Sabtu, 11 Juni 2011

Adik Kecilku, Jujurlah dalam Hidumu


Ibu muda itu nampak bingung. Sudah beberapa hari ini ia mencari seorang penjaga bayi untuk menjagakan anak bungsunya. Pasalnya, pekan ini anak pertamanya di bangku SD akan menghadapi ujian sekolah, dan ia harus mendampinginya. Mengapa harus didampingi segala? Olala... ternyata 'mendampingi' yang dimaksud adalah ikut serta membantu sang anak dalam menjawab soal ujiannya. Teknisnya, konon dengan menggunakan telepon selular yang dipegang sang anak. Hmmm...

Saya jadi miris mendengar cerita itu. Belum lagi, saat kemudian mencoba menulis tulisan ini, saya mendapati sebuah berita tentang seorang ibu yang bahkan hingga diusir dari kampungnya karena menyingkap praktek kecurangan saat ujian yang menjadikan anaknya sebagai sumber contekan. Mengerikan. Saat orang tua sudah mulai mengajarkan kejujuran, ternyata lingkungan sekitar tidak selalu ikut mendukungnya. Sekali lagi, mengerikan.

Saya jadi mengingat masa lalu. Saat juga masih berseragam putih merah. Seingat saya, oleh guru kami yang selalu memotivasi semangat belajar kami dengan berbagai macam tes dan ujian, bagi kami saat itu, mencontek adalah sebuah dosa yang harus segera diadukan. Lalu semua hal itu mengajarkan kepada saya bahwa bagaimanapun kejujuran akan selalu lebih baik meski ia pahit. Mungkin pahit dengan nilai yang tidak begitu bagus, dan harus ditandatangani oleh orang tua jika ingin nilainya dimasukkan oleh Pak Guru. Tapi setidaknya, itu lebih baik. Lebih jujur.

Saya sempat 'berkubang' dalam praktek contek menyontek saat 'pelajaran kejujuran' iitu meluntur di masa SMP. Lalu terus berlanjut hingga akhir semester di kelas 2 SMA, kemudian saya kembali tersadar. Sadar bahwa inti dari segalanya adalah bagaimana rejeki yang kita dapatkan berberkah. Lalu bagaimana kita berharap berkah dan rahmatNya jika kita menjemputnya dengan cara yang salah?

Saya teringat pembicaraan seorang mahasiswa di sebuah tempat umum yang saya curi dengar. Dengan nada pesimis ia berkata, "Jaman sekarang, mana ada sih mahasiswa yang tidak pernah menyontek pas ujian?" ujarnya. Saya menggeleng dalam hati. Sebab saya yakin, bahwa mahasiswa jenis itu masih ada. Sebab segala rupa kebaikan tidak akan pernah benar-benar hilang, mungkin hanya karena ia menjadi minoritas dan berkurang jumlahnya saja, sehingga kita tidak sadar akan keberadaannya.

Maka kepada adik-adik kecilku, serta kepada para orang dewasa yang menuntun mereka untuk menjadi lebih baik. Sungguh tidak ada salahnya jika kebenaran dan kejujuran itu telah diajarkan sejak mereka -adik-adik kecil kita, masih berada pada titik dimana ia mulai menyerap segala hal. Untuk yang kecil-kecil saja, semisal ujian harian di kelas mereka. Semoga dengan itu, dimasa mendatang, tidak perlu ada lagi yang turun ke jalan untuk meneriaki para pejabat yang korupsi. Sebab mereka, adik-adik kecil kita, mungkin saja adalah calon-calon pemimpin masa depan, yang semoga dapat membawa dunia ini menjadi tempat yang lebih baik. Aamiin. Wallahu a'lam.

Diujung senja, Juni 11 '11
gambar:http://www.uci.edu/features/2009/04/images/ncs-p090413_01a.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)