Senin, 25 Januari 2010

Seorang Ibu Bergamis Oranye


(Catatan dari acara Kisah (Kajian Islami Ahad), “Kado Spesial untuk Muslimah”)

Setelah banyak berkelebat dengan dunia dakwah sekolah, kemarin untuk pertama kalinya saya berkesempatan turut ambil bagian dalam sebuah acara ‘ngaji’ yang pesertanya kebanyakan ibu-ibu. Ada perasaan canggung yang tidak biasa yang saya rasakan hari itu. Sebab jika sebelumnya wajah-wajah yang saya hadapi adalah tampang-tampang innocent dengan binar mata penuh rasa ingin tahu dan semangat meletup pencarian jati diri, hari itu orang-orang yang saya hadapi adalah mereka yang seumuran dengan tante-tante saya, beberapa diantaranya nampak tak bisa lepas dari ekornya, anak-anak mereka yang berlarian di sekitar ruangan.


Saat sampai di tempat acara, mata saya tertuju pada sesosok ibu dengan gamis oranye muda. Ia duduk dalam ruangan sambil mengisi lembaran formulir yang diserahkan oleh seorang ukhti di bagian registrasi. Masya Allah, jadi malu rasanya ada peserta yang lebih dulu datang dari saya yang notabene panitia acara tersebut.


Cukup lama sejak ibu itu datang, baru acaranya dimulai. Saya menangkap ada gurat-gurat kebosanan di wajah beberapa peserta yang memang nampak menunggu dari tadi. Ada sedikit kekhawatiran jangan sampai mereka nantinya protes mengingat orang yang lebih dewasa kadang lebih kurang sabar dibandingkan jiwa-jiwa muda yang sudah lebih sering saya ‘tangani’.


Namun, diluar dugaan saya, saat acara dimulai dan sesi ta’aruf mengawalinya, satu per satu peserta memperkenalkan diri. Tiba giliran ibu bergamis oranye tadi, ia memperkenalkan nama dengan santun, lalu melanjutkan perkenalanannya dengan perkataan, “Bagaimanapun, saya tetap merasa sangat beruntung karena dapat diberi kesempatan untuk datang ke sini hari ini. Saya tadi mendengar pembacaan Al Qur’an yang sangat indah di awal acara,hati saya bergetar, dan saya berharap suatu saat juga dapat membacanya seperti itu…” ucapnya dengan aksen yang khas, menunjukkan kesederhanaan dan kejujuran dalam tiap kalimat yang ia ucap. Masya Allah…



Ketakjuban saya berlanjut pada sosok itu saat saya memperhatikan tas tangan yang beliau pangku sedari tadi. Tidak seperti peserta lainnya yang kebanyakan membawa tas kecil, tas ibu itu nampak lebih besar. Tanda tanya dalam pikiran saya terjawab saat materi di mulai dan beliau mengeluarkan benda besar yang memang ia bawa. Sebuah Al Qur’an eksklusif yang lengkap dengan tafsirnya! Masya Allah, kalau tidak salah, mungkin harganya sekitar 200ribuan, rasanya kontras dengan penampilan beliau yang sangat sederhana!


Lalu saat istirahat, saya bercengkrama dengan akhwat panitia yang lain sembari berbincang-bincang dengan yang lainnya. Seorang akhwat menceritakan pengalamannya menjemput ibu bergamis oranye itu. “Kami memang janjian di satu tempat, lalu sama-sama naik angkutan kota ke tempat acara. Tapi, rasanya bukan saya yang mengantarkan beliau, tapi sebaliknya. Sebab saat akan bayar ongkos, beliau dengan sigap langsung berkata, “Tidak usah bayar de, tadi saya sudah bayarkan!”’ kisahnya.


Hmm…, ada sebuah sensasi yang selalu saya rasakan saat melihat orang-orang seperti ibu itu. Orang-orang yang baru saja disapa oleh hidayah, dan kita seolah menyaksikan tiap tetes hidayah itu mengalir ke hati mereka. Subhanallah! Semangat beliau sebagai seseorang yang tidak lagi muda, memiliki kesibukan sebagai ibu rumah tangga, dan seabrek permasalahan hidupnya, namun tetap menyempatkan diri mengikuti majelis ilmu, membuat saya begitu malu dengan diri ini… Juga mengingatkan saya pada sosok saya dulu saat pertama kali pula mengecap manisnya hidayah. Hmm…, apakah saya juga nampak sepertinya saat itu? Entahlah…


sumber gambar: http://www.meredithsonson.com/orange_sunflower_WEB.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)