
Alhamdulillah…
 
Berada di semester tujuh, tahun  keempat sebagai seorang mahasiswa membuat saya banyak berpikir.  Terlebih lagi pada keadaan yang rasanya cukup terasa berbeda  dibandingkan dengan semester-semester selanjutnya. Lalu saya kembali  menapak tilas perjalanan saya sejak awal memutuskan akan menujukan diri  ke Universitas Hasanuddin, Fakultas Farmasi. Hmm..sepertinya ini akan  menjadi tulisan yang panjang…
 
Berawal dari lepasnya saya  dari dunia SMA yang penuh warna itu. Berbagai macam pikiran mulai  berkelabat, tentang masa depan, juga berbagai macam mimpi yang ada di  dalamnya. Setelah cukup lama sibuk dengan kebingungan, akhirnya saya  memutuskan untuk mengikuti mandat ibunda untuk melanjutkan pendidikan di  tempat saya berada sekarang. Konsekuensinya adalah, menguburkan  mimpi-mimpi yang telah begitu lama saya pendam. Juga berbagai macam  cerita tentang masa depan yang tak jarang saya risaukan. Terlihat jelas  bagaimana berkecamuknya saya saat itu dalam sepotong puisi,
 
lalu apa lagi yang harus diperjuangkan?
jika sejak awal kita memetik bunga-bunga melalui semua catatan yang ditentukan
pada mimpi sebelum kita terlelap
pada kisah yang tak rampung dituliskan
(Perempuan Bertanya, 1 Juni 2007)
 
Tapi pada akhirnya, saya toh menguat-nguatkan diri dan mencoba meniatkan ini sebagai sebuah bentuk birrul walidain, berbakti kepada orang tua. Sejak awal saya berada di sini, hingga nanti pada akhirnya.
 
Selanjutnya,  berbagai macam hal saya lakukan untuk bisa memuluskan jalan menuju  kampus merah. Ikut bimbingan belajarlah… Ikut try out dimana-manalah..  Yah, seperti umumnya pelajar-pelajar lainnya. Hingga suatu malam, saya  malah dilarikan ke rumah sakit karena masalah di lambung yang sudah  cukup lama saya idap. Sayangnya, hal itu terjadi menjelang batas akhir  pengumpulan formulir pendaftaran universitas.
 
Maka sehari  setelah keluar dari rumah sakit, saya terseok-seok menuju Unhas untuk  mengembalikan si formulir yang saya dapatkan lewat jasa bimbingan  belajar. Rasa-rasanya saat itu, saya sama sekali tidak berjuang apa-apa  dalam proses mendaftarkan diri. Sebab setelah sampai di sana, saya malah  menerobos lautan antrian yang sudah kusut masai wajah-wajahnya akibat  udara panas dan penantian panjang. Saya malah datang dengan wajah pucat,  didampingi seorang kerabat yang punya koneksi dengan ‘orang dalam’  sehingga saya bisa langsung masuk tanpa mengantri sedikit pun. Duh…,  sampai saat ini saya masih sering merasa mencekam jika mengingat  ekspresi lautan manusia yang saya serobot antriannya. Maaf yah…, saya sedang sakit… ^_^
 
Masa  SPMB pun terlalui dengan caranya. Meski sudah cukup heboh dengan  persiapan belajar macam-macam, saya tetap merasa tidak percaya diri  dengan hasil jawaban saya saat itu. Apalagi jika membayangkan bahwa saya  sedang memperebutkan beberapa puluh kursi dengan ratusan pelajar  cerdas. Perasaan pesimis datang seketika sore itu, pada hari kedua  sepulangnya saya dari SDN Sudirman, lokasi SPMB saya.
 
maka ajarkanlah, mentari,
apa yang bawamu kembali ke sini ?
katanya ; “sebab segalanya terus berputar, bukan kita penentu hentinya, maka pantaskah kita padamkan cahaya?”.
(Cerita Senja, Juli 7  ’07) 
 
Potongan  puisi di atas saya tulis guna memberi semangat pada diri yang nyaris  kehilangan optimis setelah mencocok-cocokkan jawaban saya dengan kunci  jawaban yang beredar di Koran.
 
Lalu waktu terus berputar.  Hingga takdir mengantarkan saya menginjakkan kaki di kampus merah.  Melewati deretan pepohonan yang meneduhkan sejenak dari sinar matahari.  Juga deret gedung yang berdiri angkuh, seolah mengajarkan bahwa hidup  adalah perjuangan keras yang membutuhkan banyak perjuangan.
 
Dan  memang begitulah yang terjadi. Berjuang. Menjadi mahasiswa baru dengan  berbagai macam tuntutan sempat membuat saya jengah dengan segala  intimidasi yang ada. Terlepas dari komunitas masa SMA yang dipenuhi  dengan orang-orang berhati cahaya yang tanpa sadar membuat warna hati  saya juga ikut berubah. Lalu bertemu dengan orang-orang baru dengan  berbagai karakter yang kadang tidak dapat diduga.
 
Saya  sempat merasa sendiri. Merasa terasing. Apalagi dengan pola pikir saya  yang mungkin dianggap aneh dan berada pasa posisi minoritas (Baiklah,  kalimat yang terakhir memang agak berlebihan ^_^). Ditambah lagi dengan  kenyataan bahwa sejak awal saya menjalani ini semua dengan agak-agak  setengah hati. Hmm…, maka saya mendapati diri yang ogah-ogahan bangun di  subuh hari. Lalu mengakhirinya dengan tampang kusut saat saya tiba di  rumah di waktu maghrib. Seingat saya, waktu itu belum musim hujan, tapi  bagi saya, musim beku telah datang lebih dahulu.
 
lalu diserap tanah dan tumbuhkan pohon tanpa bunga, tanpa daun, bahkan yang paling layu sekalipun
waktu musim beku ditengok sebuah ruang, dingin, sunyi, sepi...
apakah itu kau, hati ?
(Waktu Musim Beku, September 20 ‘07 ) 
 
Sibuk.  Itulah kata yang paling tepat menggambarkan keadaan di awal-awal  semester. Memasuki dunia kuliah dengan pelajaran yang njlimet. Kesibukan  praktikum yang seolah tak ada habisnya. Datang ke kampus, melalui  perjalanan panjang saat matahari masih jingga warnanya. Mengikuti kuliah  tidak karuan sambil mencuri-curi mengerjakan laporan atau tugas  pendahuluan. Lalu sibuk mendaki lantai demi lantai di siang hari demi  menjalani aktivitas laboratorium. Komat-kamit menyiapkan diri untuk  responsi, lalu berlari-lari saat nama dipanggil dalam absen.
 
“Hadir kak…!”
“Tiga…dua…satu… Bintang meko de’!”
 
Lalu berkutat dengan mencit-mencit, tabung-tabung, si imut E-coli,  atau hamparan dedaun hijau hingga matahari terbenam. Keluar dari lab  dan menatap langit yang mulai kelam dengan hembusan napas panjang. Sadar  bahwa hari akan berganti, dan perjuangan hari ini akan dilanjutkan  dengan hal serupa di keesokan harinya.
 
Bergelut dengan  setumpuk laporan yang membuat jari keriting. Diskusi dengan asisten yang  membuat otak keriting. Hingga menyiapkan diri untuk ujian lab hingga  jiwa pun rasanya ikut keriting. Sayangnya itu semua tidak bisa  dituntaskan hanya dengan rebonding. Kecuali dengan kembali berjuang dan  mengalahkan mata kantuk serta bersepi-sepi ria di malam hari bersama  kerta double folio dan pulpen yang sudah bengkok ujungnya. Ah..
 
Dan  konsekuensi dari semua itu adalah kesadaran bahwa waktu memang tidak  bisa terbeli. Segala macam amanah diluar tanggung jawab akademik pun  menjadi ternomor duakan.
 
“Maaf kak, saya tidak bisa ikut, saya ada lab..”
“Lho, ini khan tanggal merah, dek?’
“…”
Yah,  tanpa banyak yang perlu tahu, betapa perih terasa saat mendapati diri  sibuk terus dengan berbagai aktivitas duniawi dan ditinggal para  pejuang-pejuang itu menyusuri jalan yang sepi. Ah…, masa itu saya  diliputi kerinduan yang teramat sangat pada mereka, ukhtifillah…
 
--- tapi taukah kalian?
rindu itu kini sembunyi
lalu kata dan senyum itu, entah dimana lagi kucari
waktu kalian tak lagi di sini
waktu kalian tak lagi di sini
rindu tak habis-habis.
(Rindu Tak Habis-Habis, Oktober 13 ‘07) 
 
Tapi  apapun yang terjadi, saya mendapati begitu banyak kawan-kawan  seangkatan kala itu yang memilih mundur. Tentu dengan alasan  masing-masing, dengan hak mereka masing-masing. Bagaimana pun, orang  yang masih bertahan bukan berarti lebih kuat dibandingkan mereka yang  berhenti. Setiap orang memiliki takdir masing-masing. Mungkin mereka di  sana, dan saya masih di sini. Masih bertahan. Tak peduli sekurus apapun  sudah segala aktivitas itu menggerogoti saya. Mendapati bahwa begitu  sulit menyatukan pemikiran dalam sebuah team work. Hingga tak jarang  gesekan pun terjadi. Air mata tertumpah. Tapi tidak untuk saya. Bukan  itu saatnya. Masih banyak hal lain yang perlu saya tangisi tentang  berbagai kealpaan diri, dibanding harus mengusap pipi karena laporan  yang dibatalkan setelah semalaman diperjuangan. Atau setelah  meninggalkan medan lab karena tidak lulus dalam respon.
 
saat terlewat lagi satu waktu dengan peristiwa
tapi kembali datang lagi pada eskonya
saat tersadarlah
aku harus bertahan
aku harus bertahan
(Bertahan, Okt 6 2007) 
 
Dimalam  hari saat saya sibuk melukis huruf membuat laporan, tak jarang saya  berpikir pada sebuah kaidah yang saya dapatkan dalam lingkaran majelis. Seseorang akan mengakhiri hidupnya seperti bagaimana ia mejalaninya. Yah, semua orang pasti mendamba husnul khotimah.  Sebuah akhir hidup yang indah, misanya meninggal dalam shalat, atau  dalam sujud, atau saat bertilawah, atau bahkan dalam medan jihad. Yang  paling saya takutkan kala itu adalah, jangan sampai nyawa saya dicabut  saat berada ditengah tumpukan laporan. Huhuhu..  Sangat tidak keren  sekali rasanya!
 
diantara malam hening dan detak jarum jam antara pukul tiga
antara laporan biokim dan sintesis obat
antara ayat-ayat al anfal
ada tanya yang menyeruak tiba-tiba
tentang masa depan bagaimanakah ia nantinya ?
(Antara; Oktober30 ’08)
 
Tahun keempat di kampus merah,
Saya  merasa banyak yang berbeda. Tidak ada lagi laboratorium. Jadwal kuliah  di sore hari. Jarang lagi berkumpul bersama teman-teman seangkatan. Saya  akui bahwa dalam beberapa momen ngumpul-ngumpul saya memang jarang ikut  serta –jika tidak dikatakan tidak pernah sama sekali. Bukan karena  tidak ingin merasakan kebersamaan, apalagi karena eksklusifitas. Tapi  memang keadaan yang terkadang tidak memungkinkan. Maaf yah, teman-teman…
 
Tapi  pada akhirnya saya tidak bisa membohongi diri, bahwa saya mulai  merindukan itu semua. Bagaimanapun, saya merasa beruntung dapat bertemu  dengan teman-teman seangkatan saya sekarang. Meski mungkin, saya  bukanlah teman yang baik untuk mereka. Lebih banyak diam di suatu sudut  dan hanya sesekali tertawa menimpali. Mungkin ada diantara mereka yang  pernah terjebak dalam suasana kaku bersama saya. Atau saat saya  agak-agak tidak nyambung saat bercakap dengan mereka, atau mungkin saya  yang minta tolong ini-itu dan macam-macam. Ah, sekali lagi saya minta maaf, Kawan!
 
Di  tahun keempat ini, masing-masing dari kami pasti sedang sibuk meretas  jalan untuk mengakhiri perjuangan ini dengan hasil terbaik. Mulai sibuk  dengan penelitian dan perencanaan sendiri-sendiri. Atau terbatas pada  kelompok yang satu tim. Tapi meskipun begitu, masing-masing kita telah  melewati perjuangan sebelum-sebelumnya, khan? Dan pada akhirnya semuanya  pun akan terlewati. Suatu saat, insya Allah.
 
Tahun keempat di kampus merah,
Saya  berharap saya telah banyak belajar. Tentang disiplin ilmu saya sendiri.  Juga pelajaran tentang kehidupan.Bahwa kita di sini, membuat obat dan  segala hal tentangnya, bukan untuk apa-apa. Bukan untuk menyembuhkan  siapapun, sebab kesembuhan-sakit-dan ajal adalah rangaian takdir yang  bukan hak kita. Kita di sini, untuk memberi harapan, bahwa masih ada  jalan untuk berjuang, Untuk hidup dengan lebih baik.
 
Mari   melihat lebih dalam tiap peristiwa yang terlewat. Menengok lebih dalam  saat melalui pemulung-pemulung cilik yang memegangi perutnya di salah  satu sudut tangga. Atau tentang cleaning service yang cemberut saat kita  injak bekas pelnya. Atau saat saya kembali merindukan sekelompok  iringan awan yang membentuk formasi indah di langit senja, saat saya  berdiri dari beranda Lab Fitokimia. Mereka bertasbih memuji nama  Tuhannya; ALLAH.  
-------------------------------------------------------------------------------------------------
 
suatu saat
 
saat dipandang langit sore yang jarang kita lihat
mungkin karena kita terlalu lama melukis huruf
atau tak sadar dengan pergantian waktu
saat masa terlewat begitu saja
dan kita tetap sibuk dengan kertas dan pena
 
apa kabar bumi hari ini ?
tak sadar kita bahwa tak pernah lagi kita jenguk daun-daun yang berguguran
atau angin yang berhembus sepoi, ingatkan bahwa hidup adalah serangkaian permainan
permainan yang entah mengapa kita terlalu banyak tertegun di dalamnya
 
berapakah tetes air mata yang telah tercurah untuk itu semua ?
berapa malam yang kita lewatkan bersama jemari yang tak ada tidurnya ?
berapa peluh yang kita cucurkan saat harus teraih tingkat paling puncak ?
tapi berapakah sesungguhnya yang telah kita beli
dengan harga mahal, dengan waktu, raga, dan hati ?
 
adakah semua ini telah dimaknai
moga bukan hanya sekedar sia-sia
dan kelak kita temukan jawaban
untuk apa kita di sana
( april 27’08)
 
Untuk semua teman-teman Mixtura07, Farmasi Unhas. Keep spirit! Semoga urusan kita dimudahkan!
Makassar,5 Oktober 2010
diantara penulusuran inspirasi buat Skripsweet… ^_^
gambar: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1_B4cgn_vOTpdS28rj-vVeb3Q6yd5Cim9D0mXqlyaq5td4NOROT9ES0JzIuFouhOu5bAg3yM3ECAh__12YeJ4izafRr16KCbc4652thHS4OrwuXQu2DkIh0jJMmSvUj9EiayQNEqWKoi2/s1600/unhas.jpg