Mengikat makna yang terburai di setiap detik waktu. Karena kita terlampau cepat melangkah dan kadang tak ada waktu menengok kembali jejak yang telah tersisa sebelumnya. Bacalah, maka sejatinya kita sedang berbincang.
Senin, 28 Desember 2009
Saat Hidayah Menyapa
Semakin waktu berlalu dalam kehidupan saya, semakin saya pahami betapa manusia memang tak pernah tau akan nasibnya sendiri, kecuali saat takdir itu benar-benar berlaku kepadanya. Bahkan untuk semenit atau sedetik berikutnya pun kita tidak dapat menerka apa yang akan menimpa diri ini. Sehingga kadang, jika kita mencoba berdiam dan berhenti di tempat sejenak, maka akan kita rasakan betapa penantian, terkaan-terkaan, dan tebakan tentang apa yang akan menimpa kita selanjutnya adalah sesuatu yang sangat…. Ehm… saya kesulitan memilih kata yang tepat untuk menggambarkannya! Yang jelas, kadang saya merasa sangat excited untuk menerka apa yang akan terjadi pada saya selanjutnya?
Makanya, saat kita memandang diri kita sekarang, mungkin kita akan terbawa kepada suatu pemikiran, ‘kok bisa yah saya jadi seperti ini?’ . Sebab perubahan adalah sesuatu yang niscaya, baik yang sangat signifkan, ataupun yang biasa-biasa saja.
Pertanyaan seperti yang diatas, tidak jarang saya lontarkan kepada diri saya sendiri, saat saya puya waktu untuk mengambil jeda sejenak untuk memaknai hidup. Membayangkan kenyataan bahwa saya dulu bermodel ‘A’, rasanya sulit untuk saat itu membayangkan bahwa saat ini saya sudah seperti ini. Dengan penampilan saya. Dengan kegiatan saya sekarang. Dengan pendidikan yang saya tempuh sekarang. Dulu, saya benar-benar tidak pernah membayangkan akan seperti sekarang.
Tapi, jika kembali dirunut, maka memang tak ada yang kebetulan dalam hidup ini. Bahwa segala sesuatunya memang telah dengan teramat sempurna digariskan olehNya untuk setiap hamba yang berjalan di atas muka bumi. Siapa yang mengira jika iseng-isengnya saya mengikuti ‘Kajian Jum’at’ di masa SMA beberapa tahun silam, telah membawa saya pada jalan cahaya yang saya tempuh sekarang. Mempertemukan saya dengan banyak sosok-sosok luar biasa yang ikut meringakan beban saya saat memulai pendakian dan menyediakan tangannya saat saya mulai merasa lemah. Saat hidayah itu menyapa, mungkin hanya bermula dari sebuah senyuman yang mungkin tidak terlalu istimewa bahkan bagi pemilik senyum itu sendiri, namun ternyata dapat membekas di hati dan membawa perubahan yang besar dalam sebuah pribadi.
Setiap orang punya jalan ceritanya masing-masing saat pertama kali berjumpa dengan hidayah. Ada yang biasa-biasa saja. Ada pula yang luar biasa dan penuh dengan kisah yang mengharu-biru. Tapi tetap saja itu semua merupakan sebuah nikmat yang teramat besar dan sebuah pemilihan yang agung yang tidak sembarangan dapat ditujukan pada setiap manusia.
Saya sempat merinding saat melihat bagaimana tetesan-tetesan hidayah dapat mengalir kepada siapa saja yang Allah mau.
Suatu hari saya shalat di mushallah kampus, disamping seorang muslimah lain. Setelah selesai shalat, saya sempat sedikit mengerling pada muslimah di samping saya yang kemudian saya rasakan cukup familiar wajahnya. Tapi saya kembali tenggelam dalam rutinitas ba’da shalat saat mendapatinya kemudian melanjutkan shalat wajibnya dengan shalat sunnah setelahnya. Beberapa hari setelah itu, saya kadang mendapati kembali muslimah tersebut di mushallah kampus. Dalam majelis kultum. Atau saat ia sedang membaca-baca majalah Islami yang ada di perpustakaan mushallah.
Beberapa waktu kemudian, saya baru disadarkan oleh seorang teman tentang sosok yang tak nampak asing bagi saya itu. Muslimah yang saat ini tampil dengan jilbab rapinya, dan dengan semangat keberislaman yang nampak begitu kuat dalam tingkah polahnya.
Ya, saya ingat sekarang. Perjumpaan saya dengannya adalah saat ia bergabung di kelas kami (kelas regular pagi) yang saat itu digabung dengan kelasnya (regular sore). Ia kayaknya memang tidak seangkatan dengan kami. Tapi saya masih ingat bagaimana gayanya saat itu. Dia dengan wajahnya yang cantik, khas Arab. Namun terlihat kontas dengan rambutnya yang cepak dan dibuat agak2 jabrik. Dengan celana botol yang nge-press dan baju kaos yang hampir sama jenisnya dengan celananya; membentuk. Waktu itu dia terlambat, lumayan fatal. Tergolong nekat untuk tetap masuk mengetuk pintu sebenarnya. Namun dengan santai ia lenggang kangkung masuk ke kelas saat dosen mempersilakannya dengan ekspresi lumayan kaget juga.
Membandingkan sosoknya dengan saat pertama kali saya melihatnya, dengan perjumpaan saya dengannya selanjutnya membuat saya tidak henti-hentinya mengucap Subhanallah, Maha Suci Allah yang Maha Berkehendak. Saat ia ingin, maka terjadilah. Saat Ia memilih, maka dapat berubah segalanya.
Dan saya tak pernah berhenti terkagum-kagum pada sosok-sosok semacam itu. Sosok dengan semangat yang membara, semangat perubahan. Saat saya dengan sangat nyata dapat melihat tiap tetes hidayah mengalir pada dirinya.
Yaa muqallibal qulub, tsabbit qalbi ala diinika…
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
"...Allah memberi petunjuk kepada cahaya-Nya bagi orang yang Dia kehendaki.."(An-Nur : 35)
BalasHapusHidayah Allah sungguh luar biasa, Menakjubkan, dan penuh Kejutan....
Maka mari kita bersama-sama menjaga hidayah tersebut agar tak direnggut oleh penyakit Al-Wahn (Cinta dunia & Takut Mati)
@kak vee: setuju kak!
BalasHapus