Jumat, 13 Januari 2017

The Journey of Motherhood

A Journey of Motherhood

Menjadi ibu adalah sebuah perjalanan. Perjuangan dimulai sejak masa kehamilan tiba. Kegembiraan saat mengetahui bahwa diri ini hamil memang begitu manis. Namun beratnya masa ngidam di hamil muda adalah jalan menanjak yang terkadang teramat meletihkan. Swing mood luar biasa di saat idealnya seorang calon ibu harus selalu bahagia. Bahkan, seseorang yang diberi kemudahan dalam kehamilan pun tak lepas dari ujian: mampukah ia menahan ujub atau berusaha untuk tidak memandang remeh para ibu yang ngidamnya kewalahan?

Saat masa hamil muda terlewat, masa bulan madu dengan cadebay pun datang. Tapi, perut tak urung makin bertambah bebannya. Makin besar, dan makin besar. Cari posisi saat berbaring pun jadi serba salah. Belum lagi saat kontraksi palsu datang. Berbagai komplikasi mengancam; plasenta previa, sungsang, preeklampsia, dkk..

Lalu melahirkan. Tak usah tanya letak perjuangannya di mana. Kata sepupu saya, rasanya kayak sakit karena seluruh tubuh dikuliti. Kalau kata saya, tak ada deskripsi yang paling tepat kecuali merasakannya sendiri. Tiap ibu punya cerita melahirkannya masing-masing.

Kemudian si bayi pun hadir ke dunia. Luar biasa rasa syukur dan bahagia itu, hingga seolah tuntas semua rasa sakit saat partus tadi. Tapi benarlah, bahwa bayi itu tidak selalu seimut yang diiklan minyak telon di tivi. Nyatanya, manusia kecil ini begitu fragile, begitu tergantung sama kita. Luar biasanya, mengurus si bayi bisa bikin ibunya jumpalitan tak jelas waktu tidur, harus terbiasa dengan suara tangisnya, meski kemudian selalu merasa damai saat memandangnya terlelap.

Perjuangan menyusui lalu dimulai di sana. Menyusui memang aktivitas yang alamiah, tapi ternyata perlu banyak ilmunya, apalagi yang mengalami proses menyusui yang bermasalah. Menyusui sampai ketiduran, menyusui sambil makan atau sambil menggendong, itu biasa.

Masuk masa di mana si kecil sudah harus makan. Pada fase ini, tak kurang pula dramanya. Begitu besar syukur dan bahagia saat si baby makannya lahap. Tapi jika badai Gerakan Tutup Mulut datang, ibu harus kembali putar otak. Saya tercengang saat seorang kawan menceritakan bahwa alasan bayi GTM bisa macam-macam. Mulai dari tumbuh gigi, bosan sama menunya, bosan sama suasananya, bosan sama warna alat makannya, bosan karena pengin makan sambil naik sepeda, dan lain sebagainya. Walah!
Fase si anak mulai bisa jalan, mulai terampil bicara, masuk masa-masa tantrum, masa-masa banyak nanya ini itu, kemudian gaul sama kawannya, menjadi remaja, kemudian dewasa. Perjalanan seorang ibu, akan terus kelanjutannya.

Bahkan hingga si anak pun punya anak, bahkan hingga si cucu pun sudah punya keluarga. Status ibu, tidak akan berubah. Dan di setiap fase ada ujiannya, pun ada nikmatnya. Di setiap fase ada pelajarannya, ada pula masa indahnya. Maka benarlah bahwa seorang wanita akan terlahir tiga kali seumur hidupnya -jika Allah berkehendak: pertama saat ia terlahir sebagai seorang anak dari rahim ibunya, kedua saat ia terlahir sebagai istri setelah dipinang oleh suaminya, kemudian saat ia pun terlahir sebagai seorang ibu, bersamaan dengan melahirkan anaknya. Dan dalam tiap perjalanan hidup anak-anaknya, dalam itu pula ia terus berjalan, dan memerankan perannya.

Makassar, Januari yang banyak mendungnya, dan Fayyadh yang sudah sliping byuti.
13 Januari 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)