Kamis, 07 Juli 2011

Masih Ada Kunang-Kunang


Jaman sekarang, semua orang juga begitu!” ucap seorang teman saat saya bertanya; mengapa ia ingin pacaran dengan lelaki yang belum pasti menjadi jodohnya. “Sudah tidak ada lagi orang yang bukan ‘mantannya siapa-siapa’, kalau pun ada jumlahnya pasti sangat sedikit dan sulit dicari!”, ujarnya. Saya hanya geleng-geleng kepala.

Baiklah.

Opini di atas memang hanya khusus menyinggung masalah semakin bebasnya pergaulan saat ini. Bahwa batas-batas yang sudah dengan jelas dalam agama kita, kini dapat dengan seenaknya dilanggar dan dianggap wajar. Maka jika kita mengambil contoh kasus ini sebagai sampel, kita dapat melihat secara umum bagaimana ‘resistensi’ pada hal-hal yang dilarang kini mulai terjadi, dan keterasingan pada sesuatu yang baik pun turut mengikutinya secara perlahan, tapi pasti.

Maka demikianlah yang terjadi saat ini, waktu kemaksiatan merebaik dimana-mana, maka kebenaran akan menjadi malu menampakkan dirinya, demikian pula sebaliknya. Saat pelaku-pelaku kebaikan tidak lagi merasa bangga dengan kebenaran yang ia usung, maka kemaksiatan akan semakin merajalela dan percaya diri menampakkan wajah. Sehingga, yang terjadi adalah; kita menjadi semakin sulit bahkan menjadi pesimis dengan hal-hal baik yang ada di sekitar kita.

Orang-orang menyebut masa ini sebagai zaman edan. Zaman dimana segala bentuk maksiat dan pelanggaran-pelanggaran yang dahulu telah dikerjakan oleh kaum-kaum sebelum kita, kini terakumulasi di jaman sekarang. Padahal, kita tentunya telah sangat hapal bagaimana kaum-kaum terhadulu itu diazab hingga tidak tersisa lagi di bumi Allah. Namun, entah karena kurangnya ilmu, atau karena tidak pekanya nurani, kita seolah menjadi orang yang rela menerjunkan diri pada sebuah jurang yang telah kita lihat dengan jelas, bagaimana orang sebelum kita telah binasa dan jatuh di sana. Ironis, memang.

Padahal, jika kita ingin mencoba mencari, mungkin memang dengan bersusah payah karena jarangnya, maka kita tetap akan mendapatkan mereka; kunang-kunang di tengah kegelapan.

Ditengah kaum muda yang menghamburkan uangnya di pusat perbelanjaan, masih ada mereka yang rela dengan sembunyi-sembunyi menyumbangkan hartanya demi kebaikan ummat.

Ditengah hiruk pikuk musik dimana-mana, masih ada saja orang yang tetap berusaha menghapalkan Al Qur’an dan melantunkannya sebagai bentuk ibadah dan kebutuhan.

Di jaman dimana pergaulan bebas merajalela, ada saja yang tetap menjaga kesucian dirinya, menundukkan pandangannya, dan menjaga jiwa dan raganya hingga tiba di saat yang tepat dan halal baginya.

Saat segala macam kesalahpahaman telah berpadu, dan kekuasaan diperebutkan disana-sini, tetap saja ada orang-orang yang mengedepankan baik sangka dan mencukupkan diri dengan rezeki halal dari Allah.

Dan waktu individualisme menjangkit dimana-mana, slogan hidup santai terus didengungkan, dan semangat mengejar dunia menjadi semakin membabi buta, masih ada mereka yang siap mengabdikan dirinya untuk kebaikan ummat dan mencurahkan semua pikiran, waktu, bahkan hartanya untuk sesuatu yang mungkin jarang dipikirkan oleh banyak orang; akhirat!

Yah, mereka itu masih ada. Meski mereka mungkin sedikit. Meski mereka mungkin terasing. Tapi, mereka ada.

Sebab pesimis dengan keberadaan kebaikan mungkin dapat membuat kita menjadi merasa menemukan pembenaran atas berbagai macam maksiat dan kelalalian yang selalu datang menggoda untuk dikerjakan. Sebab merasa jauhnya masyarakat dari kebenaran, sangat mungkin membuat kita patah arang sebelum benar-benar terjun menyampaikan risalah yang dahulu diemban oleh para nabi dan rasul.

Ya, mereka itu; para nabi dan rasul, yang telah jelas-jelas menerima ujian yang berkali-kali lipat dari kita, dengan catatan sejarah bahwa ada diantara mereka yang sama sekali tidak memiliki pengikut, diutus pada kaum yang bukan hanya mendustakannya, namun juga membahayakan keselamatannya, namun mereka tetap bertahan. Hingga saat ini, kita takjub pada harumnya nama mereka. Sebab mereka bertahan untuk memberikan cahaya.

Kita tentu mengenal, atau paling minimal mengetahui, bahwa tetap ada di zaman ini mereka yang tetap istiqamah, hingga akhir hayat menjemput mereka. Mungkin di usia muda, saat semangat kebenaran itu masih meletup. Saat Allah menginginkan kebaikan bagi jiwa-jiwa yang tenang itu; husnul khatimah.

Maka kepada mereka yang telah disinari oleh cahaya, mari kita memanjatkan doa, semoga kita tidak meredup dan terpadam, hingga ajal menjemput. Sampaikanlah kepada saudara-saudara kita, betapa kebenaran itu masih ada, dan jalannya masih menunggu siapa saja yang ingin turut melaluinya. Diantara kelam yang sekelam-kelamnya, masih ada kunang-kunang. Wallahu a’lam.

“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” (QS. Faathir [35]:32)

(Soppeng, 5 Juli 2011)

gambar:http://bilikml.files.wordpress.com/2011/05/9177-kunang-kunang.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)