Hari ini Selasa, 11 Juni 2013
Lewat linimasa tadi pagi, saya menyimak bahwa hari ini piala Adipura tiba di Kota Makassar. Konon piala itu akan diarak keliling kota, dan disambut oleh adek-adek anak SD yang mengibar-ngibarkan bendera. Saya masih berusaha menemukan alasan yang tepat, mengapa kota kami akhirnya bisa mendapatkan piala tersebut? Entahlah. Tapi sepertinya tetap lebih penting untuk menjadi bagian dari yang membuktikan kepantasan memeroleh piala tersebut dibanding sibuk mencari-cari pembuktian 'mengapa?'-nya.
Di hari yang sama pula, gelombang aksi unjuk rasa masih bergejolak di beberapa titik. Saya yang beberapa hari ini tidak kemana-mana, tidak sempat menjadi saksi nyata hal yang jamak terjadi akibat setiap aksi demonstrasi digelar; macet. Ketidaknyamanan yang terjadi akibat unjuk rasa itu yang kadang membuat kita menjadi lupa pada esensi unjuk rasa itu sendiri. Bahkan, membuat kita menjadi bertanya-tanya tentang titik utama dari apa yang sedang diperjuangkan.
Rekan-rekan mahasiswa itu, katanya sedang memperjuangkan rakyat. Mereka merasa tengah berusaha untuk menahan pemerintah yang nampaknya semakin nyata akan menaikkan harga BBM. Pemerintah mulai memasang iklan-iklan di layar televisi perihal 'logika-menaikkan-harga-BBM' plus kompensasi yang akan rakyat dapatkan dari kebijakan tersebut. Berbagai wacana pun berkembang. Pro dan kontra bermunculan. Bermacam-macam analisis mengemuka. Mereka yang berbicara itu, jelas-jelas adalah orang-orang cerdas. Namun saya tidak mengerti mengapa mereka tidak dapat mufakat untuk satu pendapat.
Partai penguasa jelas mendukung kebijakan tersebut. Partai opisisi nyata-nyata akan menolaknya. Partai-partai koalisi terpecah pada dua keberpihakan di atas.
Para mahasiswa, tidak ingin diam. Mereka mungkin khawatir, jangan-jangan pemerintah menerjemahkan sikap mereka seperti seorang pemuda yang meminang gadis pujaannya, dimana diam berarti setuju-setuju saja. Maka mereka tidak ingin bungkam. Sayangnya, sepertinya masih ada jalan lain untuk 'bersuara' selain menutup jalan, menyandera rupa-rupa mobil besar, dan menyebabkan kemacetan yang membuat sumpah serapah bermunculan dimana-mana. Saya yakin, masih ada jalan lain. Masih ada cara yang bisa membuat rakyat benar-benar merasa sedang diperjuangkan.
Sayangnya, untuk masalah keputusan dan masalah perjuangan, kita -pemerintah, rakyat, dan mahasiswa, nampaknya masih saja sepakat untuk tidak bersepakat. Entah sampai kapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung. Jika kamu berkenan meninggalkan jejak di kolom komentar, lebih baik lagi :)