“Setiap manusia,” demikian kekata Hasan al Bashri, “Adalah kumpulan hari-hari...”,
lanjutnya. Ya, nyatanya setiap kita adalah waktu. Waktu menyusun kita hingga
menjadi seperti sekarang. Masa lalu adalah kita yang dulu. Masa depan adalah
kita yang nanti. Kita berada dalam pusaran masa yang tidak pernah menunggu apa-apa, tidak pernah
menunggu siapa-siapa. Ia adalah kawan yang tak ingkar janji, dan selalu tepat
saat datang dan pergi. Detik yang lalu adalah sejauh-jauhnya sesuatu yang tidak
akan pernah kembali lagi.
Dan di dalam hidup, kita melewati banyak hal. Banyak peristiwa. Hal-hal
yang baik menjadi kesyukuran yang kita maknai dengan senyuman. Hal yang buruk
juga kadang datang bergantian, meminta kita untuk menyabarinya, dan
menghadapinya dengan sebaik-baiknya cara. Permasalahan datang dan pergi,
meminta untuk kita selesaikan. Sesekali, waktu membantu kita. Saat kita hanya
dapat menunggu, mungkin berpasrah, atau sekadar taktik untuk membiarkan hal
tersebut usai dengan sendirinya.
Waktu menguji kita. Mengajarkan kepada kita tentang ketahanan. Saat cobaan
datang menerpa, dalam kurun waktu tertentu mungkin kita masih dapat bertahan.
Namun waktu terus berjalan. Dan kita akan teruji, selama apa kita bisa
bertahan.
Waktu akan menunjukkan karakter kita yang sebenarnya. Di satu titik mungkin
kita adalah langit biru yang tenang. Namun waktu tidak akan menunggu. Dan saat
masa berganti, semburat azura di langit tadi bukan tak mungkin berganti
mendung. Pekat. Mungkin, waktu yang selanjutnya akan membuatnya kembali kepada
wujud kita yang sebelumnya. Bisa demikian, tapi bisa juga tidak.
Waktu akan membuka tabir niat kita. Pada masa sekarang, mungkin kita masih
bisa melakukan suatu hal tertentu dengan ringan dan tanpa beban. Namun, saat
hari-hari telah berlalu, masa yang panjang akan menguak satu per satu, perihal
niat yang di dalam hati itu. Adakah dia akan kokoh meski dihadang waktu?
Ataukan justru berbalik arah dan menunjukkan tujuan yang sebenarnya. Tujuan yang bisa jadi, sama sekali berbeda.
Waktu akan menyadarkan kita pada sebuah keputusan. Terkadang, ada
ketergesa-gesaan yang membuat kita memilih. Kita pergi ke satu titik, ke satu
tempat, ke satu keadaan. Di awal mungkin kita akan tetap memilih berada di
sana. Tapi waktu akan terus berdetak, tanpa sedetik pun diam. Lalu pada jalinan
menit-menit yang terlewat itu, kita akan menginsyafi tentang apa yang telah
kita putuskan sebelumnya. Waktu membuat kita menjadi tahu; apakah harus
bertahan, atau justru berbalik meninggalkan.
Waktu akan menentukan perihal kesabaran. Bersabar di masa yang singkat,
akan berbeda bila ia dibawa kepada masa yang panjang. Hanya keteguhan yang
dapat membuatnya menjadi sama, keteguhan yang hanya akan bisa terbaca saat
waktu yang menentukannya. Kesabaran akan menjadi nafas, menjadi langkah,
menjadi pintu yang siap membuka. Tapi, waktu akan terus berada di
sekelilingnya. Memerhatikannya dari kiri dan kanan; seberapa lama hal yang
disabari itu bisa bertahan.
Waktu akan membantu kita mengenali diri kita sendiri. Manusia, bisa menjadi
teramat sangat mudah untuk terpengaruh dengan sekelilingnya. Tapi, pengaruh itu
bisa saja tidak berlangsung selamanya. Pada akhirnya, kita akan sadar, yang
mana diri kita yang sebenarnya. Pada satu titik, waktu akan mengantarkan diri
kita sendiri untuk terpampang memperkenalkan jiwanya, dirinya, nuraninya yang
sebenarnya. Yang mungkin saat ini, belum pernah benar-benar kita kenali, sebab
kita terlalu sibuk dengan hiruk-pikuk khalayak, hingga akhirnya waktu yang
membantu kita. Seolah membawa satu sosok sambil berkata, “Kenalkan, ini dirimu
yang sebenarnya. Dirimu, dengan segala ketahananmu, karaktermu, niatmu,
keputusanmu, dan kesabaranmu.”
Tenanglah. Waktu akan mengerjakan tugasnya dengan sangat baik.
Makassar, 7 Mei 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)