bisakah kau berhenti bertanya ‘kenapa?’” ucap ukhti tersebut dengan nada suara yang sulit untuk dijelaskan. Saya tertegun.

Bisakah Kau berhenti bertanya ‘kenapa?’.

Ya, kalimat itu selalu terngiang di telinga saya meski sudah bertahun lamanya ia berlalu. Dari sana saya belajar bahwa terkadang, tidak semua hal membutuhkan penjelasan atau pun membutuhkan alasan. Bahkan, sekalipun ia memiliki alasan, maka tidak semuanya pantas untuk kita ketahuai atau kita campuri. Saya kadang berspekulasi, bahwa (mungkin) semua orang di dunia ini memiliki suatu rahasia yang hanya ia dan Tuhan yang tahu. Suatu rahasia yang akan ia bawa hingga ke liang lahat, hingga ke pejaman matanya yang paling akhir. Dan untuk itu, tidak seorang pun berhak untuk memaksa orang lain agar menceritakan hal tersebut.

Dari sana saya juga belajar, tentang betapa pentingnya memahami seseorang. Memahami yang setingkat lebih tinggi dari sekadar mengenal. Menjengkelkan rasanya jika ada seseorang yang merasa ‘telah mengenal’ orang lain –bahkan yang sangat dekat dengannya sekalipun, hingga kemudian merasa dapat benar-benar mengerti perasaannya, hingga kemudian merasa berhak untuk ikut menentukan pilihan hidupnya, apalagi yang sampai merasa berhak memberikan judge terhadap ini dan itu.

Perkataan seperti; Kalau orang lain bisa, kenapa kamu tidak bisa? Mungkin kerap kali menjadi motivasi dosis tinggi yang membuat kita terus berusaha untuk berhasil melakukan banyak hal. Namun, perkataan tersebut (setidaknya menurut saya) justru menjadi menafikan persetujuan kita bahwa tiap manusia itu memiliki keunikan masing-masing, konsekuensinya adalah: tiap orang punya kebisaannya sendiri-sendiri yang tentunya akan sangat tidak adil jika harus dibandingkan dengan kebisaan orang lain.

Atas sesuatu yang tidak dapat saya lakukan, seseorang pernah melontarkan hal demikian pada saya; Kalau dia bisa, lalu kenapa kamu tidak bisa? Saya hanya tersenyum kecut dan dalam hati berujar; Mungkin, karena ada juga sesuatu yang saya bisa dan orang itu tidak bisa...

Yah, hingga saat ini saya masih percaya bahwa tiap orang itu berbeda. Berbeda dalam hal melakukan sesuatu, pun dengan cara tepat untuk memperlakukannya. Kesalahan fatal dalam memahami hal ini bisa membuat segalanya menjadi runyam. Misalnya, salah dalam memperlakukan seseorang yang sedang ngambek; dimana ada orang yang senangnya untuk dibujuk, ada pula yang lebih nyaman jika ditinggal sendiri. Atau saat seorang sahabat memiliki masalah; ada yang memilih untuk menceritakannya dalam curhatan panjang, namun ada pula yang menganggap diam dan menyelesaikannya sendiri adalah pilihan yang terbaik. Yah, meski mungkin sulit, semoga kita setidaknya dapat memilih cara yang paling tepat, dan sebab manusia bukanlah kaca bening yang transparan untuk diketahui isi hatinya, maka ada baiknya bila kita dapat berbicara, menjelaskan setidaknya pada orang terdekat, cara seperti apa yang paling kita inginkan untuk diperlakukan. Ini tentunya juga harus diikuti dengan kesediaan memperlakukan seseorang juga dengan cara yang ia minta.

Maka semoga dengan itu semua, kita dapat membersamai dengan cara-cara yang lebih menghangatkan, dan bukan justru membekukan.

Kamar Saya, 27 November 2011

Ini khan harusnya saya belajar? Endofit.. mana endofit??? #lalu printer menderit

gambar:http://browse.deviantart.com/?q=colorfull%20flower&order=9&offset=72#/d28td9n


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)