Rabu, 23 Desember 2009

Dunia dari Mataku

Dengan mata telanjang. Tanpa sepasang kaca berlensa minus yang membantu di hadapannya…
Adalah dunia dengan buram yang menyambut meski dalam jarak yang kadang membuat orang tercengang saat mengetahuinya. Dunia yang membuat tulisan di papan tulis hanya nampak sebagai garis-garis tak jelas yang menjuntai-juntai tanpa bisa terbaca sedikitpun. Saat senyuman dari jauh tak dapat saya tangkap, ataupun orang yang saya kenal yang kadang mengecap saya dengan sebutan ‘sombong atau cuek atau tidak pedulian atau apapun itu’ hanya karena saya memang tak mengenal wajah mereka yang nampak rata itu di mata ini dalam jarak tertentu.

Dunia yang kadang membuat saya puyeng karena mungkin mengharuskan si mata bekerja lebih ekstra untuk menangkap sebuah obyek. Atau saat kepala saya hampir sepekan nyut-nyutan karena beberapa gores kecil pada lensanya yang membuat kemampuannya membantu saya malah menyebabkan masalah baru yang mengantarkan saya pada dokter mata yang memaksa menjawab pertanyaan “huruf apa ini?” saat ia memperlihatkan deret huruf sekecil bakteri pada sebuah kotak yang bersinar.


Kaca mata berlensa minus itu telah menjadi sahabat karib sejak berada di tahun terakhir di sekolah dasar, saat saya masih mengenakan seragam putih-merah dan menjadi orang pertama di kelas saya yang mengenakannya. Dalam perjalanan bertahun-tahun selanjutnya, berkali-kali sang kacamata berganti bentuk dan lensanya karena bingkainya yang patah saat saya gunakan hingga tempat tidur atau karena angka yang berada di belakang kata ‘minus’ itu semakin bertambah jumlahnya.

Mengenakan ‘alat bantu’ itu kadang membuat hidung saya lelah karena menopang beban benda kaca yang bertengger di atasnya. Membuat keringat di bawah mata saya menggenang sebab angin yang berhembus tak dapat mengeringkannya karena dihalangi oleh kacamata. Kadang ia berembun saat saya menikmati mie kuah yang masih panas. Atau saat saya bernapas dalam udara dingin
Maka wajarlah jika ternyata nikmat sebiji bola mata ini ternyata memang masih lebih berat dibanding amalan seumur hidup seorang abid.


Dan nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau
dustakan?



Buat semua pemakai kacamata…, dan buat semua orang yang matanya normal; selamat mensyukuri nikmat Allah yang tiada terkira! Makassar,23 Desember 2009

sumber gambar: http://wicakz.multiply.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)