Teruntuk lelaki yang selalu kuinginkan kebaikan atasnya. Semoga Allah
selalu melimpahkanmu dengan berkah dan kemudahan pada setiap urusan-urusanmu.
Kita mungkin tidak bisa mendapatkan semua hal yang kita inginkan dalam hidup
ini. Tapi percayalah, ada seorang perempuan yang tidak akan lepas mendoakanmu.
Aku.
Kau seperti paham betul, bahwa ingatan kita pendek. Tapi kau selalu punya
cara untuk memperpanjangnya melebihi kemampuan kita. Misalnya, dengan merekam
suara masa kecilku yang masih cadel melantunkan bacaan-bacaan shalat. Aku bisa
mendengar pula suaramu di sana yang dengan sabar menuntunku melafalkan semuanya
dengan benar. Terima kasih. Terima kasih telah memperkenalkanku pada Rabb kita.
Selanjutnya aku menjadi paham, bahwa hanya kepadaNya hidup ini harus kita
sandarkan.
Dan aku selalu ingat, malam-malam larut saat aku terbangun karena
kedatanganmu. Kau yang membersamai Ibu dalam ikhtiar panjang untuk kesembuhannya.
Tak peduli lelahmu selepas bekerja seharian, selalu ada waktu –bahkan hingga
larut malam, untuk membuktikan cinta tanpa harus berbanyak kata. Terima kasih.
Terima kasih telah mengajarkan bahwa kita harus selalu punya harapan, bahwa
kita tak boleh lelah berjuang.
Dan aku yang semasa kecil sakit-sakitan tapi tetap ngotot berangkat
sekolah, akan selalu merepotkanmu untuk menjemput di tengah jam belajar saat
aku tak lagi sanggup bertahan hingga waktu
pulang. Meluangkan sejenak jam kerjamu yang sibuk untuk menyembulkan kepala di
balik jendela kelas. Aku selalu tersenyum tenang saat kau memasuki pintu kelas
dan membawaku ke rumah. Suatu saat, kau sepanjang malam mengelus punggungku
yang gatal tapi tak boleh digaruk karena cacar. Aku tak akan mungkin melupakan
itu semua. Terima kasih. Terima kasih untuk selalu membuatku merasa aman.
Lalu masa pun terus berlalu. Aku mungkin bukan lagi anak perempuan kecil
yang dulu selalu menggamit jemarimu. Kini tiba masa di mana terkadang justru
aku yang mendampingimu pada kesempatan-kesempatan tertentu. Tanganmu yang
bertumpu di pundakku tentu tidak sebanding dengan tahun-tahun kemarin yang
kulewatkan dengan merepotkanmu. Dan kau selalu begitu, memperkenalkanku pada
teman-temanmu dengan cara yang sama...
“Ini putri saya...”. ‘Putri’,
sebuah kata yang kau pilih, yang belakangan kurasa terasa lebih dalam dibanding
kata ‘anak’ atau semisalnya. Terima kasih. Terima kasih untuk selalu membuatku
merasa berharga. Meski kau tahu, sejauh apapun aku telah melangkah, di
hadapanmu aku tetaplah merasa sebagai seorang bocah.
Terima kasih. Terima kasih, Bapak.
Betapa aku mencintaimu, lelaki pendiam yang telah mengajarkanku banyak
hal tentang hidup ini. Terima kasih untuk selalu menjadi kau yang seperti itu;
lelaki yang tak pernah pergi.
Putrimu,
Diena Rifa’ah Amaliah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)