Selasa, 11 Januari 2011

Tentang Hidup: Target dan Takdir


Mari menulis…

Yah, setelah beberapa lama tidak melahirkan sebuah tulisan pun, sore ini, saya mencoba kembali mendobrak BLOCK-WRITING yang beberapa waktu lalu cukup sukses nge-BLOCK saya. Setelah saya piker-pikir, kondisi winter blue (baca: badmood) yang terjadi pada saya, tidak seharusnya menjadi alasan untuk tertumbuk pada satu titik yang membuat tidak produktif. Yah, tapi bagaimana pun begitulah yang sering kali terjadi.

Terbentur pada suatu kondisi yang terkadang sebenarnya tidak terlalu penting untuk sampai mengacaukan mood, tapi pada akhirnya saya jadikan pembenaran untuk berlama-lama berdiam diri dan tidak melakukan apa pun;sSalah satu dari begitu banyak hal yang menyedihkan dari diri ini. Padahal, saya selalu merinding saat mendapati nasihat Ustadz Fauzil Adhim dalam Inspiring Words For Writers halaman 25. Disana beliau menulis: “Banyak orang menunggu mood untuk menulis. Sementara bagi sebagian yang lainnya, mood untuk menulis bangkit karena kuatnya keinginan untuk menyampaikan ilmu dan kebenaran.”. Dan… hufft….berat yah…?

Dan beginilah jadinya tulisan yang muncul setelah beberapa lama stuck; terlalu panjang di prolog buat sekadar curhat. >_<>

Baiklah, saat ini saya sedang berada di suatu titik yang sekali lagi memberi saya ruang untuk takjub. Ya, takjub tentang beberapa fragmen yang terjadi dalam hidup saya, dan yang terjadi pada orang-orang di sekeliling saya (tentunya dari persfektif saya sendiri). Takjub dengan betapa teraturnya segala scenario yang disusun oleh Allah, Rabb Semesta Alam. Betapa tiap peristiwa saling berpaut satu sama lain.

Terkadang, di satu titik dalam kehidupan, saat perencanaan kita tidak sesuai dengan apa yang ternyata tertakdirkan, tak jarang ada perasaan tidak enak yang menggelayut di hati. Itu respon paling halus, selebihnya, terkadang sampai ada yang menyalahkan takdir, tanpa sadar bahwa ia sedang menyalahkan Pembuat Takdir. Nah, lho! Itu artinya sedang menyalahkan Allah lho! Naudzubillah…

Padahal mungkin, kita hanya perlu menunggu untuk beberapa waktu. Untuk kemudian menyaksikan betapa sebenarnya ada begitu banyak hikmah, bahkan dari hal-hal yang awalnya tidak begitu membuat hati kita bahagia.

Saya mengalaminya. Setelah beberapa waktu yang lalu, sebuah rencana yang telah disusun sedemikian rupa, dengan hitung-hitungan cermat tentang waktu dan target pencapaiannya, ternyata tidak berhasil saya eksekusi dengan baik, hanya karena beberapa hal kecil yang di kemudian hari menjadi kendala yang besar. Akhirnya, mematahkan langkah saya. Menjauhkan saya dengan rencana-rencana masa depan. Dan membuyarkan semua hitung-hitungan yang kini harus saya hitung ulang!

Awalnya, saya sempat tertekan. Dalam waktu yang cukup lama, bahkan mungkin masih ada sisa-sisanya sampai sekarang. Hingga yang terjadi kemudian, lisan yang tak henti menggerutu. Membicarakan hal-hal yang mungkin tidak seharusnya dibicarakan. Parahnya, mulai berandai-andai ini dan itu, membuka celah lebar kepada musuh bebuyutan; si syaitan laknatullah, untuk menghembuskan was-was dan tertawa-tawa di atas kekalahan saya dalam memaknai takdir.

Tapi ternyata, setelah dipikir-pikir selanjutnya, ternyata rentetan peristiwa yang diluar perencanaan itu, justru menggiring saya pada peristiwa berikutnya yang menempatkan saya pada kondisi yang lebih aman. Kondisi yang lebih patut untuk disyukuri. Jelas. Sebab inilah takdirNya. Semuanya telah tertata tanpa celah. Tanpa salah. Hanya kita butuh waktu untuk bersabar menantikan hikmahnya.

Lalu bagiamana dengan hari esok?

Selalu menyenangkan untuk menerka-nerka apa yang akan terjadi kemudian. Dengan siapa kita akan bertemu dan menghabiskan waktu nantinya? Dengan siapa kita akan berpisah dan mungkin tidak akan lagi berjumpa? Atau mungkin saling bertukar sapa dengan mereka yang tidak pernah bertatap muka? Kemana kita akan melangkah? Apa yang akan kita selesaikan? Apa yang tidak akan pernah kita rampungkan? Lalu seperti apa kita akan berkesudahan?

Yah, semuanya menjadi tanda tanya. Tetap akan menjadi tanda tanya meski kita telah menyusun peta kehidupan yang paling apik dan paling rinci penguraiannya. Pada akhirnya, kita harus bersatu dengan kehendakNya, lalu memilih sikap: bersyukur atau bersabar.

Bukankah menonton sepakbola menjadi menyenangkan sebab kita tak pernah mengetahui berapa skor akhirnya? Nah, hidup pun demikian. Bahkan mungkin, esok kita akan berada di suatu tempat yang tidak pernah terlintas dalam pikiran!

Dan, yah… Saya selalu salut pada mereka yang telah berusaha untuk membuat target, resolusi, impian, atau bahkan peta hidup agar perjalanannya menjadi lebih focus. Apalagi pada mereka yang dapat mewujudkannya menjadi nyata dengan niat dan ikhtiar yang ma’ruf. Tapi, saya lebih salut lagi pada siapa pun yang dapat menenangkan jiwa, dengan menjadi orang yang pertama kali tersenyum pada dirinya sendiri, saat ternyata kenyataan tak seindah harapan. Sebab kawan, bukankah kesabaran itu pada pukulan yang pertama? Saat kita tertumbuk pada suatu titik yang terasa berat dan memberatkan, lalu kita dapat berkata pada hati: semua akan baik-baik saja, insya Allah. Indah, bukan?




sumber gambar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)